Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencintaimu dalam Diam

8 Juli 2024   20:09 Diperbarui: 8 Juli 2024   20:21 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sudut kampus yang sepi, aku sering melihatmu. Kau duduk di sana, di bangku dekat pohon besar, tenggelam dalam buku-buku tebal. Matamu yang tajam selalu terlihat serius, namun ada sesuatu yang lembut di balik tatapan itu, sesuatu yang membuatku tak bisa mengalihkan pandangan. Aku, jatuh cinta padamu sejak pertama kali melihatmu.

Namun, aku tidak pernah berani menyatakannya. Aku hanya mampu mencintaimu dalam diam, dari kejauhan, tanpa pernah berani mendekat. Setiap hari, aku mencari alasan untuk bisa melihatmu. Mencari-cari kesempatan untuk berada di dekatmu meski hanya beberapa detik. Hatiku selalu berdebar kencang setiap kali berada di sekitarmu, namun bibirku selalu terkatup rapat, takut mengungkapkan perasaan yang begitu dalam.

Waktu berlalu, dan aku tetap menyimpan perasaanku. Hingga suatu hari, aku melihatmu bersama seseorang. Kalian terlihat begitu bahagia bersama, tertawa dan bercanda. Hatiku hancur melihat pemandangan itu. Perasaan sakit yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata menyelimuti hatiku. Cemburu, marah, dan rasa kehilangan bercampur menjadi satu.

Aku merasa bodoh. Bodoh karena tidak pernah berani menyatakan perasaanku padamu. Bodoh karena membiarkan diriku terjebak dalam perasaan yang tak pernah terungkap. Setiap kali melihat kalian bersama, hatiku semakin hancur. Aku mencoba menghindar, mencoba melupakan perasaanku, namun semua usaha itu sia-sia.

Hari-hari berikutnya menjadi siksaan bagiku. Setiap kali melihat kalian berdua, hatiku terasa seperti disayat-sayat. Aku tidak bisa lagi menikmati hari-hariku seperti dulu. Kehadiranmu yang dulu selalu menjadi kebahagiaanku, kini berubah menjadi sumber penderitaanku. Aku mencintaimu, tapi tidak bisa memilikimu. Aku cemburu, tapi tidak berhak merasakan itu.

Suatu hari, ketika aku sedang duduk sendirian di sudut kampus, tenggelam dalam kesedihan, kamu datang menghampiriku. "Hai, boleh aku duduk di sini?" tanyamu dengan senyum yang selalu membuat hatiku bergetar. Aku hanya bisa mengangguk, tanpa bisa berkata apa-apa.

Kamu duduk di sebelahku, mengeluarkan buku dari tasmu. "Kamu sering duduk di sini ya? Aku sering melihatmu," katamu sambil tersenyum. Aku terkejut mendengar itu. Ternyata kamu memperhatikanku juga.

"Iya, aku suka tempat ini," jawabku pelan, mencoba menenangkan diriku yang gugup.

Kita mulai berbicara, dan untuk pertama kalinya, aku merasa dekat denganmu. Hatiku yang terluka perlahan mulai sembuh. Tapi perasaan cemburu dan sakit hati itu masih ada, menyisakan luka yang sulit untuk sembuh. Aku ingin bertanya tentang pria itu, tapi aku takut mendengar jawabannya.

Akhirnya, dengan suara yang bergetar, aku memberanikan diri bertanya, "Apakah dia pacarmu?"

Kamu terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Dia sahabatku sejak kecil. Banyak yang mengira kami berpacaran, tapi sebenarnya kami hanya teman baik."

Hatiku bergetar mendengar jawabanmu. Ada harapan yang tiba-tiba muncul, meski aku masih ragu untuk mengungkapkan perasaanku. Tapi melihat senyummu, keberanian itu perlahan-lahan tumbuh dalam diriku.

"Sudah lama, aku ingin bilang sesuatu padamu,"  suaraku terdengar sedikit bergetar.

"Apa itu?" tanyamu dengan mata yang penuh perhatian.

"Aku... aku sudah lama ingin mengatakan, aku mencintaimu, tapi aku tidak pernah berani mengungkapkannya. Aku takut kamu tidak akan menerima perasaanku. Tapi melihatmu dengan orang lain, hatiku hancur. Aku cemburu, aku sakit hati, karena aku mencintaimu," kataku.

Kamu terdiam, lalu tersenyum lembut. "Kenapa tidak dari dulu kamu katakan? Aku juga suka padamu. Tapi aku pikir kamu tidak tertarik padaku," jawabmu dengan suara pelan.

Hatiku berdebar kencang mendengar jawabanmu. Rasa sakit yang selama ini menghantuiku perlahan-lahan menghilang. Akhirnya, aku berani mengungkapkan perasaanku, dan ternyata kamu merasakan hal yang sama. Kami berbicara lebih banyak, saling mengungkapkan perasaan yang selama ini terpendam.

Hari-hari berikutnya berubah menjadi hari yang penuh kebahagiaan. Aku tidak lagi menyimpan perasaanku dalam diam. Cemburu dan sakit hati yang dulu pernah ada, kini telah tergantikan dengan  kebahagiaan.

Aku belajar bahwa keberanian untuk mengungkapkan perasaan adalah kunci untuk menemukan kebahagiaan. Dan aku bersyukur, akhirnya aku berani melakukannya.

Cinta dalam diam memang menyakitkan, tapi keberanian untuk mengungkapkannya bisa mengubah segalanya. Kini, aku dan kamu menjalani hari-hari penuh cinta.

https://bit.ly/KONGSIVolume1

Ig pulpen
Ig pulpen

Ig pulpen
Ig pulpen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun