"Taallam Husnal Istima-a Kamaa Tataallam Husnal Hadist "Belajarlah untuk pandai mendengar sebagaimana anda belajar untuk pandai bicara" Faktanya untuk menjadi seseorang pandai mendengar jauh lebih sulit tinimbang belajar pandai bicara"
 Menjadi Seorang Pandai Mendengar Tidak Semudah Menjadi Seorang Pandai Bicara
Sepintas judul diatas agak aneh, memunculkan sebuah pertanyaan sederhana ada persoalan apa dengan mendengar ? haruskah melalui belajar terlebih dahulu hanya untuk menjadi seorang yang pandai mendengar, bukankah itu tidak memerlukan keterampilan khusus yang sangat berat hanya tinggal bagaimana katupkan mulut lalu membuka leber-lebar telinganya untuk menjadi seorang pendengar sesederhana itu bukan ? lalu kenapa harus berlelah-lelah untuk belajar menjadi pendengar ?
Dalam teorinya untuk menjadi seorang pendengar terlihat sederhana  tetapi dalam praktek tidak sesederhana yang kita bayangkan karena untuk menjadi seorang pendengar yang baik erat hubungannya dengan akhlak, etika, dan adab seseorang karena faktanya seringkali menemukan seseorang yang hanya ingin didengarkan tetapi tidak mau mendengarkan.Â
Terlebih jika yang menyampaikan dianggapnya tidak lebih baik dari dirinya virus untuk menjadi pendengar yang baik mulai mewarnai berbeda halnya mencetak untuk pandai bicara bukankah anak kecil hanya  memerlukan waktu 2 tahun atau bisa jadi kurang dari dua tahun seorang bayi bisa berbicara dengan normal, namun untuk menjadi pendengar yang baik ada hal yang teramat sulit dilakukan adalah saat kita  dituntut untuk selalu mengkatupkan  mulut supaya menjadi pendengar yang baik.
Tentu untuk belajar ini memerlukan waktu yang sangat panjang karena berkaitan dengan sikap yang ada pada diri manusia maka menjadi pendengar tidak semudah menjadi pandai bicara  namun yang dimaksud membuka lebar telinga dan menutup mulut  bukan berarti  harus tidak berbicara selama lamanya, tetapi lebih dituntut untuk menjadi pribadi yang profesional dalam bertutur, memahami kapan diam dan kapan saatnya bicara untuk pandai memilah dan memilih terhadap apa yang harus dan tidak harus dibicarakan kepada orang lain, karena sekali  saja membuka mulut lebar tanpa filter dikhawatirkan semua kotoran akan masuk.Â
Itulah, Islam selalu mengajarkan untuk mengkatupkan mulut dengan rapat sebaliknya  membuka telinga supaya menjadi pendengar baik meskipun yang disampaikan sudah mengetahuinya tetapi bukan berarti harus menyangkalnya tetap dalam posisi sebagai pendengar, karena seringkali dengan diam adalah pilihan terbaik yang akan membawa kemaslahatan bahkan terkadang kita dituntut untuk pura-pura tidak tahu atau pura-pura baru mendengar hanya karena untuk membesarkannya benarkah dengan istilah "Taskut Taslim" (diam itu lebih menyelamatkan) tetapi tidak berarti diam selamanya, ini hanya sebagai nasihat agar lebih banyak mengkatupkan mulutnya.
Untuk ini ada baiknya kita merenungkan sebuah nasihat dari Syaikh Abdurrahman  "Bahwa di antara adab-adab yang baik adalah jika seseorang berbicara kepadamu tentang sebuah perkara agama atau dunia, jangan sekali-kali merebut pembicaraan darinya,jika engkau telah mengetahuinya maka hendaklah tetap untuk mendengarkan dengan baik, seperti orang yang belum mengetahuinya, dan belum pernah melewatinya, dan  tampakkanlah wajah bahagia kepadanya bahwa engkau mendapatkan pengetahuan baru darinya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang berakal, dan diantara manfaat dari adab semacam ini adalah memberi semangat kepada orang yang berbicara, dan memberikan  rasa senang ke dalam hatinya.
Sebaliknya anda akan selamat dari perasaan 'uzub (merasa diri lebih baik, lebih hebat, merasa berjasa pada keadaan atau kehidupan orang lain, dan ujub merupakan salah satu penyakit hati yang tidak seharusnya ada dalam diri seorang muslim) maka hanya dengan menjadi seorang pendengar yang baik kita akan selamat dari perasaan ujub terhadap diri, karena sesungguhnya merebut pembicaraan orang termasuk adab yang tidak baik
 Itulah mengapa belajar mendengar jauh lebih sulit dari belajar pandai bicara karena untuk mempersiapkan seseorang pandai bicara terlebih zaman sekarang yang serba canggih dimana teori  tentang public speaking, cara berbicara efektif, menarik, dengan retorika yang dapat memukau para pendengar bisa dilakukan melalui teori, dan praktek. Namun tidakkah kita menyadari bahwa ada keterampilan berkomunikasi yang jarang sekali dilirik bahkan mungkin dianggapnya sesuatu  yang sangat aneh adalah belajar untuk pandai mendengar sebagaimana belajar pandai bicara sejujurnya bahwa untuk menjadi seseorang pandai mendengar jauh lebih sulit tinimbang belajar pandai bicara  bahkan seorang Abu Darda ra menuliskan nasihat bijaknya "Belajarlah diam sebagaimana engkau belajar berbicara, karena pada diam terdapat kesantunan yang sangat agung, maka menjadilah enkau lebih semangat  untuk mendengar daripada berbicara, dan  jangan berbicara dalam perkara yang tidak ada manfaatnya bagimu." Â
Betapa sering kita saksikan  yang paling baik dalam mendengarkan justru datang dari seseorang yang paling mendalam ilmunya terkadang ia mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh antusias, menampakkan rasa ingin tahu yang sangat besar dan menunjukkan rasa syukurnya memperoleh kesempatan mendengarkan, padahal sebenarnya dialah orang yang paling berilmu dalam urusan tersebut namun tetap mendengarkan sepenuh hati, inilah yang semakin meyakinkan kita bahwa untuk menjadi seorang pendengar erat hubungannya dengan sikap seseorang karena itu  mengapa belajar untuk pandai mendengar jauh lebih sulit daripada belajar untuk pandai bicara. Wallahu A'lamu
Rabu, 08 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H