Perekonomian global mengalami penurunan saat virus Covid-19 menyerang dunia termasuk di Kota Wuhan, Tiongkok. Munculnya virus mematikan tersebut membuat harga nikel mengalami pemerosotan dan aktivitas sektor bisnis sempat lumpuh termasuk menghambat produksi anti karat (stainless steel)Â yang mengakibatkan harga dan permintaan turun.
Harga nikel pada bulan Desember 2019 lalu ada di angka kisaran US$14.000/ton namun mengalami penurunan pada awal bulan Maret 2020 menjadi US$11.000/ton. Di tahun 2020 tepatnya mulai bulan April, harga nikel berhasil meningkat, bahkan bulan Desember 2020 harga nikel mencapai US$17.943/ton!
Data lain dari London Metal Exchange pada hari Selasa (12/1) lalu menunjukkan harga kontrak nikel dalam periode waktu tiga bulan yang aktif ditransaksikan menguat, untuk 1 metrik ton nikel harganya dibanderol US$17.671/ton.
Sejak adanya larangan ekspor bijih nikel di Indonesia per Januari 2020 membuat beberapa negara yang terbiasa membeli nikel di Indonesia tidak bisa menaruh harapan besar. Akan tetapi, kebijakan pemerintah Indonesia tersebut tidak memengaruhi Tiongkok, sebelum larangan ekspor nikel diberlakukan, Tiongkok memanfaatkan stok yang mereka miliki.
Sebagai produsen baja stainless steel terbesar di dunia, Tiongkok menyumbang dua pertiga dari permintaan nikel global sekitar 23 juta ton pada 2019 lalu. Setelah bangkit dari pandemik Covid-19 yang melumpuhkan ekonomi Tiongkok, industri baja anti karat kembali normal diikuti permintaan berbagai negara dari luar Tiongkok yang meningkat, sehingga membuat harga nikel menjadi naik.
Analis Henan Putihrai Sekuritas Meilki Darmawan menganalisis sejumlah sentimen yang dapat mendorong peningkatan harga nikel. Data Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur di Tiongkok saat ini sudah berada di atas 50. Hal ini menandakan ekspansifnya industri di Negeri Tirai Bambu. Akibatnya, industri baja anti karat (stainless steel) Tiongkok kembali berproduksi normal dengan meningginya pemesanan dari luar Negeri Panda tersebut.
"Dampaknya adalah harga nikel yang terus meningkat karena industri baja anti karat masih menjadi konsumen terbesar komoditas nikel sekitar 77% kontribusi," pungkas Meilki.
Di dalam negeri sendiri, produksi nikel pig iron (NPI) diprediksi naik di tahun 2021 ini dengan kisaran 690.000-800.000 ton. Meskipun tidak lagi mengekspor nikel, pemerintah Indonesia sudah menemukan solusinya dengan hilirisasi nikel dan membangun pabrik baterai kendaraan listrik.
Lewat pidatonya pada hari Minggu (10/1), Presiden Joko Widodo mengharapkan Indonesia bisa tembus ke pasar industri mobil listrik global. Artinya, kita bisa mengolah bijih nikel menjadi baterai listrik lithium. Nikel di masa depan menjadi pusat perhatian dunia.
Era kendaraan listrik diperkirakan membuat harga komoditas tambang nikel menembus US$20.000/ton, faktor lainnya yang membuat reli harga nikel tak terhenti adalah adanya periode super-cycle commodity setelah pandemik Covid-19.
Pengaruh nikel di era mobil listrik sansat besar. Negara-negara akan bersaing untuk membuat kendaraan listrik terbaik, begitu pula Indonesia. Nantinya, kita akan menjadi raja baterai listrik. Sudah siapkah kamu dengan situasi di waktu mendatang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H