Mohon tunggu...
Ina Yatun Khoiriyah
Ina Yatun Khoiriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ina Yatun Khoiriyah, Gadis asal Bojonegoro yang saat ini sedang menempuh Pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Trunojoyo Madura. "Menulis Kehidupan ialah merekam satu persatu kenangan, mengabadikan rindu, dan membuatnya candu" Ikrom Mustofa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertanyaan Yang Mengancam Kesehatan Mental Perempuan di Indonesia, Kapan Nikah?

10 Oktober 2023   07:44 Diperbarui: 10 Oktober 2023   08:01 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapan nikah??? Pertanyaan yang seringkali perempuan dapatkan ketika momen-momen tertentu seperti lebaran, me time bersama keluarga atau kumpul bersama teman dan tetangga. Bisa juga ketika perempuan menginjak usia dewasa namun belum menikah kerap kali di cap perawan tua. 

Mereka sebenarnya tau bahwa hal yang mereka tanyakan adalah sesuatu hal yang sensitif dan bahkan yang di tanya pun kadang belum tau jawabannya karena jodoh,maut dan rezeki adalah sesuatu hal yang misteri. Tapi mereka tidak merasa bersalah seolah mereka benar dengan sikapnya, sebenarnya orang Indonesia kenapa sih begitu suka menanyakan kapan nikah???? Padahal mereka tau pertanyaan ini kerap membuat wanita kesal bahkan bisa saja menganggu kesehatan mental perempuan di Indonesia.

             Dalam psikologi sosial, dijelaskan bahwa pemahaman kita soal orang lain terbentuk lebih dulu dibanding pemahaman soal diri sendiri. Konsep diri baru akan terbentuk ketika kita membandingkan diri dengan orang lain. Nah, social comparison theory juga menyebutkan bahwa harga diri (self-esteem) terbentuk dalam proses ketika kita membandingkan diri dengan orang lain ini. Harga diri rendah terbentuk ketika kita membandingkan diri dengan orang yang kondisinya lebih baik (upward comparison), sedangkan harga diri tinggi terbentuk ketika kita membandingkan dengan orang yang dianggap lebih malang (downward comparison)

            "Orang-orang yang suka menjelekkan orang lain dengan nanya rese atau kepo, sebenarnya melakukannya agar merasa nasib mereka lebih baik (sehingga harga diri mereka meningkat)," tentu saja pertanyaan-pertanyaan usil semacam itu kecil kemungkinannya kita tanyakan pada orang yang posisinya lebih beruntung dari kita. Seandainya pertanyaan "kapan nikah?" diutarakan karena rasa empati dan bukan Cuma rasa penasaran atau iseng, saya yakin sang penanya juga akan menawarkan bantuan setelah bertanya.

            Salah satu dampak besar yang di alami dari pertanyaan kapan nikah adalah kesehatan mental perempuan di Indonesia, pada orang yang keadaan mentalnya sehat, pertanyaan ini mungkin bisa dianggap angin lalu, meski tetap membuat tidak nyaman. Akan tetapi, pertanyaan ini menjadi berbahaya ketika diutarakan kepada orang yang mengalami depresi berat. Pertanyaan-pertanyaan iseng itu bisa jadi bikin mereka yang tengah mengalami depresi bertambah buruk kondisinya. 

Bahkan, kondisinya bisa sampai pada kejadian serius, misalnya suicide atau malah benar-benar bunuh diri.Perlu untuk diketahui, sering kali orang-orang yang mengalami depresi tidak secara eksplisit menampakkannya. Oleh karena itu mari kita berjaga-jaga dengan tidak sembarangan menanyakan pertanyaan yang sifatnya terlalu personal seperti itu.

             Selain itu, pertanyaan "kapan nikah?" yang berulang-ulang juga dapat membentuk pola pikir seseorang sehingga menjadikan pernikahan sebagai tujuan hidup. Lalu Kapan Menikah boleh di tanyakan? Sebenarnya kita tidak harus menanyakan perihal basa basi kapan menikah? Tanya saja dulu kabarnya lalu ikuti ceritanya. Kalau orang itu tidak cerita soal relasinya, berarti orang itu tidak terbuka (untuk membicarakannya)," Baru ketika ada hubungan atau relasi yang cukup dekat, Anda boleh melontarkan pertanyaan sepersonal "kapan nikah?".

            Pernikahan juga baru boleh dipertimbangkan ketika individu tersebut sudah memiliki kesiapan. "Memang benar negara sudah memberikan usia yang baik untuk menikah itu kapan, tetapi perlu diberikan edukasi psikologis atau kampanye nasional mengenai usia menikah yang baik. Lalu, kalau bisa diadakan diskusi-diskusi dengan para pemuka agama untuk benar-benar menyiapkan para perempuan agar menikah dengan kesiapan rahim, kesiapan gizi, dan kesiapan mental," "Yang membuat seorang dewasa muda sehat mentalnya bukanlah sudah menikah atau tidak, melainkan ketika dia bisa menemukan orang yang dia cintai dan dia bisa lekat dengan orang tersebut. Lalu, tidak hanya (lekat) pada orang tersebut, dia juga bisa berkontribusi pada lingkungannya," karena pernikahan itu bukan kompetisi, bukan siapa cepat dia dapat, seumur hidup itu lama biarpun lambat asalkan tepat, dan yang terpenting kesehatan mental perempuan baik sebelum maupun sesudah menikah.

         Lalu bagaimana cara menanggapi pertanyaan kapan menikah sehingga tidak menganggu kesehatan mental perempuan di Indonesia? Saya menyarankan untuk menanggapinya dengan santai saja. Namun, bila merasa terganggu dan sampai marah, jangan terlalu memikirkannya hingga merasa bersalah. Berdiam diri, seperti merenung, berdoa atau bermeditasi, juga bisa ditempuh untuk mencari tahu mengapa kita merasa begitu terganggu oleh pertanyaan tersebut.dalam kondisi tenang, baru kita cek apa yang membuat kita terganggu oleh pertanyaan itu. Apakah benar-benar karena tidak ada pasangannya? 

Apakah karena orang itu cara bertanyanya menyebalkan? Atau, apakah karena kita sudah lelah mencari-cari, tetapi tidak menemukan pasangan? "Kalau sudah begitu, keluarkan amarah Anda pada saat me-time, bisa dengan pukul-pukul samsak, ikut kelas bela diri, atau sekadar kumpul-kumpul dengan teman-teman yang tidak menanyakan hal itu," imbuhnya.

         Terakhir, saya berpesan untuk mensyukuri kondisi yang belum menikah. Sebab, kondisi belum menikah juga memiliki keuntungannya sendiri, misalnya Anda bisa fokus pada hal lain atau memberi kontribusi yang lebih besar pada masyarakat. "Jadi ya dinikmati aja. Sebab, ketika kita lebih nyaman dengan diri kita sendiri, kita jadi sadar dan bisa menerima pertanyaan-pertanyaan seperti ini"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun