Namun apapun motivasi yang melatar belakangi tampilan kesadaran religius ini sudah menujukkan  adanya perubahan perilaku kesalehan meski masih  tejebak marayakan kesalehan baru  sebatas pernyataan dan performace bukan sebagai rekam jejak keseharian tetapi baru  kebaikan bersifat brand, merk budaya, komoditas, yang mengundang kenikmatan klalayak untuk menirunya , penampilan kesalehan simbolik semata banyak digunakan untuk karier sebagaimana yang sering mewarnai saat kampanye  yang kesalehannya dibentuk dalam virtual  sebagai symbol semata-mata hanya untuk menarik simpati sesaat  saja.
Pembentukan kesalehan pada kondisi seperi itu  hanya dipasrahkan kepada jenis pakaian yang digunakan dari mulai koko, surban, kain sarung , busana muslimah, pola penampilan, dan tradisi budaya simbolistik ini sudah menunjukkan tren kebaikan sebagai media dakwah di ruang public.
Tetapi seharusnya bagaimana dari kesalehan simbolik ini naik menjadi kesalehan substantive melalui kualitas amal keseharian karena jika hanya terhenti sebagai kesadaran simbolik tidak bisa disalahkan jika beredar berbagai rumor  bernada guyonan dengan  mengatakan bahwa tidak selalu jidat hitam, baju koko, jenggot yang subur, surban yang tebal menunjukkan kesalehan atau kemuliaan seseorang karena apapun yang digunakan akan menjadi runtuh manakala perilaku seseorang yang tidak mencerminkan keislamannya ini menunjukkan bahwa symbol itu tidak berarti apa-apa.
Selama yang substantive itu belum terpenuhi karena kesadaran  substantif adalah Islam yang sudah tertanam dalam hati dan terimplementasi dalam praktek rekam keseharian dengan tidak mengutamakan bungkus semata.Â
Wallahu A'lamu
Rabu, 01 Mei 2024
Kreator: Inay Cileungsi-Kab. Bogor