Mohon tunggu...
Incani Indri
Incani Indri Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati generasi

Tertarik dengan isu generasi, politik dll

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyolusi Judi Online pada Anak-Anak dan Remaja

4 Juli 2024   16:20 Diperbarui: 4 Juli 2024   16:20 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judi Online Digandrungi Anak-Anak dan Remaja, Bagaimana Solusinya?

Indonesia sedang mengalami darurat judi online. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah, ada 2,37 juta orang Indonesia telah kecanduan judi online. Mirisnya, anak-anak dan remaja menjadi bagian dari pelakunya. Mengutip dari apa yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto, ia mengungkapkan bahwa ada keterlibatan anak-anak di bawah umur dalam aktivitas judi online. Terdapat sekitar 80 ribu pemain judi online yang berusia di bawah 10 tahun. Adapun 440 ribu pemain berusia 10 hingga 20 tahun. Sedangkan, pemain berusia 21 hingga 30 tahun mencapai 520 ribu orang.

Judi online adalah salah satu jalan pintas untuk menjadikan siapa saja mendapatkan uang dengan jumlah berkali lipat. Kemudahan akses judi menyebabkan anak-anak pun bisa terlibat. Dengan hanya bermodal kecil saja, jika menang, maka mereka akan memperoleh untung lebih besar. Hal itu yang menyebabkan candu. Saat menang, memacu untuk terus bertaruh. Namun saat kalah, merasa penasaran dan terdorong untuk bisa bertaruh lagi meski dengan konsekuensi bertaruh lebih banyak. Inilah yang menjadikan judi online menjadikan anak-anak dan juga remaja mengalami kecanduan.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Indri Astuti mengatakan, ada dampak yang mengerikan jika anak-anak sudah terpapar judi online, apalagi kecanduan. Sebab, anak yang terpapar judi online cenderung tidak mau berhenti hingga aktivitas fisik mereka juga menurun drastis. Psikolog Klinis, Rahajeng Ika juga mengatakan, judi online dapat menggangu kesehatan mental jangka panjang, utamanya bagi anak-anak. Menurutnya, anak-anak yang bermain judi online rata-rata memiliki pemikiran hanya ingin mencari kesenangan. Pemikiran yang sesederhana itu, sangat berbahaya karena anak-anak bisa ketergantungan dengan permainan judi online. Bahkan berpeluang menjadikan anak-anak remaja bertindak criminal. Seperti yang pernah terjadi di Lampung, akibat kecanduan judi online, seorang remaja nekat mencuri uang warga di tempat hajatan. Di Jogja, remaja bahkan nekat membegal pemotor hingga tewas demi bisa mendapatkan uang untuk judi.

Langkah Pemerintah

Sebagai langkah pencegahan dan penindakan, pemerintah telah membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online yang ditetapkan melalui Keppres No. 21 Tahun 2024. Tugas yang akan dilakukan oleh satgas antara lain:

Pertama, Satgas akan menindak rekening yang digunakan sebagai penampungan judi online sesuai hasil analisis PPATK. Hal ini diawali dengan pemblokiran sementara oleh PPATK selama 20 hari dan dilanjutkan dengan penyidikan oleh Bareskrim Polri. Kedua, Satgas akan menindak pelaku jual beli rekening yang digunakan untuk judi online. Ketiga, Satgas akan menindak gim online yang terafiliasi dengan judi online.

Namun banyak pihak yang ragu, solusi pemerintah ini akan bisa mengentaskan persoalan judi online. Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya mengatakan, pemerintah terkesan kewalahan menghadapi aksi sindikat judi online karena selama ini hanya mengandalkan upaya blokir terhadap akses situs ilegal itu. Publik juga curiga, sulitnya pemberantasan judi ini juga ditengarai dengan banyaknya para pejabat yang juga terlibat.

Akar Masalah

Persoalan judi online akan bisa ditangani secara tuntas tatkala dicermati akar masalah penyebabnya. Sejatinya akar masalah dari maraknya judi online adalah bercokolnya sistem sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Sistem ini meniscayakan masyarakat, termasuk anak-anak dan remaja berbuat tidak sesuai standar syariat. Halal haram bukanlah ukuran. Semua akan dilakukan selagi memberi kesenangan maupun keuntungan.

Kemudahan mengakses judi online ini juga tidak terlepas dari adanya iklan yang bertebaran di berbagai platform media sosial. Bahkan di Youtube, ada beberapa influencer yang secara terang-terangan menyebarkan konten judi. Hal ini diperparah dengan kontrol keluarga yang kurang, sehingga anak-anak dan remaja justru terjerumus dalam permainan haram. Disamping itu, negara juga seolah tidak punya kekuatan untuk membasmi situs-situs judi online, penegakan hukum terhadap pelaku pun juga lemah. Sehingga menambah sulitnya judi online untuk diberantas tuntas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun