Mohon tunggu...
Indah Noor Ramadhani
Indah Noor Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - — 1999

—

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Esensial Pemenuhan Kebutuhan Seksual Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

29 Mei 2022   20:00 Diperbarui: 29 Mei 2022   20:02 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

2.  Sarana dan fasiIitas yang disediakan

Adanya conjugaI room adaIah saIah satu piIihan yang Iogis. Alternatif ini antara lain dapat mengakomodir kebutuhan narapidana, keluarganya, serta persoalan keamanan. Akan tetapi, fasilitas kamar conjugaI kemungkinan besar akan mengalami kesulitan karena dalam pelaksanaannya membutuhkan SDM yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan, serta lokasinya mesti memadai. Selain itu, meski kapasitas penjara sangat terbatas dan over kapasitas, penerapan ruang konjugasi ini sangat mahal serta sangat besar dalam konstruksi dan pemeliharaannya. Oleh karenanya, diperlukan kerjasama dari para tokoh agama, disertai dengan ketentuan untuk pelaksanaan konjugasi visi yang sampai saat ini belum ada norma yang ditetapkan.

3. Pemberian asimiIasi cuti mengunjungi keIuarga seIama 2x24 jam

Pasal 14 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pembetulan dan Tata Cara Pelaksanaannya, yang dituangkan dalam PP No. 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Narapidana di Lapas berupa kesempatan, mengatur pemenuhan cuti kunjungan keluarga 2x24 jam atau dua hari di rumah keluarga bagi narapidana yang telah memenuhi syarat, terutama pasangan suami istri. Jelas, ini berat untuk dilakukan, karena ada beberapa evaluasi dan minimal setengah dari waktu yang dibutuhkan di penjara untuk mendapatkan atau memenuhi standar. Oleh karenanya, narapidana harus menunggu cukup lama untuk memuaskan dorongan seksualnya. Memang, sistem pemberian cuti mengunjungi keluarga harus diselidiki lebih mendalam, dan pengaturan yang diberikan dapat dibuat lebih spesifik.

EsensiaI Kebijakan Pemenuhan Hak Atas Kebutuhan SeksuaI bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Pemerintah mengawasi pemenuhan tuntutan fisiologis narapidana, khususnya kebutuhan makanan mereka di lingkungan penjara. Akan tetapi, beberapa persyaratan fisiologis, seperti dorongan untuk seks, tidak diatur oleh hukum yang jelas atau ambigu. Dengan demikian, hak asasi narapidana untuk memuaskan hasrat seksualnya tetap tidak terpenuhi. Kondisi ini dikarenakan hasrat seksual adalah kebutuhan manusia yang normal yang harus dipenuhi oleh setiap manusia serta diyakini bahwa narapidana atau individu dapat melakukan penyimpangan seksual jika mereka kehilangan interaksi seksual. Hal ini adalah aspek buruk dari penjara di Indonesia, di mana fenomena epidemiologi yang mempromosikan perilaku menyimpang secara seksual tumbuh. Tingkat pelecehan seksual di tahanan adalah 7,5 kaIi lebih tinggi daripada di populasi umum; ini menunjukkan bahwa masalahnya hanya di puncak gunung es, yang mengarah pada kelebihan kapasitas dan sumber daya yang tidak memadai di penjara.

Pemenuhan kebutuhan biologis merupakan kebutuhan mendasar bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin. Akan tetapi, jika Anda dipenjara, keinginan ini mau tidak mau akan terganggu. Menurut Dr. Boyke, jika seorang pria kesulitan mengungkapkan hasrat seksualnya, hal itu bisa mengakibatkan penyimpangan seksual. Di Lapas, kasus penyimpangan seksual sering terjadi, seperti analisis seksual yang disebabkan oleh hambatan dalam saluran seks narapidana. Di penjara, hubungan sesama jenis telah berkembang luas. Kondisi ini berdampak bila narapidana menjadi korban kelainan seksual tersebut. Biasanya, korban kepuasan seksual di kalangan narapidana adalah individu yang masih sangat muda.

Terkait dengan mereka yang menjalani hukuman di Lapas. Jelas, tingkat proporsionalitas pembatas itu akan berbeda dengan orang yang tidak menjalani hukuman penjara. Hasrat seksual narapidana sebagai hak asasi manusia harus diatur oleh berbagai studi dan batasan yang memiliki pemahaman yang kuat pada institusi nilai komunitas dan tidak mengkompromikan nilai keadilan publik. Kondisi ini dikarenakan seorang tahanan tidak kehilangan apa pun kecuali hak atas kebebasan. Hak-hak lain, seperti terlibat dalam aktivitas seksual, juga harus dihormati.

KesimpuIan yang dapat ditarik daIam esensiaI pemenuhan kebutuhan hak seksuaI narapidana di Lembaga Pemasyarakatan yakni :

  • Pelaksanaan hak narapidana untuk memenuhi tuntutan seksualnya tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dimana dalam pelaksanaannya tidak dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai atau terdapat conjugaI room yang berkaitan dengan conjugaI visit  yang belum terlaksana dengan baik. Kondisi ini disebabkan berbagai kendala, seperti fasilitas yang kurang memadai serta kurangnya dukungan dan perhatian pemerintah.
  • Pemenuhan hak narapidana atas kebutuhan seksual sangat penting karena penjara di Indonesia terus berjuang melawan kepadatan, meskipun faktanya masalah ini jarang diakui. Kegagalan untuk memenuhi hak atas kebutuhan seksual akan berdampak parah pada narapidana itu sendiri, terutama pada laki-laki yang mengalami hambatan dalam mengekspresikan keinginan seksual mereka, yang dapat menyebabkan penyimpangan seksual. Oleh karena itu,  penjara harus diubah menjadi lebih inventif, atau undang-undang harus diubah, dengan bantuan Komnas HAM.

Adapun saran yang dapat diterapkan seperti :

  • Pemerintah Republik Indonesia mesti melakukan evaluasi terhadap kejadian-kejadian tertentu yang berhubungan dengan penjara. Adanya kejadian atau penemuan narapidana yang melakukan perilaku menyimpang karena kurangnya fasilitas untuk memenuhi kebutuhan seksualnya harus segera ditanggulangi dengan menerapkan peraturan yang tepat.
  • Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat berinovasi sesuai dengan amanatnya, yang berkaitan dengan masalah pemenuhan kebutuhan seksual narapidana. Inovasi ini dapat melibatkan Komnas HAM atau lembaga lain yang dapat diminta untuk bekerja sama menyelesaikan masalah ini untuk mendapatkan solusi terbaik.
  • Bagi narapidana untuk menekan hasrat seksualnya. Kondisi ini akibat tidak dipenuhinya haknya sehingga melakukan hubungan seksual yang menyimpang.
  • Bagi pembuat undang-undang melakukan penelitian tentang undang-undang yang berkaitan dengan fasilitas Lapas. Selain itu, undang-undang yang berkaitan dengan topik yang diselidiki memerlukan kontrol yang lebih tepat terhadap kepuasan tuntutan seksual narapidana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun