Berlokasi di Kampung Bolong Desa Salafraya Kecamatan Jiput Kabupaten Pandeglang Provisi Banten dengan jumlah murid sekitar 30 orang dengan jumlah guru  6 orang sebut saja Epi Suhaepi, Qomariah, Suhartini, Hamzah, Siti Hubaebah, Titin Tarniati, sosok keenam guru inilah yang mendapatkan upah dalam bentu  SAJUTA  alias "Sabar, Jujur, Tawakkal"  namun tidak bisa dipungkri bahwa pada setiap tahunnya Guru MDTA MMA Bolong mendapatkan dana hibah 2,5jt dari pemerintah daerah yang dipergunakan untuk kesejahteraan guru dan operasional madrasah kecil memang terlebih diberikannya hanya sekali dalam setahun, tapi mereka tetap bertahan karena memiliki modal SAJUTA (Sabar,Jujur,Tawakkal)  membuat spirit  mereka tidak pernah luntur meski dalam kekurangan sekalipun  tetap bertugas sebagaimana biasa  gambaran tersebut bukanlah sebatas klaim semata. tetapi berdasarkan pengamatan dan  wawancara langsung  sebagai bahan untuk menggoreskan dalam secuil kertas
Cerita Oemar Bakri menggambarkan nasib  para guru-guru Ibtidaiyah di pelosok pedesaan  yang kesejahterannya masih jauh dari harapan namun loyalitasnya  tanpa batas  sudah tidak diragukan lagi, dan  kondisi nasib guru MMA Kampung Bolong desa Salafraya misalnya adalah Real as an educational volunteer (relawan murni) bukan kaleng-kaleng seharusnya  membuat mata semua terbuka terutama pemerintah daerah yang memiliki dukungan kebijakan menjadi bahan renungan tentang  kesejahteraan para guru  atau membiarkan sebagai gejala penyakit menahun tanpa ada solusi  untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan sampai sekarang belum ada hilal titik terang namun jika terus terusan seperti ini tidak menutup kemungkinan bahwa mengajar di Ibtidaiyah menjadi tidak menggoda ?  terbesit pertanyaan lain  tidak bisakah MMA  memungut biaya dari para orang tua murid sebagaimana biasa berlaku disekolah lain ?  tentu bukan soal bisa atau tidak bisa tetapi fakta bahwa  mereka yang menitipkan anak-anaknya adalah termasuk fall into the category of poor families bagaimana akan dimintakan bayaran sementara mereka juga dalam kondisi serba kekurangan malah bisa-bisa akan menarik anaknya dari ibtidaiyah jika ada kebijakan iuran SPP perbulan,  jika demikian kondisinya maka berpulang ke pemerintah daerah atau lembaga lain yang memiliki komitmen  serius memperbaiki masalah dunia keguruan, bukan sekadar mengumbar janji manis basa basi semata tapi  nihil implementasi maka idealkah seorang guru ibtidaiyah sekalipun  dituntut berkualitas tanpa perbaikan taraf hidup... Wallahu A'lamu
Kreator  adalah  Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat -- Tinggal di Cileungsi  Kabupaten Bogor - Jawa Barat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H