Mohon tunggu...
Indah Dwi Rahayu
Indah Dwi Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Semesta Membaca Tinta yang Tertoreh

If I might share my opinion, this world is hell, and our task is to create our own heaven - Eka Kurniawan, Beauty Is a Wound.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Awas Kelupaan! Indonesia Jangan Fokus Pada Pabrik Smelter Saja

4 Februari 2021   13:39 Diperbarui: 4 Februari 2021   13:51 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelar raja baterai listrik saat ini sedang dikejar oleh Indonesia. Demi mencapai tujuannya, berbagai usaha dilakukan mulai dari menarik investor lokal dan asing seperti Tesla, yang ramai diperbincangkan, seperti maraknya pemberitaan covid-19 menghiasi headline pemberitaan dimana-mana.

Demi mencapai gelar raja baterai listrik tersebut, Yunus Saefulhak selaku Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi mengatakan bahwa investasi asing diperlukan untuk membangun smelter HPAL. Dilansir dari Majalan Tempo (9/1), menurut Yunus dari sisi keekonomian, industri HPAL masuk kategori marginal sementara penguasa teknologi di Indonesia masih sangat terbatas.

Agar dapat menguasai teknologi tersebut, perlu adanya transfer knowledge dengan menghadirkan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia sehingga pengetahuan dan skill pekerja lokal bertambah.

Indonesia sudah tidak lagi berdiam diri di garis start. Adakah kendala di tengah jalan?

Di dalam perjalanannya, seolah-olah pemerintah bersama pengusaha belum senapas. Ketika larangan ekspor nikel diterapkan, pemerintah menaruh harapan pada pelaku usaha untuk membangun fasilitas pemurnian (smelter) nikel guna memproduksi bijih nikel menjadi salah satu bagian baterai kendaraan listrik, hingga dalam wujud baterai itu sendiri.

Agar program baterai listrik dapat berjalan dengan baik, keberlangsungan bisnis semua pelaku industri akan terjamin. Chief Executive Officer PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus menilai bahwa kebijakan pemerintah diharapkan lebih tegas lagi. Dikutip dari Majalah Tempo (9/1), pemerintah perlu segera mengeluarkan aturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

"Kita perlu syarat kecukupan untuk membentuk budaya, kebiasaan infrastruktur, agar industri dalam negeri berkembang", ujar Alexander.

Alexander menambahkan, industri ini harus dipikirkan untuk jangka panjang. Oleh karenanya, butuh pengoptimalan kuantitas nikel yang dapat diambil setiap tahunnya, selain jaminan aktivitas penghiliran tambang yang ramah lingkungan.

Para pelaku usaha sudah mengikuti kemauan pemerintah untuk membangun smelter. Di satu sisi, pemerintah tengah menggenjot pembangunan pabrik smelter nikel. Namun, sudah adakah kebijakan dari limbah tailing baterai tersebut?

Dilansir dari kompas.com, Peneliti Pusat Teknologi Material BPPT, Jarot Raharjo mengonfirmasi bahwa limbah baterai kendaraan listrik merupakan limbah B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun. Jarot menjelaskan bahwa kandungan di dalam baterai dapat membahayakan kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup.

Lalu, siapakah penanggung jawab di balik pengelolaan limbah tailing dari produksi baterai kendaraan listrik? Bagaimana menurutmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun