Mohon tunggu...
Ann Revano
Ann Revano Mohon Tunggu... Human Resources - Melabuh Menembus Imajinasi Dini

Pekerja │ Single Parent │ Perempuan Peka Pecandu Kopi Hitam Tanpa Gula │ Si Kaum Kalajengking Yang Senang Menyendiri dan Bersembuyi Dalam Cangkang Rahasianya │ Penyuka Diskusi Tentang Tuhan dan Kehidupan │ Pemilik Mimpi 'Suatu Hari Menjadi Penulis Novel'

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepucuk Surat untuk Rein

20 Oktober 2020   11:02 Diperbarui: 20 Oktober 2020   11:13 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lalu dengan cepat Nuke membuka pintu mobil dan berjalan menuju pagar rumahnya. Dan Rein pun hanya diam termangu menatap Nuke yang berjalan tanpa menoleh lagi.

Rein pun melajukan mobilnya perlahan di tengah keheningan malam. Ada air mata mendesak di pelupuk matanya, namun segera ia putar lagu R&B untuk sedikit meredam sesaknya. Ia harus pulang untuk melanjutkan menata kopernya dengan perlengkapan yang akan ia bawa esok.

Sore itu, Nuke berjalan gontai meninggalkan ruang kecil Yayasan Pelita Kasih. Pemilik yayasan yang sudah beberapa kali ia temui tak juga memberikan informasi apapun tentang keberadaan bayi yang di serahkan ke yayasan itu dua tahun lalu. 

Sementara Nuke sudah menjelaskan bahwa ia tak bermaksud mengambil kembali bayi yang sudah di adopsi oleh sebuah keluarga atas perjanjian yang orang tuanya tanda tangani. Ia hanya ingin mengetahui alamat orang tua angkat anaknya agar ia bisa datang untuk melihat anak yang ia rindukan selama dua tahun ini. Ia hanya menghiba untuk di berikan satu kali kesempatan, namun lagi lagi usahanya tidak membuahkan hasil.

Nuke melirik jam tangannya. Masih tiga jam lagi penerbangan Rein ke Amsterdam. Hatinya gundah antara ingin pergi menyusul Rein ke bandara atau pulang ke rumah, tidur dengan harapannya yang kembali padam. Nuke yang masih melamun di pinggiran jalan kemudian menghentikan taxi yang lewat di hadapannya. Ia meminta supir taxi mengantarnya ke bandara dengan segera.

Sepanjang perjalanan ia hanya terus melamun dan berpikir apa yang harus ia katakan kepada Rein tentang mendung yang selama ini menyelimuti mata dan hatinya, yang membuatnya bagai wanita tak berperasaan. Ia bukan tidak tahu dengan kekecewaan Rein padanya dan juga bukan karena ia tidak memiliki rasa yang sama dengan Rein. Hanya saja, ia tak siap Rein tahu tentang masa lalu yang selama ini ia simpan rapat sebelum Rein hadir dalam hidupnya.

Taxi tiba di terminal tiga, dan Nuke segera berjalan menuju ruang keberangkatan. Tanpa sulit mencari, dari kejauhan ia melihat ayah dan ibu Rein duduk membelakangi ruang tunggu berkaca. Sementara Rein duduk di sebelah mereka dengan mata mengarah pada laptopnya. Nuke setengah bersembuyi di balik dinding, berharap Rein tidak menoleh ke belakang dan melihatnya. Lalu Nuke duduk di salah satu meja resto di depannya. Ia pun mengambil bolpen dan kertas dari dalam tas nya. Dan jemarinya mulai menulis sepucuk surat untuk Rein;

Rein, 

Hujan tidak pernah jatuh di tempat yang salah

Ia akan terus membasahi padang hati yang kering

Namun sebelum tetesannya bermuara pada oase yang hilang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun