Kata emak-emak melanjutkan obrolan, mestinya dengan kenaikan harga beras menjadi tamparan keras bagi pemerintah terutama menyoroti soal keberpihakannya terhadap masyarakat miskin yang notabene-nya  sering dijadikan jargon mereka dalam setiap kesempatan. Faktanya, malah kedodoran dalam melayani masyarakat.
Dan sangat disayangkan kenaikan harga beras para pejabat negara, politisi  malah seakan sibuk sendiri-sendiri  dengan kegiatan kampanye sampai sampai  tidak ada waktu luang untuk turun langsung ke pasar-pasar, bahkan pemberitaan kenaikan harga pun nyaris tak terdengar suaranya semua pemberitaan melalui TV, media sosial, dan media cetak lebih didominasi oleh pemberitaan tentang pemilu, termasuk para pengamat lebih banyak mengangkat prediksi hasil pemilu, lupa bahwa ada hal yang paling mendasar menyentuh kebutuhan rakyat.
Haruskah hingar bingar pesta demokrasi melupakan tugas utamanya melayani rakyat, bukankah saat kampanye berlangsung ada orasi yang memukau mampu menghipnotis jutaan rakyat. Sangat mengagumkan membuat detak jantung rakyat berdebar-debar  terlebih saat mengangkat soal pendidikan dengan menawarkan sekolah gratis, layanan kesehatan dengan menawarkan BPJS gratis, pemenuhan kebutuhan akan  sandang, papan dan pangan , peningkatan perekonomian, soal supremasi hukum, pemerataan pembangunan, dan membuka lapangan kerja seluas luasnya.
Semua dikunyah habis saat kampanye entah itu hanya lipstic belaka atau merupakan kesadaran penuh, namun yang pasti di setiap akhir kampanye tidak jarang diakhiri dengan  musik dangdut dari para artis kondang Ibu Kota sebagai daya tarik penyedap rasa sehingga peserta kampanye dibuat lupa akan janji-janji yang baru saja disampaikan.
Namun lagi-lagi mata kita disodorkan  dengan  deretan visual dengan adanya baliho berbagai ukuran, spanduk, banner, dan bendera partai yang dipasang di sepanjang jalan ibu kota, seketika jalanan ibu kota menjadi ramai oleh ribuan aneka warna visual dari capres, cawapres dan caleg dari semua partai yang ada, seolah olah jalanan sebagai arena untuk menarik simpati hati rakyat.Â
Bahkan untuk menambah kepercayaan rakyat  tidak lupa dalam gambar diselipkan caption  dengan kata-kata bijak tentang keberpihakan terhadap rakyat  yang selalu termarjinalkan. Padahal jasa mereka luar biasa rela mewakafkan pundaknya untuk dijadikan sandaran agar mereka bisa naik sampai ke puncak kemenangan.Â
Mereka yang rela untuk berpanas panasan  dibawah terik matahari, rela berpeluh peluh, bahkan basah kuyup karena kehujanan, rela melalui jalanan macet, licin. Namun mereka tetap melalui rute  itu  demi untuk kemenangan sang idola,  mereka asyik dalam suasana gegap gempita dalam pesta demokrasi, meski pada akhirnya mengundang tanya  akankah semua peluh rakyat miskin akan terbayarkan?
Belum juga  sempat menjawab pertanyaan di atas tentang membayar peluh rakyat pada saat yang bersamaan  justru emak-emak merasakan secara langsung adanya kenaikan harga beras yang selangit.Â