"Ini adalah tempat mereka yang ditolak cinta," kata Nadya sambil menunjuk bayangan-bayangan itu. "Mereka seperti dirimu, Aris. Mengira cinta bisa menghapus kesepian, tapi nyatanya hanya membawa mereka ke kegelapan."
Aku ingin lari, tapi kakiku seolah tertancap di tanah. Bayangan-bayangan itu semakin mendekat, mengelilingiku. Tiba-tiba, salah satu dari mereka menyentuh bahuku. Dingin yang menusuk membuat tubuhku menggigil hebat. Mereka berbisik-bisik, suara mereka seperti jeritan yang menyayat telinga.
"Aris, jangan pernah kembali ke sini," bisik Nadya. "Atau kau akan menjadi salah satu dari mereka."
Dengan tenaga terakhir, aku berhasil melarikan diri. Aku berlari sekuat tenaga menjauh dari tebing, dari bayangan-bayangan itu, dari Nadya yang kini berubah menjadi sosok yang menakutkan.Â
Aku tidak tahu berapa lama aku berlari hingga akhirnya jatuh tersungkur di pasir. Nafasku tersengal, tubuhku basah oleh keringat. Ketika aku menoleh ke belakang, pantai itu kembali sunyi. Hanya deburan ombak yang terdengar, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Sejak malam itu, aku tidak pernah kembali ke pantai. Ketika seseorang bertanya mengapa, aku hanya tersenyum samar dan berkata, "Di antara deburan ombak, kuuraikan cintaku yang kau tolak. Dan aku belajar, beberapa cinta memang lebih baik dibiarkan pergi bersama angin laut."