Mohon tunggu...
Indah Amalia
Indah Amalia Mohon Tunggu... guru -

seorang guru sekolah dasar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dialah Ayahmu,Nak

16 Mei 2014   00:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:29 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apakah kau bahagia ketika ayahmu pulang kemarin, Dan?" tanyaku.

"Ya bahagia, Bu." Danis menjawab sambil tersenyum. Senyum khas anak kecil usia sembilan tahun, sangat polos

"Kalau ayahnya bu guru pulang, bu guru sedih,Dan."

"Lho, kenapa, Bu?" Danis heran

Sore ini adalah kesekian aku mengantar Danis murid kelas 3 yang ditunjuk oleh kepala sekolah untuk mengikuti lomba bercerita. Di perjalanan yang memakan waktu sekitar 15 menit mengendarai sepeda motor, kami selalu menceritakan banyak hal. Jalan pulang ke rumah Danis sepi. Harus melewati pemakaman, belum lagi jarak rumahnya yang jauh sekitar 30 menit jika berjalan kaki. Kondisi jalan yang naik turun dan rusak di sana sini membuat laju motorku terhambat. Sebagai guru, aku ingin selalu dekat dengan anak-anak didikku. Mereka semua menyenangkan dan lugu. Mayoritas dari mereka berasal dari desa yang terletak di bukit belakang sekolah. Suasana sore yang sepi, ditambah Danis adalah anak penakut membuatku tak keberatan mengantarnya pulang setiap selesai latihan.

Sore ini kami kembali membahas ayah Danis yang kemarin sore baru kutahu bahwa di usianya yang ke sembilan tahun, ia baru pertama kali bertemu ayahnya. Ayah Danis merantau ke ibukota dan menikah dengan perempuan lain di sana. Ayahnya tak pulang selama sembilan tahun. Tanpa menafkahi istri dan anaknya. Hidup keluarga Danis di bukit yang serba kekurangan membuat ibunya sering sakit dan sedih memikirkan nasibnya. Kakak perempuannya sangat gigih bekerja membantu sang ibu. Kakaknya tak pernah malu mengerjakan pekerjaan yang dapat membantu keuangan keluarga. Yang penting halal, katanya.

"Waktu ayahmu pulang, kamu dikasih apa,Dan?"

"Banyak Bu. Uang, mie, dan lain-lain. Ibu kenapa ga suka kalau ayahnya pulang?"

Dengan senyum dan tak kuhiraukan pertanyaannya, aku berkata

"Kalau kau besar nanti, jadilah lelaki tangguh yang bertanggung jawab dengan keluarga. Tetaplah menghormati kedua orang tuamu. Ayahmu, meskipun ia jarang pulang, jangan membencinya. Beliau tetap ayahmu. Tak ada istilah mantan anak. Berbaktilah terutama ibumu. Jangan membuat ibumu sedih. Buatlah ia bangga padamu, Dan.

Danis mengangguk. Senyumnya seperti biasa. Polos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun