Nenek Tangguh Tak Mengenal Kamus  Mengeluh
Meski usia sudah tak lagi muda lagi  seorang  nenek tetap harus berjuang demi sesuap nasi di tengah getirnya kehidupan Kota Jakarta yang terkadang kurang berpihak terhadap dirinya.
Bagaimana tidak, terkadang ada razia dilarang berjualan di halte.
"Namun bagaimana lagi karena bagi saya hanya tempat ini yang bisa saya jadikan tempat berjualan akhirnya saya harus kucing-kucingan dengan petugas  karena saya harus bisa  bertahan hidup. Bagaimana caranya sing penting halal."
Walau di musim panas yang sangat mendera ini  ini tak menyurutkan  langkah untuk mengais rzeki tak mengenal rumus lelah untuk bisa bertahan hidup di Ibu Kota Jakarta yang terkadang kurang berpihak.
Namun  pertimbangan kebutuhan sehari-hari belum lagi harus bayar kontrakan sebulan Rp. 800.000 walau kulit wajah terlihat sudah keriput seolah kurang terawat rambut memutih tak membuat nenek Nelongso  menyerah dari kerasnya kehidupan.
Kota Jakarta mengharuskan nenek ini tetap bekerja mencari uang supaya bisa bertahan hidup, dan bisa bayar kontrakan.
"Bagi saya mencari rizki  tidak muluk-muluk seperti orang lain karena kalaupun berharap dari penghasilan  suami  juga tidak bisa karena bekerjanya serabutan yang  penghasilannya  tidak menentu otomtis saya harus turut membantu meringankan beban suami karena diam dirumah malah justru saya menjadi sakit bergerak mencari rizki bagi saya jauh lebih bermanfaat tinimbang tidur seharian  di rumah."
Tepatnya jam 10.30 saat duduk di halte melanjutkan perjalanan ke Kelurahan Pegadungan memilih untuk istirahat di Halte Sumur Bor Cengkareng Jakarta Barat saat duduk mata saya tertuju pada wanita tua di pojok halte yang usianya sudah mulai udzur.
Saat saya tanya namanya beliau menyebutkan namanya  Nenek Nelongso. Tentu kita akan kaget mendengar nama tersebut tetapi setelah saya desak betulkah namanya itu?  Beliau dengan tegas menjawab bahwa itu adalahnama  pemberian dari orang tua yang harus saya hargai.
Saat asik ngobrol jika ada orang yang lain yang datang ke halte dengan reflek langsung berdiri  sambil menawarkan tissue dan permen pada  setiap orang yang ada di sekitar halte.
Bagi saya ini sangat menarik. Bagaimana tidak, Nenek yang sudah tidak muda lagi masih semangat dengan suara lantang menawarkan barang dagangannya tidak seperti nenek-nenek pada umumnya yang bisa menikmati hari tuanya.
Nenek Nelongso dengan kondisi tubuhnya yang semakin melemah masih terus berjuang demi sesuap nasi dan bisa bayar kontrakan saya tidak mau  merepotkan orang lain  termasuk anak sekalipun.
"Kalau masih bisa tubuh ini digerakan untuk mencari  makan sendiri ya lebih baik berusaha sendiri karena rasanya jauh lebih nikmat tinimbang hasil belas kasihan orang lain walaupun saya tidak memungkiri banyak para calon penumpang yang sesekali memberikan uang tidak saya tolak bukankah itu juga bagian rizki dari Allah SWT tetapi saya tidak memnita-minta karena yang saya lakukan adalah berdagang," Latanya saat ngobrol Kamis (05/10)Â
Nenek Nelongso 65 Tahun ini masih  harus bekerja menjual tissue, perment dan mainan anak-anak di halte Sumur Bor Cengkareng Jakarta Barat meski  kondisi tubuh sudah tak lagi sehat tak membuat Nelongso surut untuk  tetap berjualan mencari receh demi menyambung hidup untuk sekedar bisa makan dan membayar kontrakan Â
Warga Kelurahan Semanan  Jakarta Barat ini  tidak betah di rumah  walau dengan tubuh yang mulai lemah  harus tetap berjuang mencari rizki menunggu para calon penumpang di halte yang berlalu-lalang dengan tangkas langsung menawarkan tissue dan permen hanya bermodal gendongan dan bascom besar yang dibungkus dengan kain apa adanya supaya tidak kena debu memulai usaha jualan tissue dan permen di halte sekitar jam 7.00 sampai jam 16.000.
Bahkan kalau masih ramai sampai jam 17.00 Â berapapun yang laku jika sudah sore nenek Nelongso langsung merapihkan dagagannya untuk pulang ke rumah kontrakannya yang jaraknya lumayan jauh jika ditempuh jalan kaki.
Berapapun hasil yang laku  Nenek Nelongso mengaku tetap bersyukur, sebab berapapun penghasilan yang didapatkan setiap harinya tetap harus berucap syukur  karena meyakini bahwa  "setiap rejeki yang diberikan AllahSWT  akan selalu mendatangkan keberkahan jika kita bersyukur  walau hanya cukup untuk makan dan bisa bayar kontrakan ngucap syukur bagi saya wajib  berapa saja yang laku itu adalah rezeki dari Allah," ungkapnya.
Beliau sudah 6 tahun berjualan di helte tersebut wajar kalau banyak orang yang sudah tidak asing dengannya dari mulai tukang opang, ojol, calo angkot, para penumpang, dan warga sekitarr sudah sangat familiar dengan Nenek Nelongso memangginyadengan sebutan akrab bude sebuah pembelajaran yang sangat menginspirasi tidak mesti datangnya dari orang besar namun bisa juga justru dari orang biasa sebagaimana yang dilakukan Nenek Nelongso yang selalu setia untuk tetap berusaha tanpa harus mengeluh walau harus bergelut dengan peluh ini membuktikan bahwa kita tidak boleh melihat seseorang hanya dari  kasat mata karena setiap orang pasti punya cerita sendiri-sendiri bukankah permata tidak dipoles tanpa digosok, begitu pula manusia tidak disempurnakan tanpa cobaan Terimakasih Nenek Nelongso untuk pembelajaran hidup hari ini.
Â
Jumat, 06 Oktober 2023
Kreator: Inay Thea Cileungsi-Kabupeten Bogor Jawa Barat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H