Dalam dunia penempatan pekerjaan, rekrutmen beasiswa, dan pendidikan pasti tidak lagi asing mendengar kata psikotes. Bahkan tidak bisa dipungkiri salah satu alat ukur ini selalu ada dalam setiap perekrutan suatu hal. Psikotes yang memiliki arti alat atau instrumen untuk pemeriksaan psikologis kini semakin diragukan oleh khalayak akan fungsi dan manfaatnya.
Bagaimana tidak, psikotes yang seharusnya menjadi tolak ukur kepribadian seseorang justru hanya terpaku pada konsep tes yang cenderung tidak berubah dari waktu ke waktu. Mengakibatkan tidak adanya indikasi kemurnian hasil didalamnya, hal ini terjadi karena orang yang akan melakukan psikotes selalu mencari jawaban pada situs-situs yang telah membocorkan soal yang ada pada psikotes.
Lalu darimana titik keakuratan dari hasil psikotes itu sendiri? Banyak khalayak yang tidak memahami dengan baik tujuan dari adanya psikotes. Sehingga khalayak cenderung berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam pengerjaannya. Sedangkan sudah sangat jelas terdapat perbedaan dari tes psikologi dengan tes kognitif maupun ilmu pengetahuan lainnya. Tidak ada hasil yang terbaik dan yang terburuk pada psikotes, yang ada adalah pemilihan dan penempatan calon kandidat yang sesuai dengan karakter dan kepribadian sesuai posisi yang akan dituju.
Hal ini tentu memiliki dampak yang negatif bagi berbagai pihak. Misalnya dalam dunia kerja, bagi individu sendiri, akan mendapatkan kondisi lingkungan kerja yang tidak sesuai karakter dan kepribadiannya, sedangkan bagi perusahaan dampaknya adalah memperoleh karyawan yang tidak sesuai dengan visi misi jabatan dan perusahaan tersebut. Maka hargailah tool psikotest sama seperti seorang teknisi menjaga alat kerjanya. Tidak semua tools bisa dipakai untuk sama rata.
Peristiwa ini harus menjadi pusat penelitian bagi para psikolog di penjuru Indonesia. Bagaiamana solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan kali ini. Mengorek berbagai referensi dari negara luar akan kebijakan tes psikologi di perusahaan-perusahaan sangat penting untuk dilakukan. Begitu banyak alat psikotes yang sudah ada. Akan tetapi di negara Indonesia masih saja menerapkan alat tes yang sama, seperti Kraeplin, Pauli, Wartegg, IST, EPPS. Pengembangan instrument psikologi perlu untuk lebih digagas lagi sehingga instrument tersebut tidak monoton dan lebih bervariatif dan meminimalisir terjadinya manipulasi jawaban tes psikologi tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H