Nur Cahyo Rela Mencuri Demi Susu si Jabang Bayi Â
Sebuah pengakuan polos sang pencuri saat diintegorasi pihak kepolisian dengan mengajukan beberapa alasan mengapa ia nekad harus mengambil salah satu barang yang  ada di alfamart karena terpaksa  untuk menjual hasil curiannya  dengan tujuan bisa membeli sekaleng susu untuk si jabang bayi yang terus merengek.
Karena kehausan, tentu saja sebagai orang tua tidak akan tega melihat bayinya menangis. Namun apa daya tidak ada selembar rupiah pun untuk membelikan sekaleng susu  akhirnya nekat mencuri  yang tidak biasa ia lakukan sebelumnya.Â
Demi pertimbangan anak akhirnya menjadi gelap mata mengambil barang yang dipajang untuk dijual kembali sekedar untuk membeli sekaleng susu itulah kira-kira sepenggal pengakuan jujur dari seorang pencuri dihadapan polisi  tentu saja pengakuan ini menyentakkan semua orang.
Bagaimana tidak ? Seorang ayah harus rela menjadi pencuri  untuk sekedar bisa membelikan  sekaleng susu anaknya
Kasus di atas  menggambarkan betapa kemendesakan untuk memenuhi kebutuhan hidup seringkali seseorang menjadi  gelap mata bisa bertindak apa saja  bahkan saking gelapnya sulit untuk berpikir jernih karena semua jalan dirasa sudah buntu. Bahkan yang ada dalam pikiran sebut saja Nur Cahyo  antara dua pilihan  haruskah dengan membiarkan rengekan anaknya yang kehausan karena tidak mampu memberikan sebotol air susu sampai ia harus meregang nyawa sekalipun, atau terpaksa mencuri demi untuk menghentikan rengekan sang jabang bayi.
Begitulah kira-kira dalam pikirannya pada akhirnya pilihannya menempuh  jalan pintas dengan cara Nur Cahyo  mengambil beberapa barang yang ada di alfamart (Senin, 15 April 2024) yang berlokasi di Desa Tlogosari, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang Jawa Tengah.
Barang hasil curian rencananya untuk dijual dan uangnya digunakan untuk membeli  susu anaknya. Namun ulahnya mengambil barang terekam CCTV hingga dapat diketahui oleh kasir alfamart bernama Fani yang langsung mengejarnya. NC  (23) bisa meloloskan diri memacu motornya dari kejaran Fani dengan terus melarikan diri.
Karena takut ada massa lain yang turut ikut mengejarnya, ia pun  lolos dari kejaran selamat  bisa pulang ke rumah dengan membawa barang curiannya. Langsung  menjual barang curiannya  kepada salah seorang temannya dan uang hasil penjualan barang curian sejumlah  Rp 80.000 itu diberikan kepada sang istri untuk membeli susu anaknya.
Lalu ia kembali melarikan diri dari rumah ketempat  yang dirasa lebih aman namun justru ditempat persembunyiannya selalu dihantui perasaan bersalah ditambah rasa rindu yang teramat terhadap istri dan anaknya.
Ia harus pulang kembali  dan membuat pengakuan di hadapan polisi bahwa ia terpaksa mencuri demi anaknya. Namun apapun dalih yang disampaikan tetap CN akan berhadapan dengan hukum dan dijerat dengan pasal  362 KUHP  dan atau Pasal 364 KUHP tentang pencurian.Â
Meskipun ia menyadari, dan menyesal telah nekat mencuri karena terdesak, mendengar pengakuan pencuri karena terpaksa  tentu mengundang rasa keprihatinan kita semua.Â
Namun apapun alasan  yang disampaikan  tetap saja mencuri itu tidak dibenarkan tinggal  bagaimana nanti pengadilan menyikapinya  kita lihat perkembangannya  apakah ada pertimbangan lain yang lebih manusiawi dalam kasus ini mengingat motivasi mencuri karena terpaksa  bukan untuk memperkaya diri sendiri
Karena faktanya terkadang hukum di Indonesia sering tampil tak berdaya saat menangani kasus korupsi yang melibatkan para kelompok elite, tapi pada saat bersamaan justru garang kepada orang lemah buktinya telah banyak terjadi  bagaimana misalkan hukum bisa menyeret Nenek Asyani ke meja hijau penegak hukum tak memerlukan  waktu lama. Berbeda saat  penanganan kasus  skandal Bank Century sebegitu alotnya, bagaimana kasus yang menimpa Rafael, korupsi yang melibatkan Ferdi Sambo, korupsi yang menyeret mantan  Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), dan kasus korupsi yang baru-baru ini viral bahkan  menghebohkan seluruh pelosok Negeri. Tidak tanggung-tanggung korupsi sampai level angka Rp. 271 triliun yang bisa merugikan negara telah menyeret tersangka  Harvey Moeis, Helena Lim, dan para tersangka lainnya.
Apakah hukum terhadap mereka akan segarang saat menyeret nenek asyani atau tidak, nanti kita lihat saja perkembangannya, lalu bagaimana pula proses hukum di pengadilan terhadap  kasus pencurian yang dilakukan oleh Nur Cahyo  mencuri karena alasan dharurat untuk membeli susu anaknya
Kisah pilu Nur Cahyo yang rela mencuri  karena terpaksa untuk membeli susu anaknya yang masih bayi menjadi tamparan keras bagi semua pihak. Di saat yang lain hidup penuh glamour, bahkan tidak sedikit orang-orang yang memiliki kekayaan doyan pamer kekayaan di media social seolah ingin memperlihatkan  statusnya sebagai orang yang sukses, melakukan flexing atau pamer kekayaan di dunia maya, tidak jarang di antara mereka memiliki jabatan atau merupakan keluarga dekat dari pejabat di instansi Pemerintahan maupun BUMN. Ternyata  ujung-ujungnya, harta kekayaannya dihasilkan dari  korupsi untuk memperkaya diri dan keluarganya.Â
Berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Nur Cahyo  yang terpaksa melakukan pencurian hanya karena kemendesakan bukan untuk menumpuk-numpuk harta, terlebih melakukan flexing dengan seabreg keangkuhan lainnya.Â
Kini kisah pilu Nur Cahyo membuktikan betapa persoalan ekonomi  masih menghimpit rakyat kecil. Padahal soal kesejehteraan rakyat selalu menjadi ladang jualan saat kampanye. Namun ternyata masih jauh panggang dari api kondisi ini menjadi pembelajaran bersama, karena  siapapun pasti hatinya akan terenyuh saat mendengar  pengakuan Nur Cahyo mencuri  semata-mata untuk membeli susu kaleng untuk  anaknya, soal apakah yang disampaikan  di hadapan polisi benar atau tidak perkara lain tetapi kejadian ini sudah seharusnya  menjadi hard slap (tamparan) terhadap  pemangku kebijakan terutama  Pemerintah Daerah setempat bagaimana soal keberpihakan terhadap rakyat miskin bukankah ini merupakan salah satu yang digaungkan saat pilkada
Atas dasar pengakuan nur Cahyo menjadi bukti  bahwa pencurian memiliki alasan yang berbeda-beda ada karena memang profesi sebagai pencuri, namun tidak jarang mencuri karena keterpaksaan sebagaimana kasus pencurian yang dilakukan Nur Cahyo karena terpaksa (Noodweer).
Maka wewenang pengadilan untuk memutuskan terkait alasan pemaaf dan pembenar dalam tindak pidana pencurian yang dilakukan Nur Cahyo , serta menilai bersalah tidaknya seorang pelaku tindak pidana dalam konteks pembelaan terpaksa. Namun demikian nampaknya ke depan  kasus remeh-temeh selayaknya tidak sampai ke pengadilan karena selain memboroskan energi dan biaya bukankah masih tersedia kanal penyelesaian yang lebih elegan, lebih bisa memenuhi unsur keadilan melalui  penyelesaian mediasi dengan tujuan mendapatkan keseimbangan dan pemulihan keadaan justru dibutuhkan sebagai puncak tertinggi tujuan hukum yang adil , bermartabat dan berpihak....Â
Demikian Wallahu A'lamu
Kamis, 18 April 2024
Creator : Inay Cileungsi-Bogor
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H