Mohon tunggu...
Nay Sharaya
Nay Sharaya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjaga napas dari pena dan kertas yang selalu kuadu, begitulah caraku membahagiakan diriku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bolehkah Seseorang Jatuh Cinta Dua Kali?

5 Januari 2014   10:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Catatan: It can be fiction, it can be real story. Jika ada kesamaan kisah, hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan ^^v)

Karena cinta yang kumulai….

Selalu mengakhiri dirinya sendiri, tanpa ijin dariku

Ada banyak kisah cinta dimulai dan berlanjut di luar sana. Ada yang bertahan, mengakar sampai akarnya menyebar kemana-mana. Ada yang hampir goyah, ada pula yang tercerai dan berserakan dari tempatnya. Kisahku tak ada di antara mereka. Aku tak pernah bertahan, goyah apalagi tercerai. Aku hanya menghabiskan banyak tenaga untuk menunggu dan berkomitmen, sampai ada saat dimana tak perlu lagi menanti.

Tapi, tetap saja… judul kisahku tak berbeda dengan mereka. Kami sama-sama menamai kisah-kisah kami itu dengan nama “patah hati”. Aku tidak tahu siapa yang memberikan julukan ‘jelek’ itu kepada hati-hati kami yang sempat kehilangan rasa. Yang pasti, diantara sekian banyak kisah yang kualami, ini adalah salah satu kisah yang mungkin penting.

Bagaimana aku memulai cerita? Tak banyak yang harus diceritakan, tapi banyak hal yang sudah dirasakan. Sebenarnya aku ingin jujur. Sebenarnya, kisahku tak pernah dimulai. Cerita ini tak punya tokoh/pemain utama, hanya punya beberapa tokoh figuran yaitu, aku dan dia. Kisah kami hanya penyedap rasa untuk kisah cinta di sekitar kami. Tidak penting untuk dikenang apalagi diceritakan.

Bagaimana aku melanjutkan cerita? Tak ada cerita yang perlu dilanjutkan, tapi banyak hal yang perlu diselesaikan. Aku ingin jujur lagi. Kisah cintaku hanyalah tentang mata yang saling terpaut dan hati yang saling beresonansi. Tak terdeteksi dan tak ada yang ingin mendeteksi. Tapi, bukankah setiap orang punya cerita sendiri-sendiri dan mereka berhak memilih kisah mereka sendiri? Aku telah memilih dan inilah pilihanku.

Hari dimana aku melihatnya, adalah hari terburuk untukku. Aku tak tahu namanya, dia puntak tahu tentangku. Satu-satunya yang kutahu adalah angin lembut yang tiba-tiba menyapa hatiku dan membuatku tersadar, seseorang telah menggeser posisi hatiku dari tempatnya. Adakah yang lebih buruk dari keadaan dimana kau bahkan tak tahu cara berjalan dan mendadak bodoh untuk waktu yang lama? Bahkan saat matanya beradu denganmu, sesuatu yang panas spontan melepuhkan kulit wajahmu dan membuatnya menampilkan isi hati pemiliknya? Itu adalah hari yang buruk, setidaknya bagi orang sepertiku.

Hari-hari selanjutnya seharusnya lebih baik dari hari itu. Aku berharap! Aku berharap saat mendapatkan berita bahwa ia tak lagi sendiri seperti yang pernah kubayangkan, akan membuat hariku normal kembali. Adakah yang lebih baik dari keadaan, dimana pengacau hidupmu akhirnya meninggalkanmu dan memilih yang lain? Tapi ternyata dugaanku tak selalu benar. Sepeninggal pengacau itu tak membuat hariku kembali normal sepeninggalnya. Aku merasa sesuatu yang buruk menimpa hatiku, dan setelah kuteliti tenyata inilah yang dinamakan patah hati.

Ini betul-betul menyedihkan. Aku bahkan belum memulai sebuah kisah, tapi telah patah hati karenanya. Beginikah cara manusia menghabiskan waktunya? Yah… kisahku berakhir dan aku masih tetap berdiri seperti biasa. Bukankah hidup harus berlanjut? Salah satu anugerah terbesar yang diberikan Tuhan untukku adalah kemampuanku menyembuhkan luka sendiri. Saat aku tahu, seperti apa rupa asli dari manusia yang sempat menghuni sebagian ruang mimpiku, aku mendadak kehilangan rasa simpati meskipun sempat tersakiti karenanya. Well, ini juga takkan adil baginya. Tapi yang kutahu adalah komitmen kami berbeda.

Bolehkah seseorang jatuh cinta dua kali? Aku menjawab ‘boleh’ dengan sedikit kecurangan, karena aku menjawabnya pada waktu yang sama saat aku merasakannya. Aku hanya berharap dia tak membaca tulisan ini. Karena dengan begitu, aku akan kehilangan image dan tak lagi merasa kuat seperti sebelumnya.

Bagaimana kalau kuceritakan tentang dia? Dia berbeda dari sebelumnya. Tak ada angin lembut yang menghampiri hatiku saat pertama kali melihatnya. Tapi saat mendengar ia berbicara, kecerdasan dan cara dia menjalani hidupnya membuatku yakin telah menemukan sosok yang pantas menjaga hatiku. Satu hal yang penting, kami memiliki komitmen / prinsip yang sama. Dia tak membuatku melakukan hal-hal bodoh seperti menahan wajah yang memerah karena melintas di depannya, tidak. Hanya saja, berada dalam radius dimana aku masih bisa merasakan kehadirannya, membuatku tak ingin kemana-mana. Dan itu membuatku khawatir akan sesuatu.

Kisah itu tak lama. Seseorang yang dekat denganku, memiliki hubungan dekat dengan seseorang yang dekat dengannya. Kudengar ia ingin mengakhiri masa kesendiriannya tak lama lagi. Aku bisa saja mencoba peruntungan dengan mengajukan diri untuk membantunya mewujudkan rencana itu, tapi aku teringat tumpukan cita-citaku yang menungguku menuntaskannya. Mengingat orang tuaku yang banyak menitipkan doa untuk kesuksesanku, membuatku berpikir tentang banyak hal. Sepertinya kali ini, kisahku kembali mengakhiri dirinya sendiri. Aku tak akan menahannya, semuanya akan berakhir seiring dengan waktu yang kelaparan seperti rayap dan melahapkisah-kisah itu. Akan kuucapkan padanya dengan serak, semoga sosok terbaikyang menghampiri hidupmu, akan membuat kisahmu jauh lebih indah dibanding rencanaku –untuk kita- dahulu.

Aku menyaksikan sendiri bagaimana cerita-cerita berkahir di depan mataku. Lagu-lagu melow sampai yang paling menyakiti telinga bergantian memenuhi list music player-ku. Aku tak pernah lebay dalam mengobati sakit, karena kuyakin hatiku tahu cara menyembuhkan luka. Aku hanya curhat semalaman pada gelap yang menutupi wajahku yang sempat mengerut karena dialiri sesuatu. Aku tak pernah ingin menyebutnya tangis. Karena tak ada yang membutuhkan tangis. Sosok-sosok yang pernah membuat jiwaku bergetar beberapa detik sekali, mungkin tak menyadari kehadiranku. Kuharap rasaku tak nampak olehnya. Dengan begitu, aku bebas menata hariku sesempurna sebelumnya

Bolehkah seseorang jatuh cinta lagi? Kali ini aku akan menjawabnya dengan adil, disaat aku masih tak menemukan sesuatu yang aneh pada hatiku, seperti saat-saat itu. Kau boleh jatuh cinta lagi, kita berhak memilih. Aku pun telah memilih. Aku memilih tak memulai cinta yang semu tanpa ikatan yang pasti. Menjaga hati sambil menyaksikan terbenamnya hari. Sambil menununggu akhir kisahku datang tepat waktu, dimana saat itu aku akan lupa cara menahan senyum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun