Mohon tunggu...
indaaa indriani
indaaa indriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hidup adalah tentang berjuang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tahapan Psikososial Erik Erikson : Dinamika Perkembangan diri

18 Januari 2025   09:47 Diperbarui: 18 Januari 2025   09:47 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tahapan Psikososial Erik Erikson: Dinamika Perkembangan Diri

Erik Erikson, seorang psikoanalis dan teori perkembangan terkenal, mengenalkan konsep tahap-tahap psikososial yang menawarkan pemahaman mendalam tentang perkembangan individu sepanjang hidupnya. Teori ini terdiri dari delapan tahap yang masing-masing memiliki krisis atau tantangan yang harus dihadapi individu. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi tahapan psikososial menurut Erikson dan bagaimana dinamika perkembangan ini membentuk identitas dan kesehatan mental individu.

1. Kepercayaan vs. Ketidak Percayaan (0-1 tahun)

Pada tahap awal kehidupan, bayi harus mengembangkan rasa kepercayaan terhadap lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Ketika orang tua atau pengasuh memberikan perhatian, kasih sayang, dan kebutuhan dasar secara konsisten, bayi akan merasa aman. Namun, jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, ketidakpercayaan dan rasa waspada terhadap dunia akan berkembang. Kepercayaan yang kuat pada tahap ini menjadi fondasi penting bagi perkembangan individu di masa depan.

2. Otonomi vs. Malu dan Ragu (1-3 tahun)

Setelah berhasil membangun dasar kepercayaan, anak memasuki tahap di mana mereka mulai mengembangkan otonomi. Dalam fase ini, anak bereksperimen dengan kemandirian melalui kegiatan sehari-hari, seperti belajar menggunakan toilet atau memilih pakaian sendiri. Dukungan dan dorongan dari orang tua sangat penting. Sebaliknya, jika anak sering dihukum atau dikritik, mereka dapat mengalami rasa malu dan keraguan yang dapat memengaruhi perkembangan rasa percaya diri mereka.

3. Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)

Anak-anak mulai menjelajahi dunia melalui inisiatif dan kreativitas. Mereka mulai mengambil inisiatif dalam permainan dan interaksi sosial. Pada tahap ini, orang tua dan pengasuh harus memberikan kebebasan serta dukungan agar anak dapat bereksperimen tanpa rasa bingung. Jika anak merasa tindakan mereka tidak diterima atau sering merasa bersalah, mereka dapat mengembangkan rasa bersalah yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk mengambil inisiatif di masa depan.

4. Per industri vs. Inferioritas (6-12 tahun)

Di sekolah, anak-anak belajar keterampilan baru dan berinteraksi dengan teman-teman sebaya. Mereka mengembangkan rasa industri ketika merasa berhasil dalam mencapai pencapaian akademis dan sosial. Sebaliknya, jika mereka merasa inferior atau kurang berprestasi dibandingkan teman-teman, hal ini dapat mengarah pada ketidakpercayaan diri. Oleh karena itu, dukungan dari orang tua dan guru sangat penting dalam membantu anak mengatasi tantangan ini.

5. Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 tahun)

Tahap remaja adalah masa krisis identitas yang mendalam. Remaja mulai mencari jati diri mereka, cara berpakaian, dan cara berinteraksi dengan orang lain. Mereka mencoba berbagai peran untuk menemukan siapa diri mereka. Jika mereka gagal dalam menemukan identitas yang konsisten, mereka dapat mengalami kebingungan peran, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emosional. Perlunya eksplorasi dalam lingkungan yang aman menjadi sangat krusial di tahap ini.

6. Intimacy vs. Isolasi (18-40 tahun)

Setelah remaja, individu memasuki fase dewasa muda, di mana mereka mencari hubungan intim dengan orang lain. Pada tahap ini, penting untuk membangun hubungan yang sehat dan mendalam. Kegagalan dalam menjalin hubungan dapat mengarah pada perasaan kesepian dan isolasi. Oleh karena itu, kemampuan untuk berkomunikasi dan berkomitmen adalah kunci untuk mencapai tahap ini dengan sukses.

7. Generativitas vs. Stagnasi (40-65 tahun)

Pada fase ini, individu mulai fokus pada kontribusi mereka terhadap masyarakat dan generasi berikutnya. Hal ini bisa melalui pekerjaan, pendidikan, atau peran dalam keluarga. Generativitas membawa perasaan tujuan dan makna, sementara stagnasi merujuk pada perasaan tidak puas dan terjebak dalam rutinitas. Dukungan dalam mencapai tujuan yang lebih besar dapat meningkatkan kepuasan hidup.

8. Integritas vs. Putus Asa (65 tahun ke atas)

Tahap terakhir ini melibatkan perenungan sepanjang hidup. Individu mengevaluasi pencapaian mereka dan mencermati apakah mereka merasa puas dengan hidup mereka. Rasa integritas datang ketika seseorang merasa bangga dengan hidup dan keputusan mereka. Sebaliknya, perasaan putus asa dapat muncul jika mereka merasa banyak yang terlewatkan. Pada tahap ini, penting untuk mendukung individu dalam menciptakan arti dan refleksi positif.

Kesimpulan

Teori psikososial Erik Erikson memberi wawasan yang mendalam tentang bagaimana individu berkembang melalui berbagai fase kehidupan. Setiap tahap menghadirkan tantangan yang unik, dan pemecahan krisis tersebut sangat penting untuk kesehatan mental dan pengembangan identitas yang positif. Dengan memahami tahapan ini, kita dapat memberikan dukungan yang lebih baik untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita, menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan yang sehat dan seimbang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun