Hans merasa sedikit bersalah. "Maaf, Ariani. Aku hanya sibuk dengan tugas dan kegiatan di kelas baru."
"Apa hanya itu?" tanya Ariani dengan nada curiga. "Atau karena Astrid?"
Hans terkejut mendengar pertanyaan itu. "Tidak, bukan begitu. Aku hanya..."
Namun, sebelum Hans bisa menyelesaikan kalimatnya, Ariani berjalan pergi dengan ekspresi marah dan terluka. Pertengkaran ini membuat hubungan mereka semakin tegang.
Pada suatu hari sepulang sekolah, Hans menemukan Ariani duduk sendirian di taman sekolah. Hans mendekatinya dengan hati-hati. "Ariani, bisakah kita bicara?"
Ariani menghela napas dan mengangguk. "Baiklah, Hans. Apa yang ingin kamu bicarakan?"
"Aku minta maaf jika aku membuatmu merasa diabaikan," kata Hans dengan tulus. "Astrid hanya teman baru, dan aku tidak ingin hubungan kita menjadi renggang karena itu."
Ariani menatap Hans dengan mata yang lembut. "Aku hanya takut kehilanganmu, Hans. Kita sudah berteman lama, dan aku tidak ingin ada yang mengganggu itu."
Hans tersenyum. "Aku juga tidak ingin kehilangan persahabatan kita, Ariani. Kita bisa tetap dekat meskipun ada Astrid. Kamu selalu berarti bagiku."
Setelah percakapan itu, Hans berusaha lebih keras untuk menjaga keseimbangan antara hubungannya dengan Ariani dan persahabatannya dengan Astrid. Ia memastikan bahwa ia tidak mengabaikan pesahabatan dengan Ariani dan tetap menghabiskan waktu bersama dengannya.
Di sisi lain, Hans juga semakin dekat dengan Astrid. Mereka menemukan bahwa mereka bisa belajar banyak dari satu sama lain dan mendukung satu sama lain dalam berbagai aspek kehidupan sekolah.