Taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana washiyamakum, semoga Allah menerima amal ibadah kita, terutama ibadah puasa adalah sebuah ungkapan doa yang diajarkan Rasulullah SAW
"Benarkah Idul Fitri disebut Sebagai Hari Kemenangan Lalu Siapa yang Menang dan Siapa yang di Kalahkan"
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H, di hari  kemenangan ini, mari kita saling memaafkan dan mempererat tali persaudaraan kita, dan semoga Idul Fitri tahun ini  membawa keberkahan  bagi kita semua, Aamiin uacapan ini sebagai salah satu contoh yang banyak  berseliweran baik lewat Jafri ataupun yang disampaikan melalui  WAG karena dianggap sudah lazim menjelang lebaran ucapan tersebut disampaikan ada yang berasal dari saudara, rekan kerja , rekan bisnis, dari pimpinan ke staf begitu juga sebaliknya, dan bahkan ucapan Idul Fitri kita dapat menemukan terpampang dengan jelas di spanduk, banner, pamflet, dan baliho besar  terpasang  di tempat-tempat strategis seperti Kantor Pemerintah, Swasta, di jalan raya, di perumahan, bahkan tidak jarang terlihat di halaman Masjid dan Musholla  hal ini supaya mudah terbaca oleh khalayak yang melintas nah kalau dibaca sepintas  ucapan tersebut diatas, tidak ada yang aneh namun kalau kita mencermati  lebih dalam ada sesuatu soal ungkapan  hari kemenangan berarti ada yang dikalahkan tapi siapa sosok yang dikalahkan ? dan siapa  yang menjadi pemenang  kalau pernyataan hari kemenangan sebagai pernyataan  yang shoheh dan dibenarkan Â
Kalau kemudian mengklaim bahwa kita sebagai pemenang karena telah bisa mengalahkan hawa nafsu buktinya hawa nafsu masih ada bahkan mungkin mendominasi terhadap diri, menang melawan syetan bukankah perlawanan terhadap syetan tidak  hanya berlangsung di bulan Ramadan saja, tapi terus-menerus sepanjang hayat karena syetan akan tetap  menggoda manusia, menang mengendalikan lisan dari pembicaraan yang kurang bermanfaat buktinya kita masih bisa bergosif ria dan bahkan menikmatinya , menang dalam mengendalikan dunia bukankah saat lebaran kita sudah mulai berburu kehidupan dunia bukankah pengendalian dunia oleh diri juga harus berlangsung sepanjang masa tidak hanya di bulan Ramadhan saja , menang karena telah  menjalankan ibadah puasa dengan segudang aktifitas amal kebaikan di bulan Ramadhan dari mulai sholat wajib, sholat sunnah , sedekah, infaq, berdzikir, bertaubat, tilawah Al-Qur'an lalu dengan seabreg amal sholeh lainnya  kita mengklaim keluar sebagai pemenangnya hati-hati sikap ini  terlalu over pede bahwa ibadahnya diterima Allah SWT padahal kita tidak tahu apakah ibadahnya diterima atau ditolak  bahkan para sahabat Rasulullah SAW saja  mereka adalah orang-orang yang paling antusias dalam menyempurnakan dan melakukan hal terbaik dalam beramal sholeh terlebih di bulan Ramadhan  sangat takut jika amalnya tidak diterima ini sekelas sahabat yang barang tentu ibadahnya tidak bisa disamakan dengan kita tapi rasa takut tidak diterima amal ibadahnya jauh lebih besar
Bahkan Aisyah istri Rasulullah SAW bertanya, "Wahai Rasulullah, orang-orang yang memberikan sesuatu yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut; apakah mereka itu orang yang mencuri, berzina, minum khamr, kemudian mereka takut kepada Allah?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Tidak, wahai putri Abu Bakar. Mereka adalah orang yang shalat, berpuasa, bersedekah, namun mereka takut amal mereka tidak diterima." (Hr. Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman)  kalau kita perhatika dari ungkapan-ungkapan para sahabat Nabi dapat disimpulkan bahwa perhatian mereka tentang diterimanya amal itu lebih besar daripada perhatian mereka terhadap amal itu sendiri bahkan sahabat Ali bin Abi Thalib mengatakan, "Jadilah orang yang perhatiannya terhadap diterimanya amal lebih besar daripada perhatian kalian terhadap amal itu sendiri. Tidakkah kalian mendengar firman Allah: "Sesungguhnya, Allah hanyalah menerima amal dari orang yang bertakwa." (Al Maidah: 27) perasaan para sahabat bukan sebagai bentuk sikap  pesimis tetapi sebagai sebuah refleksi atas ibadah yang sudah dilakukan sehingga mereka banyak memohon kepada Allah SWT agar ibadah yang sudah dilakukan diterima Allah SWT
Kembali ke persoalan hari kemenangan kalau kitamau  telusuri entah sejak kapan  masyarakat Indonesia selalu menggandengkan Idul Fitri dengan istilah hari kemenangan kalau kemudian ini yang selalu digaungkan maka dikhawatirkan menjadikan kita akan berleha-leha bahkan lebih tragis lagi menghantarkan kita menjadi  berbangga diri atas prestasi tersebut padahal ungkapan yang sebenarnya bersumber dari Rasulullah SAW adalah ucapan sekaligus memiliki unsur doa adalah taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana washiyamakum, artinya sesama umat Islam saling mendoakan, semoga Allah menerima amal ibadah kita, terutama ibadah puasa jadi Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk berdoa semoga Allah menerima amal ibadahnya dengan demikian jangan telalu yakin bahwa amal kita sudah diterima Allah SWT jalan yang terbaik adalah ucapan doa dengan penuh harap dan optimis bahwa Allah menerima amal ibadah kita bahwa perjuangan melawan nafsu, perjuangan melawan setan selama Bulan Ramadan merupakan pertempuran berlanjut tidak ada hentinya kecuali setelah manusia mati maka dengan demikian jangan pernah menduga Idul Fitri itu sebagai hari kemenangan karena kalau Anda mengatakan bahwa Idul Fitri hari kemenangan dikhawatirkan terjebak dalam sikap berbagga diri dan sikap ini terlarang dalam
Kesimpulannya  selalulah  berdoa kepada Allah SWT agar  menerima amal ibadah jangan terlalu pede  bahwa amalan anda sudah diterima oleh Allah SWT kuncinya adalah beribadah kemudian berdoa dan sekaligus melanjutkan kebiasaan-kebiasaan amal kebaikan di bulan Ramadhan senantiasa selalu mewarnai di sebelas bulan berikutnya karena ibadah tidak ada perhingga kecuali setelah kita mati sebagaimana firman Allah SWT "Wa'bud rabbaka att ya`tiyakal-yaqn" Artinya: Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). Dan teruslah selalu beribadah kepada  kepada Tuhan sepanjang hidupmu hingga keyakinan datang kepadamu, yaitu soal kematian otomatis menghentikan segala aktifitas kita didunia karena itu umur sebagai salah satu  modal utama yang dimiliki seorang hamba di dunia Jika umurnya digunakan untuk berbuat baik dan taat kepada Allah, niscaya ia akan meraih keuntungan yang besar dan keselamatan yang abadi di akhirat namun sebaliknya digunakan masa hidupnya di dunia yang fana untuk berbuat dosa dan maksiat kepada Allah otomastis akan mendapat kerugian yang besar serta merasakan kesengsaraan dan kebinasaan yg abadi di akhirat kelak. Oleh karena itu, orang yang pandai dan beruntung di dunia dan akhirat ialah siapa saja yang dapat mengekang dan menundukkan hawa nafsunya sepanjang hayat serta  membimbingnya untuk senantiasa memperbanyak amal saleh sebagai bekal perjalanan hidupnya menuju ke alam akhirat yang kekal dan abadi.  Demikian Wallahu A'lamu