Mohon tunggu...
Indah Dwi Rahayu
Indah Dwi Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Semesta Membaca Tinta yang Tertoreh

If I might share my opinion, this world is hell, and our task is to create our own heaven - Eka Kurniawan, Beauty Is a Wound.

Selanjutnya

Tutup

Money

Perjalanan dan Tantangan Baru Industri Nikel di Indonesia

24 Februari 2021   18:11 Diperbarui: 24 Februari 2021   18:58 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: beritasatu.com

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan bahwa di tahun 2021, pemerintah telah memproyeksikan tambahan empat smelter baru yang beroperasi, sehingga totalnya ada 23 unit smelter. Dan diharapkan, target di tahun 2024 mendatang dimana Indonesia akan memiliki 53 smelter yang sudah beroperasi dapat terwujud. Kedepannya, terdapat 4 smelter tembaga, 30 smelter nikel, 11 smelter bauksit, 4 smelter besi, 2 smelter mangan, dan 2 smelter timbal dan seng.

Bukan berarti dengan berjalannya smelter tersebut perjalanan Indonesia mulus-mulus saja. Batu kerikil yang saat ini dihadapi kita adalah kabar perusahaan otomotif Tesla inc yang sebelumnya digembar-gemborkan akan membangun pabrik baterai EV di Indonesia malah berpindah haluan ke India. Mengapa demikian?

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment (INDEF), Andry Satrio Nugroho menjelaskan bahwa melimpahnya bahan baku bukan satu-satunya yang menjadi pertimbangan dalam membuat pabrikan mobil listrik melainkan juga pada lingkungan, sosial, dan tata kelola ESG (environmental, social, and governance) serta kemampuan hilir. Sayangnya, Indonesia dinilai belum siap untuk investasi berkualitas dengan ESG sebagai perhatian utamanya.

Sementara Bangalore, yang disebut sebagai kota paling hijau di India menjadi alasan perusahaan besutan Elon Musk tersebut memilih India untuk membangun pabrik mobil listrik.

Melihat kejadian ini,

kesadaran dalam menjaga lingkungan dari dampak pabrik mobil tersebut tidak boleh di rem. Benar, kan? Kita tidak berharap investor asing asingnya menjadi ragu untuk datang ke Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun