Doni tersenyum puas. "Bagus. Kita akan bertemu di hotel malam nanti. Aku akan memastikan semua biaya pengobatan ibumu tercover sepenuhnya."
Malam itu, Rara pergi ke hotel dengan perasaan hancur. Ia merasa seperti kehilangan jiwanya. Namun, demi ibunya, ia rela mengorbankan segalanya. Ketika ia tiba di hotel, Doni sudah menunggunya. Dengan air mata yang mengalir deras, Rara menyerahkan dirinya kepada Doni.
Setelah kejadian itu, Doni memenuhi janjinya. Ia membayar semua biaya pengobatan Bu Lastri. Perlahan, kondisi Bu Lastri mulai membaik. Namun, Rara merasa kehilangan dirinya sendiri. Rasa bersalah dan trauma menghantui setiap hari-harinya.
Sementara itu, Bu Lastri mulai curiga dengan perubahan sikap Rara. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh putrinya, tetapi tidak tahu apa itu. Suatu hari, Bu Lastri menemukan catatan yang ditulis oleh Rara di dalam laci meja belajarnya. Di dalam catatan itu, Rara menceritakan semua yang terjadi antara dirinya dan Doni.
Dengan air mata mengalir deras, Bu Lastri merasa hatinya hancur. Ia tidak menyangka putrinya akan mengorbankan dirinya sejauh itu demi dirinya. Dengan penuh rasa bersalah, ia memeluk Rara yang sedang tertidur.
Keesokan paginya, Bu Lastri memutuskan untuk melaporkan Doni ke pihak berwenang. Ia tahu bahwa apa yang dilakukan Doni adalah tindakan yang keji dan tidak manusiawi. Dengan bantuan seorang pengacara, Bu Lastri berhasil membawa kasus ini ke pengadilan. Doni akhirnya ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara atas perbuatannya.
Setelah semuanya berakhir, Rara dan Bu Lastri berusaha untuk memulai hidup baru. Meskipun bekas luka di hati Rara tidak akan pernah hilang, ia merasa sedikit lega karena keadilan telah ditegakkan. Ia bertekad untuk melanjutkan hidupnya dengan lebih kuat dan tegar, demi ibunya yang sangat ia cintai.
Waktu berlalu, dan Rara berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan gemilang. Ia diterima di universitas ternama dengan beasiswa penuh. Kehidupan mereka mulai membaik, meski bayangan masa lalu masih sering menghantui.**