Pekerjaan: Antara Kebutuhan dan Permasalahannya
Pekerjaan bukan hanya bertujuan untuk mencari penghasilan. Bagi banyak orang, pekerjaan menjadi sarana realisasi diri, mencari identitas, dan mengembangkan nilai serta keahlian yang ada dalam diri. Setiap manusia berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, dengan penghasilan yang layak, dan lingkungan yang mendukung keunikannya masing-masing. Sudah menjadi impian semua orang mendapatkan lingkungan kerja yang mendukung dan memberdayakan pekerjanya.
Walau begitu, berbagai diskriminasi masih sering ditemui di beberapa tempat kerja. Bahkan, tidak jarang diskriminasi ini dinormalisasi sebagai ‘budaya’ atau tradisi turun temurun di tempat kerja. Kebanyakan diskriminasi tersebut dilakukan terhadap identitas tertentu, seperti penyandang disabilitas, diskriminasi gender, dan bahkan umur atau senioritas.Â
Hal ini bertentangan dengan tujuan 8 Sustainable Development Goals yang ditetapkan Persatuan Bangsa Bangsa, yaitu Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Selain itu, dengan meningkatnya kesadaran pentingnya kesehatan mental, tempat kerja beserta sistemnya juga dituntut untuk memberikan lingkungan yang mendukung stabilitas mental dan potensi-potensi pekerja di dalamnya.
Mengenal Girl Power Talk
Di tengah stigma diskriminasi tempat kerja yang identik dengan jam kantor berlebih dan kaku, Girl Power Talk hadir menantang stigma ini. Pertama kali didirikan oleh Rachita Sharma dan Sameer Somal pada tahun 2019, Girl Power Talk merupakan perusahaan sosial dan digital marketing agency yang berbasis di India. Melihat peluang untuk memberikan dampak secara global, Rachita dan Sameer melebarkan jangkauan Girl Power Talk di berbagai negara. Saat ini, Girl Power Talk sudah memiliki cabang di berbagai tempat dan terus menerus memberikan dampak sosial, termasuk di Indonesia.
Bidang layanan yang disediakan oleh Girl Power Talk meliputi pemasaran digital atau digital marketing, konsultasi bisnis, konsultasi teknologi, hingga kemitraan terkait sumber daya manusia. Girl Power Talk juga menyediakan berbagai kelas pengembangan diri atau bootcamp bagi siapapun yang memiliki keinginan untuk meningkatkan jenjang karier atau bahkan berganti karier (switch career).Â
Sebagai perusahaan berbasis sosial, Girl Power Talk juga mengadakan berbagai acara volunteering di bidang pendidikan, seperti relawan mengajar di daerah yang memiliki akses pendidikan terbatas dan menawarkan pelatihan gratis bagi siswa yang kurang mampu.
Girl Power Talk memiliki visi untuk mengangkat perempuan dan anak muda lain untuk menjadi pemimpin global dengan kontribusi mereka. Melalui pendidikan, kesempatan, dan dukungan dari masyarakat yang turut bersemangat dalam kesetaraan gender, Girl Power Talk percaya bahwa setiap perempuan bisa melampaui peran gendernya dan mendapatkan berbagai pencapaian serta turut membentuk masyarakat. Ekosistem inovatif Girl Power Talk bertujuan untuk mengubah dunia kerja menjadi lebih baik dan memberikan suara yang sama bagi semua orang dalam membangun masa depan.
Bagaimana Girl Power Talk Bekerja?
Walaupun berfokus dalam membangun perusahaan yang menguntungkan, Girl Power Talk tidak lupa untuk menciptakan budaya kerja yang memberdayakan dan mendukung keunikan masing-masing pekerjanya. Kebebasan untuk eksplorasi bidang dan keahlian dalam bekerja, ditambah dengan lingkungan inklusif menjadi sistem kerja utama Girl Power Talk.Â
Terdapat empat poin utama yang menjadi titik fokus Girl Power Talk sebagai perusahaan. Empat nilai tersebut adalah peran perempuan dalam teknologi (women in technology), berdampak sosial (generate impact), keberagaman dan inklusif (diversity and inclusion), dan budaya kewirausahaan yang mendukung (entrepreneurial culture). Keempat poin ini menjadi tonggak utama dalam diri Girl Power Talk, sekaligus menjadi semangat dalam memberikan berbagai dampak bagi masyarakat.
Dinar Apriliani, yang bekerja di bidang Marketing and Public Relation, serta merupakan bagian dari Girl Power Talk, menjelaskan bahwa Girl Power Talk memiliki work force atau pekerja yang beragam dan seluruhnya diberikan kesempatan yang sama dalam bekerja, tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, dan identitas lain. Seluruhnya dilakukan dengan tetap menghormati satu sama lain sebagai manusia.Â
Budaya kerja Girl Power Talk yang inklusif diimbangi dengan screening serta seleksi ketat untuk memastikan setiap pekerja mampu bekerja secara inklusif dan terbuka terhadap berbagai perbedaan identitas. Selain itu, Girl Power Talk juga menerima kawan-kawan disabilitas sebagai bagian dari tim kerja.
Girl Power Talk yang menjunjung tinggi kesetaraan gender, turut menggandeng laki-laki dalam keberjalanannya sebagai perusahaan. Titania Celestine, Young Leader di Girl Power Talk menjelaskan pengalamannya selama bekerja di Girl Power Talk. Menurutnya, sulit menemukan lingkungan kerja yang benar-benar mendukung kesetaraan gender. Namun, Girl Power Talk mematahkan stigma ini dengan menerima pekerja beragam dan memandu laki-laki untuk turut berjuang mencapai kesetaraan tersebut. Bahkan, banyak artikel-artikel terkait perjuangan wanita yang diterbitkan oleh laki-laki yang tergabung dalam Girl Power Talk. Kesetaraan dan inklusivitas tidak hanya berhenti di ruang kerja, namun terus berlanjut hingga beragam project yang diadakan oleh Girl Power Talk.
Sejak awal terbentuknya, seluruh proses yang dilalui oleh Girl Power Talk merupakan rintisan yang didasari oleh kesadaran akan perlunya lingkungan kerja yang inklusif dan beragam. Kesadaran ini menantang stigma budaya kerja saat ini. Terkesan tidak mungkin menemukan dream workplace yang benar-benar menjunjunghal-hal di atas ya? Girl Power Talk dengan berani mewujudkan hal ini dan terus berkembang untuk memberikan dampak-dampak positif lainnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H