Mohon tunggu...
Indah BudiSulistiyowati
Indah BudiSulistiyowati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mendengarkan musik dan membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dalam Mempertahankan Sumber Daya Alam

17 Januari 2024   07:56 Diperbarui: 17 Januari 2024   08:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.Indah Budi Sulistiyowati

30302200128

2.Sinta Nur Alfiyani

30302200259

Abstract

 Community Customary Law that live in communities in various regions in Indonesia, including in Maluku Province is a reality that is often ignored and marginalized in development primarily for the acquisition and utilization of natural resources which become the foundation of life is poverty implications. In order to maintain their rights over natural resources and use them properly, then the Government should give a fair treatment and opportunity for customary law community to be involved in determining the utilization of natural resources under their control at territory, as well as with private parties who obtain permission management natural resources customary law community concerned, to provide support in ways that can improve people's welfare. 

A. Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Sumber daya alam mineral, gas, minyak,batu bara emas, sumber daya hutan, sumber daya pesisir dan laut yang terdapat hampir merata di seluruh Indonesia, merupakan pemberian Tuhan yang sangat bernilai kepada rakyat dan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, ungkapan bahwa Indonesia seperti untaian zamrud di khatulistiwa, atau kolam susu di wilayah nusantara, merupakan ekspresi yang mengambarkan keindahan dan kekayaan alam negeri tercinta ini.
Kekayaan sumber daya alam dipahami sebagai modal penting dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Karena itu, atas nama pembangunan yang diabdikan pada pengejaran target pertumbuhan ekonomi, demi peningkatan pendapatan dan devisa Negara, maka pemanfaatan sumber daya alam dilakukan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip keadilan,demokrasi dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam. Implikasi yang ditimbulkan dari pemanfaatan sumber daya alam 2 yang mengedepankan pencapaian pertumbuhan ekonomi semata adalah secara perlahan namun pasti akan menimbulkan kerusakan dan degradasi kualitas maupun kuantitas sumber daya alam.
Pada sisi lain, pemanfaatan sumber daya alam yang semata-mata mementingkan target peningkatan pendapatan dan devisa Negara, juga menimbulkan implikasi sosial budaya yang cukup memprihatinkan. Banyak konflik mengenai hak penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam antara masyarakat hukum adat dengan pemerintah atau pihak swasta pemegang konsesi hutan maupun kuasa pertambangan atau izin-izin lainnya yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Implikasi lain yang mengiringinya adalah kemiskinan yang mewarnai kehidupan masyarakat hukum adat di lokasi dimana berlangsung kegiatan --kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, yang pada akhirnya berbagai bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia, termasuk hak-hak masyarakat hukum adat terjadi mengiringi praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam selama beberapa dekade terakhir ini. Apabila dicermati secara substansial,sesungguhnya persoalan-persoalan yang muncul dalam pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana diuraikan di atas bersumber dari anutan paradigma pengelolaan sumber daya alam yang sentralistik, berpusat pada negara, menggunakan pendekatan sektoral, dan mengabaikan hakhak asasi manusia. Paradigma ini selain tidak mengutamakan kepentingan konservasi dan perlindungan serta keberlanjutan fungsi sumber daya alam, juga tidak secara utuh memberi ruang bagi partisipasi masyarakat, serta mengabaikan hak-hak masyarakat hukum adat atas penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Pemerintah dalam berbagai kebijakan pengelolaan sumber daya alam, selalu berpegang pada konsep yuridis Pasal 33 (ayat 3) Undang-Undang dasar 1945, bahwa bumi, air , dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan berpedoman pada konsep yuridis ini, maka pemerintah dengan dalih pertumbuhan 3 ekonomi dan demi kemakmuran rakyat, kemudian memberikan berbagai izin yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam baik di darat maupun pesisir laut, sebagaimana dijelaskan di atas, tanpa mempertimbangkan secara matang dampak negatif yang dialami oleh masyarakat, terutama masyarakat hukum adat yang mendiami tempat dimana praktek-praktek pemanfaatan sumber daya alam itu dilakukan, serta mengabaikan eksistensi masyarakat hukum adat beserta hakhaknya atas sumber daya alam.
Masalah hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam baik sumber daya alam laut maupun darat sudah menjadi perhatian dan bahkan sudah menjadi bahan pembicaraan yang serius di berbagai kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan karena beberapa dasawarsa terakhir ini, hak-hak mayarakat hukum adat atas sumber daya alam hutan dan laut selalu menjadi incaran dan sasaran eksploitasi para investor yang didukung oleh pemerintah dengan memberikan izin konsesi maupun izin pengelolaan lainnya. Jika secara terus menerus eksploitasi ini dilakukan dengan cara yang tidak mengindahkan eksistensi masyarakat hukum adat serta hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam, menimbulkan pertanyaan apakah masyarakat hukum adat dapat mempertahankan eksistensinya serta hak-haknya atas sumber daya alam yang secara de facto maupun de yure telah diakui melalui berbagai instrument hukum.
Secara de facto, jauh sebelum Negara Republi Indonesia ini berdiri, telah hidup bermacam-macam masyarakat hukum adat dalam komunitas-komunitas yang tersebar di seantero nusantara. De yure, pengakuan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat kini telah diatur di dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

B.Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Pengakuan Terhadap hak-haknya

Indonesia sebagai bangsa menuliskan sesanti Bhineka Tunggal Ika, berbedabeda suku, agama, ras dan golongan namun bersatu dalam satu kesatuan Negara sejak 17 Agustus 1945 dengan Pancasila sebagai landasan filosofisnya. Sebelum Indonesia merdeka berbagai masyarakat yang berdiam di berbagai komunitas baik di 4 kepulauan besar maupun kecil itu, hidup menurut hukum adatnya masing-masing, sehingga Van Volenhoven membagi- bagi masyarakat Indonesia ke dalam 19 lingkungan Hukum Adat ( adat rechtkringen).
Sementara dalam Penjelasan UUD 1945, dinyatakan bahwa dalam teritori Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelf besturende land schappen dan volksgemeen shappen, seperti Desa di jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya. Daerah- daerah mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat diaggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Kemudian dinyatakan pula "Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak asal usul daerah.
Eksistensi masyarakat hukum adat dapat diuraikan menurut aspek teoritis dan aspek yuridis.

1).Aspek teoritis

Ter Haar (1981), mendiskripsikan persekutuan-persekutuan hukum atau untuk mudahnya disebut saja masyarakat hukum adat yaitu: "......gerombolan-gerombolan yang teratur, bersifat tetap dengan mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan, yang berwujud dan tidak berwujud.
Hazairin (dalam Soerjono Soekanto, 1981), menyebutkan bahwa masyarakat hukum adat adalah seperti Desa di jawa, marga di sumatera, Selatan Nagaridi Minangkabau Kuria diTapanuli, Wanua di Sulawesi Selatan, adalah kesatuankesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesataun penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasar hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilineal, matrilineal, dan bilateral) mempengaruhi sistem pemerintahanya. Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya.
Ada 4 (empat) faktor untuk memastikan adanya masyarakat hukum adat yaitu:
1). Adanyasatu kesatuan manusia yang eratur,
2). Menetap di suatu daerah tertentu;  
3). mempunyaipenguasa; dan
4). mempunyai kekayaan berwujud dan tidak berwujud,
Dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang sewajarnya menurut kodrat alam, dan tidak seorangpun diantara para angota itu mempunyai pikiran atau kecederungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu, atau meninggalkannya, dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.
Ciri-ciri dan model sebagaimana dikemukakan oleh Hazairin di atas sudah sejak lama dikenal di Propinsi Maluku dengan ukuran dan nama yang beragam. Kesatuan masyarakat hukum adat ini dari dahulu eksistensinya sangat berpengaruh dalam berbagai aspek, baik pemerintahan, ekonomi, pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam.
R.Z Titahelu (2003), menyatakan diperlukan konsep yang jelas mengenai masyarakat hukum adat, menurutnya secara sederhana dapat dikatakan bahwa masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang masih menggunakan hukum adat di dalam pergaulan hidup sehari-hari tidak saja di dalam lapangan keagamaan, akan tetapi juga di dalam lapangan pemerintahan, sosial, ekonomi maupun budaya.
Lebih lanjut dikemukakan oleh Titahelu,ada tiga kriteria untuk dapat membantu menetapkan ada tidaknya masyarakat hukum adat yaitu:
Adanya sebuah masyarakat yang langsung menyebut dirinya sebagai masyarakat adat
Adanya susunan khas dan turun temurun dalam lingkup sosial maupun pemerintahan masyarakat itu
Adanya wewenang dalam hal penyelenggaraan pemerintahan (umumnya sangat berpengaruh), maupun dalam penyelenggaraan di bidang social, politik, budaya maupun ekonomi masyarakat secara keseluruhan di atas wilayah tertentu yang cukup luas bukan sekedar suatu wilayah pemukiman dan sumber kehidupan seadanya.
Dengan demikian, adanya masyarakat tertentu dengan wilayah petuanan (ulayat) dimana mereka menjalani kehidupan di bidang politik, sosial, ekonomi 6 maupun budaya secara teratur dan menjadi satu kesatuan dengan dirinya, merupakan tanda adanya masyarakat hukum adat.
2).Aspek Yuridis
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun