Mohon tunggu...
Incani Indri
Incani Indri Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati generasi

Tertarik dengan isu generasi, politik dll

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketersediaan Air Kurang, Rakyat Terancam Kemiskinan

16 September 2024   08:47 Diperbarui: 16 September 2024   08:47 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Air bersih menjadi salah satu kebutuhan dasar rakyat yang harus terpenuhi. Air bersih diperlukan guna memenuhi berbagai kebutuhan. Namun realitasnya ketersediaan air bersih masih sulit didapat oleh masyarakat. Padahal Indonesia termasuk negara dengan sumber daya air yang melimpah. Bahkan, menyimpan enam persen potensi air dunia.

Namun ironisnya, beberapa penelitian justru memprediksi Indonesia akan mengalami krisis air di beberapa tahun mendatang. Laporan Proyeksi Ketersediaan Air oleh Badan Pusat Statistik bahkan menyebutkan, ketersediaan air per kapita di Indonesia diprediksi pada 2035 tersisa 181.498 meter kubik per kapita per tahun, berkurang jauh dari ketersediaan pada tahun 2010 yang mencapai 265.420 meter kubik per kapita per tahun.

Akses air minum layak di Indonesia tercatat 93 persen. Namun hanya 11,9 persen yang terkategori aman. Hasil Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 menyatakan, bahwa 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengonsumsi air minum yang terkontaminasi bakteri Escherichia coli (E-coli).

Konsumsi Air Kemasan, Rakyat Dilanda Kemiskinan

Ditengah kebutuhan air bersih yang mendesak, penggunaan air kemasan menjadi semakin meningkat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase rumah tangga yang menggunakan air minum dalam kemasan terus mengalami peningkatan, terutama di daerah perkotaan. Data Kementerian Perindustrian tahun 2023 menyebutkan, 31,87% penduduk Indonesia menggunakan air minum isi ulang sebagai sumber utama air minum.

Namun peningkatan konsumsi air minum dalam kemasan ini menimbulkan dampak lanjutan terhadap ekonomi rumah tangga. Ekonom senior, Bambang Brodjonegoro mengatakan kebiasaan masyarakat Indonesia yang bergantung pada air kemasan, seperti air galon, secara tidak sadar telah menggerus pendapatan rumah tangga, khususnya di kalangan kelas menengah. Berdasarkan catatan BPS, pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%. Artinya ada 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas.

Kapitalisasi Air Bersih

Air merupakan kebutuhan umum yang sudah semestinya negara menyediakan secara gratis. Namun yang terjadi hari ini justru rakyat harus membayar jika ingin mengakses air bersih dan aman. Ditengah sulitnya rakyat mengakses air bersih, disisi lain, negara justru memberikan ijin pengelolaan air terhadap perusaahan air dalam kemasan. Alhasil perusahaan dapat untung sedangkan rakyat buntung karena harus membayar air lebih mahal. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari cara pandang negara yang mengadopsi paradigma kapitalisme liberal. Paradigma ini menjadikan ide kebebasan sebagai dasar dan tolak ukur perbuatan dalam kegiatan ekonomi Kapitalisme. Oleh karenanya siapapun dibebaskan untuk melakukan privatisasi kebutuhan publik termasuk air bersih. Darisini muncul banyak perusahaan air dalam kemasan (AMDK). Dampak dari munculnya berbagai perusahaan ini, masyarakat mengalami kekeringan hingga kekeruhan air.

Islam Menjamin Ketersediaan Air Bersih

Negara yang menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan, tidak akan membiarkan rakyat sulit mendapat akses air bersih, terlebih sampai mengakibatkan problem lanjutan berupa kemiskinan. Hal ini karena negara dalam Islam menjalankan pemerintannya dengan dasar melayani kepentingan umat, bukan seperti Kapitalisme yang orientasinya bisnis demi kepentingan segelintir orang. Hal ini bisa dilihat ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. Saat itu para Khalifah yang merupakan pemimpin Islam, berusaha untuk memenuhi kebutuhan air bersih kepada rakyatnya secara maksimal. Meski realitasnya, ketersediaan sumber air di semua wilayah tidak sama namun Khalifah melakukan berbagai upaya agar ketersediaan untuk rakyatnya terpenuhi. Negara juga tidak melakukan upaya privatisasi air atau memberikan ijin kepada pihak tertentu sebab ada larang syara' atas hal ini. Rasulullah bersabda :

"Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli : air, rumput, dan api," (HR. Ibnu Majah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun