Tidak hanya media arus utama, hoaks juga beredar di masyarakat melalui media online. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastel (2017) menyebutkan bahwa saluran terbanyak dari penyebaran hoaks adalah website sebesar 34,90%, aplikasi chatting (Whatsapp, Line, Telegram) sebesar 62,80%, dan melalui media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Path) yang merupakan media terbanyak digunakan yaitu mencapai 92,40%.Â
Sementara itu, data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar hoax dan ujaran kebencian (Pratama, 2016).
Mengapa pada akhirnya media massa harus mengangkat hoaks yang jelas secara nyata tidak benar? Tidak ingatkah mereka terhadap keluhuran media massa yang seharusnya mencerdaskan generasi bangsa?
Apakah media saat ini adalah penyembah traffic untuk cuan semata? Mengapa media yang (katanya) berkompeten, masih percaya dengan isu tersebut? Isu yang membuat masyarakat kita menangkap mentah-mentah.
Sangat disayangkan, padahal ada tugas penting dari sebuah media: mengedukasi masyarakat, bukan mencekoki manusia dengan kebencian dan berita kebohongan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H