Alat Peraga Kampanye (APK) Hanya Menjadi Tumpukan Sampah Visual, Mengori Wajah Kota dan Merusak Ekologi
  Â
"Alat peraga kampanye berupa spanduk, poster, dan baliho banyak yang dipasang di lokasi terlarang cenderung liar tidak saja merusak wajah kota tetapi juga dapat membahayakan pengendara ".
Kampanye itu merupakan ritual wajib dalam setiap pelaksanaan pemilu yang tidak bisa dhilangkan karena ini bagian dari salah satu cara untuk mengkomunikasikan visi-misi dari para Capres, Cawapres, maupun para Caleg di Pusat, dan Daerah dengan tujuan akhir  agar dapat mendulang banyak suara rakyat.
Sebagaimana yang sering kita saksikan banyak model untuk bisa mengkomunikasikan terhadap rakyat salah satunya melalui pemasangan atribut antara lain poster, baliho, spanduk, bendera partai.
Hanya yang sangat disayangkan banyak ditemukan dilapangan  pemasangannya atribut cukup  mengganggu pengguna jalan, mengganggu keindahan, sehingga menjadi kumuh sebagaimana pemandangan yang saya saksikan saat dalam perjalanan menuju Jakarta melintasi jalan Kramatjati, Kampung Melayu sampai Setiabudi Kuningan Jakarta Selatan. Sepanjang jalan kiri kanan dipenuhi ratusan poster, spanduk dan bendera partai, bahkan saat di fly over  jalan Sudirman sampai kawasan karet bivak  puluhan baliho terpasang.
Si sepanjang jembatan penyeberangan orang (JPO) di Jalan K.H. Mas Mansyur hingga area luar taman pemakaman umum (TPU) Karet bahkan sampai-sampai kuburan pun tidak luput dijadikan sebagai sarana kampanye dengan berderetnya gambar Caleg, Capres, Cawapres dan cawapres sampai-sampai menutup tulisan TPU Karet Bivak.
Pemandangan ini tidak menutup kemungkinan terjadi ditempat lain padahal kondisi pemasangan alat peraga kampanye yang tidak teratur, merupakan bagian dari sampah visual yang mengotori lingkungan perkotaan.
Di samping itu ada beberapa pemasangan bendera partai yang terpasang menjuntai kebawah ini  dapat merusak citra kota tetapi juga dapat membahayakan keselamatan bagi pengendara roda belum  pemasangan yang cenderung sangat  liar.
Padahal, dapat kita simpulkan bahwa pemasangat atribut disembarang tempat merupakan  cermin dari partai  itu sendiri yang tidak memberikan arahan terhadap petugas saat pemasangat atribut.
Bukankah semua harus sudah mengetahui tentang aturan pemasangan APK agar tidak menyalahi penempatan atau penempelan alat peraga kampanye yang tertuang dalam Pasal 70 dan Pasal 71 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang bahan kampanye dilarang ditempelkan atau beredar di tempat ibadah, rumah sakit atau tempat layanan kesehatan, tempat pendidikan, baik gedung atau halaman sekolah/perguruan tinggi
Bahkan bahan  kampanye juga dilarang dipasang di gedung atau fasilitas milik pemerintah, jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik atau taman serta pepohonan.
Ini dilakukan Bawaslu agar alat peraga kampanye yang dipasang tetap menjaga estetika keindahan tata kota dan menjaga ketertiban umum, sebagaimana yang terdapat pada Pasal 36 ayat (5) peraturan tersebut menyatakan bahwa, “Pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu oleh Pelaksana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persoalannya, tidak ada penjelasan secara detail tentang etika dan estetika akibatnya secara keseluruhan jika kita berkeliling di sudut-sudut kota Jakarta pemasangan APK secara berjamaah cenderung melanggar etika dan estetika.
Semua ini terjadi akibat dari lemahnya penegakan aturan disiplin sehingga kepatuhan dalam pemasangan alat peraga kampanye cenderung melanggar semau gue. Padahal, konon pemilu  kali ini lebih diarahkan untuk  mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi manfaat bagi sosial, budaya, ekologi, hingga etika dan estetika.
Lalu, bagaimana dengan penggunaan alat peraga kampanye yang tidak ramah lingkungan dapat berdampak pada kerusakan lingkungan dan menciptakan ketidak seimbangan ekologi karenanya untuk bahan atribut juga harus mempertimbangkan bahan yang ramah lingkungan. Namun dari deretan ribuan APK yang bertebaran disudut kota hanya sedikit atribut yang menggunakan bahan ramah lingkungan selebihnya menggunakan bahan Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl.dan polimer sintetis merupakan salah satu bahan yang tidak terpisahkan dengan alat peraga kampanye.
Bahan MMT/MCMT sifatnya mirip dengan plastik dan sukar untuk terurai jika seperti ini jelas akan menghasilkan  polusi udara, darat, hingga laut menjadi musuh utama, salah satunya penyebabnya adalah adalah sampah plastic.Â
Penggunaan atribut berbahan MMT/MCMTjelas akan merusak lingkungan sebagaimana yang diakibatkan oleh plastik. Namun begitu alasan dari para calon penggunaan media ini kelebihannya bisa memuat foto berwarna penuh, mudah pengerjaan dan bahwa pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) menjadi pentng sebagai sarana memperkenalkan calon terhadap khalayak namun demikian harus sesuai dengan aturan yang ada agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan bagi banyak pihak.
Sayangnya keberadaan iklan politik Pemilu 2024  seharusnya bisa menjadi bagian dari kegiatan dekorasi mempercantik  kota yang indah nan asri namun faktanya potensi artistic yang seharusnya lebih ditonjolkan dari penataan visual iklan politik yang dilakukan oleh partai politik, para Caleg, Capres dan Cawapres malah dijadikan sebagai  perang diksi dengan janji janji manisnya yang bertebaran disepanjang sudut kota.Â
Ditambah belum adanya kebijakan hukum yang lebih ketat terkait dengan penanganan dan pengelolaan sampah visual kampanye dalam Pemilu maupun Pilkada.Â
Wallahu A’lamu
Jum’at, 26 Januari 2024
Kreator: Inay Thea
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H