Mohon tunggu...
Indah PutriUtami
Indah PutriUtami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fisika, Universitas Andalas

Jika orang lain bisa, maka saya juga bisa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Hujan Es, Fenomena Lazim Namun Jarang Terjadi

20 Juni 2022   01:03 Diperbarui: 21 Juni 2022   03:34 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama ini hujan es (Hail) melanda kota Binjai, Sumatera Utara, pada Minggu (22/05/2022). Warga kota Binjai heboh sebab fenomena ini tak pernah terjadi sebelumnya. Butiran es sebesar kelereng ini, ditambah lagi dengan angin puting beliung yang cukup kuat menghantam rumah warga menyebabkan belasan rumah  rusak serta pohon bertumbangan.

Fenomena hujan es ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Beberapa daerah lainnya seperti Surabaya, Jawa Timur juga pernah mengalami hal serupa pada Senin (21/02/2022). Timbul pertanyaan mengapa fenomena hujan es ini dapat terjadi di Indonesia yang merupakan negara beriklim tropis. Lantas, apa sebenarnya penyebab terjadinya hujan es (hail) ini? Lazimkah Indonesia dengan iklim tropisnya dilanda kejadian hujan es?

Pengertian Hujan Es 

Hujan es yang dalam istilah meteorologi disebut dengan Hail adalah presipitasi yang berbentuk butiran-butiran es. 

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Fachri Rajab dalam sebuah wawancara yang ditayangkan oleh salah satu siaran TV pada (22/02/2022) menyebutkan bahwa  hujan es merupakan peristiwa yang biasa terjadi. 

"Fenomena ini merupakan  kondisi yang lazim di periode puncak musim hujan hingga dengan  periode  peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau (pancaroba)." Ujar Fachri.

Hujan jenis ini terjadi karena adanya awan konvektif yang menjulang tinggi secara vertikal, contohnya jenis awan cumulonimbus atau yang disingkat menjadi awan CB. Jenis awan ini terbentuk karena proses konveksi akibat pemanasan permukaan bumi serta akibat dari ketidakstabilan atmosfer. Awan ini terbentuk pada ketinggian yang rendah dengan lebar 1-10 km, tinggi 10-23.000 kaki, serta diperkirakann puncaknya mencapai 15000 km mendekati lapisan stratosfer. Awan jenis cumulonimbus sering berada di kawasan Indonesia karena Indonesia merupakan kawasan yang menghasilkan uap air yang tinggi, bahkan ternasuk sebagai salah satu dari 3 wilayah dengan konveksi terbesar di dunia. Oleh karena itu wajar saja jika di negara kita terjadi yang namanya Hujan Es.

Proses Terjadinya Hujan Es

Awan CB memiliki kandungan arus listrik yang besar dan pusaran udara yang kencang. Semakin tinggi posisinya, maka akan terbentuk es dan awan badai, yakni awan badai bawah (downburst) dan awan badai besar (microburst).  Karena adanya aliran udara naik (updraft) yang sangat kuat pada awan ini, uap air akan terdorong naik ke atas. Pada saat uap air melewati lapisan freezing level, maka uap air akan berubah menjadi es dan kemudian akan menjadi satu dan bergabung menjadi es yang berukuran besar (hailstone). Hailstone ini kemudian akan terdorong sampai ke bawah permukaan awan.  Pada saat hailstone mencapai permukaan awan, maka hailstone sebesar bola golf akan mencair akibat  udara panas di sekitar awan. Hal ini arena Indonesia merupakan negara tropis, sehingga suhu di sekitar awan akan lebih tinggi dibanding suhu di dalam awan. Namun, karena adanya dorongan angin yang sangat kuat yang disebut down draft, menyebabkan partikel es ini turun dengan cepat sebelum sempat mencair dan turun ke bumi masih dalam bentuk kristal-kristal es.

Indikasi akan terjadinya Hujan Es 

            Sebagaimana dikutip dari laman BMKG, beberapa hal yang menjadi indikasi akan terjadinya hujan es antara lain:

  1. Udara pada malam hingga pagi akan terasa panas dan gerah. Hal ini disertai dengan kelembaban yang cukup tinggi ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb (> 60%)
  2. Terlihat awan cumulonimbus, berwarna abu – abu, menjulang tinggi seperti bunga kol.
  3. Pepohonan disekitar tempat kita berdiri ada dahan atau ranting yang mulai bergoyang cepat.
  4. Terasa ada sentuhan udara dingin disekitar tempat kita berdiri
  5. Jika 1 - 3 hari berturut - turut tidak ada hujan pada musim transisi/pancaroba/penghujan, maka ada indikasi potensi hujan lebat bahkan hujan es yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun