Suatu hari, saat nenek Bimo sudah sehat kembali, ia memanggil Darman dan Bimo ke ruang tamu. Dengan mata berkaca-kaca, nenek Bimo berkata, "Darman, terima kasih banyak atas semua bantuanmu. Tanpa kamu, mungkin aku tidak akan bisa melihat cucuku tumbuh dewasa."
Darman hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. "Tidak perlu berterima kasih, Nek. Bimo seperti anakku sendiri. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan."
Sejak hari itu, hubungan Darman dengan warga kampung berubah drastis. Mereka mulai menyadari bahwa sikap keras Darman bukanlah karena kebencian atau kebengisan, melainkan karena keinginan untuk melindungi orang-orang yang ia sayangi. Ia pernah kehilangan keluarganya dalam sebuah kecelakaan tragis beberapa tahun yang lalu, dan sejak saat itu, ia berjanji untuk selalu menjaga orang-orang di sekitarnya dengan cara apapun yang ia bisa.
Kisah Darman dan Bimo menjadi cerita yang menginspirasi di Kampung Sejahtera. Darman, yang dulu dianggap sebagai sosok yang bengis, kini dikenal sebagai pelindung kampung yang penuh kasih sayang. Warga kampung yang dulunya menjauhi warungnya, kini justru datang untuk sekadar mengobrol atau meminta nasihat.
Di balik kebengisan Darman, tersembunyi kasih sayang yang mendalam, sebuah pelajaran bahwa tidak selamanya sikap keras mencerminkan hati yang keras pula. Terkadang, orang yang paling keras adalah mereka yang paling peduli, hanya saja mereka memiliki cara yang berbeda untuk menunjukkannya.