Mohon tunggu...
Indah Tri Utami
Indah Tri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - life is opportunity and study until you know everything | Mahasiswi Akuntansi Dosen Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak. NIM 43220010124 INDAH TRI UTAMI Universitas Mercu Buana Jakarta

Nama : Indah Tri Utami - NIM : 43220010124 - Mata Kuliah : Teori Akuntansi - Dosen Pembimbing : Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak - UNIVERSITAS MERCU BUANA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2_Teori Akuntansi Pendekatan Semiotika Roland Barthes

21 Mei 2022   22:11 Diperbarui: 22 Mei 2022   11:21 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tahap-deskripsi-jpg-6289b9eec01a4c54da450972.jpg
tahap-deskripsi-jpg-6289b9eec01a4c54da450972.jpg
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kesamaan Baudrillard dan de Saussure adalah ketika menafsirkan tanda pada tingkat pertama, denotasi. Kesamaan dengan teori Roland Barthes adalah pada makna tingkat kedua, makna konotasi, yang termasuk dalam simulacrum dalam teori Baudrillard.

Sedangkan pemaknaan pada tingkat ketiga dengan konsep baru disebut hiper-realitas. Hiper-realitas sebenarnya merupakan bagian dari ciri mitos Barthes, di mana "konsep" mendistorsi bentuk, sehingga makna dalam sistem tingkat pertama (denotatif manajemen adalah jika "pendapatan" tidak lagi mengacu pada pendapatan dan pengeluaran riil. Oleh karena itu, pendapatan Jenis data apa yang digunakan dalam penelitian semiotika? makna) tidak lagi mengacu pada fakta yang sebenarnya (McGoun et al., 2007). Berikut adalah persamaan makna mitis menurut Barthes dan hiper-realitas menurut Baudrillard.

Dari ketiga teori semiotika de Saussure, Barthes, dan Baudrillard dapat disimpulkan bahwa konsep "tanda" de Saussure merupakan dasar pemikiran kritis Barthes dan postmodernisme Baudrillard. Saussure mendefinisikan tanda sebagai refleksi realitas atau makna denotasi.

Barthes menafsirkan denotasi Saussure secara kritis sebagai konotasi dan makna mitos sebagai kritik ideologis. Sedangkan Baudrillard melampaui makna denotasi, konotasi, dan mitos dengan istilah dari simulacrum dan hiper-realitas. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, makna konotasi Barthes hampir sama Bagi Baudrillard, tanda bukan lagi kedok ideologi seperti yang dimaksudkan Barthes, tetapi tanda adalah realitas hipper tanpa subjek. Baudrillard menjelaskan bahwa dunia hiper-realitas adalah dunia yang dipenuhi dengan reproduksi simulacrum objek-objek simulacrum secara bergantian yang kehilangan realitas sosial masa lalunya, atau tanpa realitas sosial sebagai acuannya (Piliang, 1999: 90). mirip dengan simulacrum Baudrillard. Sifat distorsi dari mitos Barthes sebenarnya juga melekat pada ciri-ciri realitas hipper. Poin penting pembeda antara mitos dan hipper-realitas adalah mitos sebagai kritik terhadap ideologi yang bersubjek kapitalis, sedangkan hipper-realitas tanpa subjek.

Adanya denotasi dan konotasi merupakan pembeda antara semiologi Saussure dan Barthes meskipun Barthes masih menerapkan penanda-penanda istilah Saussure. Barthes juga menambahkan mitos dalam semiotikanya untuk menandai masyarakat. Mitos berada pada tanda tingkat kedua. Artinya, setelah tanda-penanda-petanda terbentuk, tanda itu akan menjadi tanda baru. Tanda baru pada tataran pertama disebut denotasi atau sistem terminologi, sedangkan tanda pada tataran kedua disebut konotasi. Ketika sebuah tanda memiliki makna denotasi maka denotasi berkembang menjadi makna konotasi, konotasi tersebut akan menjadi mitos. Mitos terungkap setelah memaknai denotasi menjadi makna konotasi. Penulis menganggap bahwa semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda-tanda. Menelaah tanda adalah tentang studi tentang tanda, fungsi tanda dan produksi tanda. Barthes mengedepankan semiotika Saussure dengan menambahkan elemen lain dalam semiotikanya; denotasi, konotasi, dan mitos.

Menurut Bagi Baudrillard, tanda bukan lagi kedok ideologi seperti yang dimaksudkan Barthes, tetapi tanda adalah realitas hipper tanpa subjek. Baudrillard menjelaskan bahwa dunia hiper-realitas adalah dunia yang dipenuhi dengan reproduksi simulacrum objek-objek simulacrum secara bergantian yang kehilangan realitas sosial masa lalunya, atau tanpa realitas sosial sebagai acuannya (Piliang, 1999: 90). Berikut menjelaskan perbedaan konsep semiotika, paradigma pemikiran, serta contoh penelitian de Saussure, Barthes, dan Baudrillard:

konsep-semiotika-jpg-6289ba0abb4486081d14bf82.jpg
konsep-semiotika-jpg-6289ba0abb4486081d14bf82.jpg
B. Bagaimana Caranya? Penelitian Semiotik Metode Kerja?

Teks dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, teks yang merepresentasikan pengalaman yang dianalisis dengan teknik elisitasi sistematis dan analisis teks yang bertumpu pada kata atau teks sebagai sistem tanda. Teknik elisitasi sistemik adalah mengidentifikasi elemen teks yang merupakan bagian dari suatu budaya dan memeriksa hubungan antara elemen-elemen tersebut. Kedua, teks sebagai objek analisis dengan menganalisis percakapan, narasi, parole, atau struktur gramatikal. Bagaimana cara menganalisis teks? Analisis teks menggunakan analisis isi berbasis teks (Chariri, 2009).

C. Jenis data akuntansi apa yang dapat digunakan dalam penelitian semiotik? 

Semua teks yang berhubungan dengan akuntansi dapat digunakan sebagai data, termasuk laporan keuangan, Catatan Laporan Keuangan (CALK), rencana strategis organisasi (renstra), opini auditor (Pujiningsih et al., 2017); Laporan CSR, laporan keuangan; hasil wawancara dengan penulis akuntan dan non akuntan; gambar foto dalam laporan keuangan; fotografi akuntan; film akuntan.

D. Bagaimana menganalisis "teks akuntansi"? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun