Nia menatapnya dengan penuh empati. "Alya, mencintai seseorang tidak seharusnya membuatmu merasa tersiksa. Cinta seharusnya membawa kebahagiaan dan ketenangan. Mungkin kamu perlu mempertimbangkan kembali apa yang sebenarnya kamu inginkan."
Kata-kata Nia membuka mata Alya. Ia mulai menyadari bahwa selama ini ia terlalu fokus pada cintanya kepada Arman, hingga melupakan kebahagiaannya sendiri. Alya tahu ia harus mengambil keputusan yang sulit demi kebaikan dirinya sendiri.
Pada suatu malam, Alya mengajak Arman bertemu di tempat pertama kali mereka berkenalan. Di bawah cahaya bulan yang redup, Alya mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaannya.
"Arman, aku ingin berbicara serius denganmu," kata Alya dengan suara yang sedikit bergetar.
Arman mengangguk, menatapnya dengan serius. "Apa yang ingin kamu bicarakan, Alya?"
Alya menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku menyadari bahwa mencintaimu tidak membuatku bahagia. Aku merasa kehilangan diriku sendiri dalam hubungan ini. Mungkin kita harus mengambil jalan masing-masing untuk menemukan kebahagiaan kita sendiri."
Arman terkejut mendengar kata-kata Alya. "Alya, apakah kamu benar-benar yakin dengan keputusanmu?"
Alya mengangguk dengan tegas. "Iya, Arman. Aku yakin. Aku harus belajar mencintai diriku sendiri dan mencari kebahagiaan yang sebenarnya."
Arman terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku mengerti, Alya. Jika ini yang terbaik untukmu, aku akan mendukung keputusanmu."
Malam itu, mereka berpisah dengan hati yang berat. Alya merasa lega setelah mengungkapkan perasaannya, meski ada rasa sakit yang mendalam. Ia tahu bahwa keputusan ini adalah langkah awal untuk menemukan kebahagiaan yang sebenarnya.
Waktu berlalu, dan Alya mulai menemukan kembali dirinya. Ia fokus pada hobi dan impian yang selama ini terlupakan. Alya bertemu dengan orang-orang baru yang membawa kebahagiaan dan inspirasi dalam hidupnya. Meski masih ada kenangan tentang Arman, Alya tahu bahwa keputusannya untuk berpisah adalah langkah yang tepat.