Mohon tunggu...
Inayat
Inayat Mohon Tunggu... Swasta - Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat

Hobby menulis hal hal yang bersifat motivasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kesalehan Visual Menuju Kesalehan Substantif

12 Februari 2023   11:30 Diperbarui: 12 Februari 2023   11:37 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesalehan Visual Menuju 

Kesalehan Substantif  

Disadari atau tidak  zaman kiwari sudah banyak perubahan seiring perubahan zaman yang begitu cepat dimana informasi sudah tersaji layaknya makanan dalam meja kita tinggal mengunyah saja hanya apakah makanan itu bergizi baik atau tidak  terkadang tidak menjadi bahan pertimbangan akibatnya bukannya kesehatan yang didapat malah mendatangkan  penyakit baru.  Begitulah kira-kira analogi perubahan zaman sekarang begitu derasnya sederas informasi yang mengalir namun semuanya  akan berakhir di muaramasing-masing  individu apakah akan menjadikan lebih baik atau sebaliknya namun fakta menunjukkan perubahan kearah kebaikan sebagai individu yang menampilkan tingkat kesalehan ini tidak bisa dipungkiri adanya perubahan meskipun masih  terjebak marayakan kesalehan sebatas pernyataan  dan performace bukan sebagai prilaku keseharian pada akhirnya ini akan melahirkan generasi muda apatis terhadap kesalahen dan tidak percaya kepada generasi sebelumnya, karena anak anak muda dipaksakan untuk dipertontonkan kesalehan yang bersifat brand, merk budaya, komoditas, dan mungkin juga untuk karier ini dapat kita lihat misalkan dalam iklan sampai iklan calon pejabat, bacaleg, Caleg, yang wujud kesalehannya dibentuk dalam virtual  sebagai topeng yang dibuat sedemikian menarik untuk mendatangkan simpati khalayak  .

Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali  letak kesalehan dipasrahkan kepada jenis pakaian yang digunakan dari mulai koko, surban, kain sarung , pola penampilan, dan tradisi budaya simbolistik yang memang sudah mengakar salahkah? 

Tentu saja jawabannya bukan soal salah atau tidak tetapi bagaimana dari kesalehan simbolik naik level ke tangga berikutnya sebagai kesalehan murni menuju kualitas pengamalan  karena dalam  menjalankan perintah agama kita tidak boleh hanya menitik beratkan pada unsur simbolis saja, busana muslim dan atribut lainnya adalah sebagai symbol kesalehan maka untuk mencapai derajat kesalehan substantif harus tertanam dalam hati dan terimpelemntasikan dalam praktek keseharian sebagai rekam jejak kebaikan, teringat dengan apa yang disampaikan seorang tokoh terkemuka Muhammad Abduh dengan menyampaikan pesan yang sangat menohok terhadap kesadaran praktek ke Islaman yang dialami saat itu  dengan menyampaikan bahwa saya menemukan islam di Paris, tidak di Mesir, meski  disini Mesir  mayoritas Islam".

Ini menunjukkan bahwa symbol itu tidak memiliki makna apapun ketika  yang substantive itu belum terpenuhi tetapi bukan juga melarang untuk menggunakan busana sebagai sebuah symbol hanya bagaimana agar tidak berhenti pada kesadaran simbolik semata tetapi sudah memiliki nilai substansi yang tertanam dalam hati dan terimplementasikan dalam laku keseharian

Kesadaran simbolik yang disampaikan Muhammad Abduh di  Indonesia Islam secara simbolik akan banyak ditemukan dengan mudah apa  yang ada dilayar televise ketika memasuki bulan Ramadhan tiba, ini dapat kita perhatikan  pakaian apa saja yang digunakan para artis saat bulan Ramadhan, kemudian kostum apa yang mereka gunakan sebelum dan sesudahnya. 

Jika diamati  maka akan berbeda saat sesudah dan sebelum puasa. Kostum saat menjadi muslim puasa dan muslin non puasa, sangat drastic perbedaanya ketika  seorang artis menjadi muslim puasa maka ia  akan menjelma menjadi seorang yang tampil dengan menggunakan baju koko, sorban melilit di leher, dan kopiah menempel di kepala, begitu juga dengan para calon pimpinan dari mulai presiden, Gubernur,  Walikota/bupati , dan anggota legislative akan terlihat santun dan sholeh manakala tampil dalam visual spanduk yang terpasang di tempat-tempat strategis dengan harapan tertanam rasa simpatik atas symbol yang terlihat dalam bentuk visual

Namun harapannya  kesadaran menjalankan ajaran agama  yang bersifat simbolik harus diikuti  pada upaya penghayatan yang bersifat kesadaran bathin dan perjuangan perilaku bukan sebatas emblem, status, dan perwajahan yang penuh dengan lipstick semata tetapi harus sudah membangun akhlaq, manifestasi sosial, substansi keilahian atau keterta'atan hidup sebagaimana esensi Islam mengajarkan untuk membangun kesadaran murni. Wallahu A'lamu

Kreator adalah Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat -- Tinggal di Cileungsi  Kabupaten Bogor - Jawa Barat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun