Mohon tunggu...
Inayah Masfiy
Inayah Masfiy Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa STAI AL ANWAR

mari selalu tebarkan kebaikan..

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlindungan Perempuan dan HAM: Tinjauan Terhadap Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia

25 April 2024   11:35 Diperbarui: 25 April 2024   11:57 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dewasa ini marak sekali di negara kita Indonesia kasus tindakan yang tidak pantas, melecehkan, bahkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan seseorang, yang menjadikan kaum perempuan sebagai korbannya. Tindakan asusila ini sudah banyak ditemukan di negara kita baik di perkotaan maupun di pedesaan, yang mana tak jarang pula para korban yang malah justru membungkam tidak berani angkat bicara karena beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun internal. Tentu dalam hal ini kasus pelecehan seksual hingga kekerasan tidak hanya terjadi di dunia nyata,  banyak juga terjadi di dunia maya seiring semakin luasnya teknologi internet di masyarakat. Menurut Pemprov DKI Jakarta, KBGO (kekerasan berbasis gender online) merupakan tindak kekerasan yang difasilitasi teknologi yang bertujuan melecehkan korbain baik secara umum ataupun seksual (Yonada, 2021).

Adapun akhir-akhir ini tepatnya  bulan Maret-April 2024, sedang hangat dibicarakan media digital bahwa adanya kasus dugaan asusila yang dilakukan oleh seorang ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kepada anggota panitia pemilihan luar negeri (PPLN) hingga sang korban akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya pada sebelum hari-H pemungutan suara pemilu 14 Februari 2024 lalu. Mengenai kronologi korban menurut berita yang dilansir dari tvonenews.com dimulai dari tindakan pelaku seperti mendekati, merayu, hingga melakukan perbuatan asusila kepada korban. Ini dilakukan pelaku selama tahapan pemilu 2024 (tim Tvone, 2024). Fenomena tersebut harus segera ditindak lanjuti oleh badan hukum yang mana sudah menjadi tugas dalam jabatannya, namun di luar sana banyak juga ditemukan kasus yang baru cepat ditangani ketika sudah viral di media sosial. Komisi Nasional Anti kekerasan  terhadap perempuan (Komnas Perempuan) juga mengawasi, mengikuti perkembangannya agar tindakan tersebut segera dibawa ke pidana.

Dari kasus tersebut dapat kita ketahui kembali bahwa Hukum dasar tertulis (basic law) konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini adalah UUD 1945. Selain hukum tertulis, konstitusi Indonesia juga menerapkan hukum tidak tertulis yang biasa disebut dengan kebiasaan ketatanegaraan atau konvensi, yang merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara.  Adapun tujuan konstitusi yakni membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat (CF. Strong, 2008).

Membahas apa yang dikemukakan oleh CF. Strong mengenai tujuan konstitusi, yang pertama membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah. Tujuan yang pertama ini agar penguasa tidak melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. serta Sebagai pembatas penguasa atas kekuasaan politiknya. Karena diharapkan terciptanya negara dengan keadilannya sehingga negara dapat berdiri dengan kokoh.

Yang kedua menjamin hak-hak rakyat yang diperintah yaitu hak yang melekat pada setiap manusia. Konstitusi juga menjamin hak hidup, hak untuk dilindungi, hak mendapat fasilitas kesehatan, hak berpendapat, hak beragama, hak pendidikan dan lain-lain. Sehingga terciptanya masyarakat yang sejahtera.

Selanjutnya adalah menetapkan kekuasaan yang berdaulat. Kita sadari bahwa negara memiliki kekuasaan untuk mengatur dirinya tanpa campur tangan pihak luar. Adapun jika konstitusi menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang sesuai dengan UUD 1945, juga Indonesia adalah negara yang berbentuk Republik. Adanya konstitusi menjadi benteng agar pemerintah tidak sewenang-wenang atas kekuasaan yang dimiliki, serta pemerintah tidak dapat melakukan tindakan semaunya kecuali yang telah ditentukan dalam konstitusi tersebut.

Jika kita lihat dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 bahwa setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan khususnya kekerasan seksual itu harus diselesaikan melalui sisi peradilan pidana. Tentu saja perbuatan keji tersebut merupakan suatu kesalahan yang besar, bahkan akibat yang diderita korban juga bisa mengakibatkan fatal. Seseorang yang mengalami pelecehan seksual, cenderung mengalami rasa tidak tenang dalam hidupnya, seakan hak-hak hidupnya sedang dicabik-cabik bahkan hingga mengalami trauma berat. apalagi jika pelaku tindakan tersebut adalah orang terdekat korban. Ini merupakan pelanggaran dari hak asasi manusia, sehingga diperlukan perlindungan yang menyeluruh agar perempuan terhindar dari rasa ketakutan di mana pun ia berada.

Perlindungan perempuan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan para penegak hukum saja, namun juga tanggung jawab stakeholder untuk melindungi, memberi rasa aman terhadap perempuan Indonesia agar terhindar dari tindakan, perlakuan yang membahayakan dirinya dan juga terhindar dari tindakan yang melanggar hak asasi manusia, yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999.

Heywood sempat menjelaskan bahwa “kelompok seperti perempuan, etnis minoritas, orang miskin dan pengangguran umumnya mereka menganggap diri mereka sebagai warga negara kelas dua, karena tidakberuntungan sosial menghalangi partisipasi penuh mereka dalam kehidupan masyarakat”(Heywood 1994:159).

Dalam fenomena sekarang masih banyak perempuan yang sering mendapatkan diskriminasi berdasarkan gender. Mungkin mereka menganggap diri mereka sebagai warga negara kelas dua karena akses terbatas ke pendidikan, pekerjaan, dan hak-hak lainnya. Ini seharusnya mindset mereka harus diubah bahwa sejatinya hak mendapatkan pendidikan ataupun pekerjaan antara kaum laki-laki dan perempuan itu sama, dan tidak pantas mereka kaum perempuan mendapatkan diskriminasi. Seperti yang diungkapkan oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim bahwa “tidak ada lagi mitos yang menganggap perempuan cukup mempelajari bidang-bidang tertentu saja dan setiap perempuan berhak mengembangkan potensi dan berkarya sesuai dengan minat dan bidangnya masing-masing, serta merdeka untuk mengejar mimpi dan cita-citanya.”(Dian,2023) dilansir dari KOMPAS.com.

Adanya hak juga tidak lepas dari kewajiban, keduanya merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan. Adapun seseorang yang telah melaksanakan kewajibannya, maka dia otomatis berhak mendapatkan hak-haknya, apabila hak tersebut tidak diperolehnya, itu merupakan ketidakadilan. Begitu juga dengan hak asasi manusia, kita diharuskan melaksanakan kewajiban asasi kita sebagai manusia yakni menaati aturan dan moral dalam masyarakat, menjalankan perintah Tuhannya. Maka dari itu  sudah menjadi keharusan bagi kita mengetahui tentang HAM melalui pendidikan karakter, mempelajari segala sesuatu tentang HAM dan menegakkannya dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun