Mohon tunggu...
inas muhammad
inas muhammad Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa FISIP Universitas Airlangga

seseorang induvidu bebas yang ingin berkreasi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Taufik Hidayat, Kemenpora, dan Olahraga Ada apa?

15 Mei 2020   21:39 Diperbarui: 20 Mei 2020   14:57 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di tengah pandemi COVID 19 melanda, kita sekali lagi dikegetkan sebuah berita mengejutkan dari olahraga, lebih spesifiknya di dunia bulutangkis Indonesia. Di mana dalam berita tersebut mengungkapkan bahwa mantan atlet bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat membeberkan adanya indikasi terkait korupsi dan penyuapan di dalam tubuh Kemenpora.

Awal berita ini muncul dari podcastnya Deddy Corbuzer yang mengundang Taufik Hidayat untuk membicarakan sesuatu dan di podcastnya tersebut menyingung persoalan korupsi dan suap di lingkaran lembaga olahraga. Saat menjadi bintang tamu podcast milik Deddy Corbuzer, Taufik mengatakan olah raga Indonesia tidak akan pernah maju siapapun yang menjadi menterinya.

Penyebabnya adalah korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah mendarah daging.Taufik Hidayat, mantan pebulutangkis kita juga melontarkan sebuah statmen yang membahana dan mencengangkan tentang banyaknya tikus di Kemenpora dan PBSI.

Oleh Sebab itu, menurutnya perlu dirombak satu gedung penuh agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan. "Kemenpora banyak 'tikus' dan harus dirombak total. Kalau dibilang kasarnya sih gua cuma berpikir siapapun menterinya akan sama aja. Itu harus setengah gedung dibongkar. Tikusnya banyak, banyak banget," imbuh Taufik. Timbul pertanyaan, apasih yang dimaksud " tikus" oleh Taufik Hidayat? Apakah memang benar adanya oknum suap dan korup yang sangat banyak di tubuh Kemenpora, sesuai yang dilontarkan Taufik?.

Dalam hal ini pihak Kemenpora tidak mau berpolemik, menurut Sekretaris Menpora Gatot S Dewa Broto, pihaknya tidak mau berpolemik dan ia menyinggung sekarang bulan puasa dan tidak baik berpolemik dibulan suci ini, tuturnya (detik.com 12 Mei 2020).

Di badan PBSI sendiri menurut Taufik Hidayat, juga sama buruknya.

"Saya sudah keluar, bahkan sebelum Asian Games karena saya tahu sejak awal bakal berantakan (Kemenpora). Di dalam PBSI juga banyak orang yang takut kepada saya, makanya bagaimana caranya saya harus dimatikan," ucap Taufik Hidayat.

"Saya bisa menjadikan seseorang jago bulutangkis, giliran orang itu sudah jadi, saya malah ditendang bersamaan dengan orang-orang (PBSI) itu," tambahnya lagi.

Bukan itu saja. Taufik Hidayat juga membeberkan cara ASN bisa korupsi hingga 1,5 miliar dengan mendapat komisi dari biaya pelatnas di satu hotel selama sebulan.(Kompas.com, 13/05/2020)

Melalui pengakuannya di podcast tersebut, Taufik Hidayat nampaknya sangat mengetahui seluk beluk dunia hitam yang ada di Kemenpora dan juga PBSI hingga ia dianggap sebagai ancaman utama di dalam organisasi.

Taufik Hidayat juga diduga ikut andil ketika membantu Kemenpora sebagai Wakil Ketua Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) periode 2016-2017. Yang mana pada akhirnya Menteri Menpora , Imam Nahrawi akhirnya terciduk sebagai tersangka korupsi. Posisi Taufik Hidayat pada saat ini masih berstatus saksi dalam kasus ini.

Adanya statmen Taufik Hidayat tentang banyaknya tikus dan setengah gedung harus dibongkar ini dapat dapat diasumsikan berbagai macam. Apakah statmen yang diutarakan memang benar adanya atau hanya sebuah isu untuk mempamorkan nama Taufik Hidayat lagi. Namun dari statmen tersebut juga dapat mengindikasikan bahwa menyidangkan pimpinan tertinggi kementerian ternyata tidaklah cukup untuk menghapus korupsi. Mereka harus dibersihkan seakar akarnya, harus dirombak total staff di Kemenpora.

Kasus korupsi di negeri ini (Indonesia) memang sulit untuk diungkap dan diberantas, karena tidak adanya saksi yang berani menyampaikan fakta yang terjadi.

Semua diam, tidak ada yang mau buka suara, mengapa demikian? Banyak orang yang pertama kali terjerat jaringan korupsi dia tidak sadar akan kelakuan yang telah ia perbuat dan ditambah lagi apabila ia membeberkan kebenarannya ia akan dilawan bersama sama para koruptor dan jejaraingnya, yang terjadi kemudian adalah seseorang yang melaporkan tindakan korupsi akan terjerat pidana.

Adanya jebakan dan system dunia gelap seperti ini yang ditakutkan orang orang yang ingin mensuarakan pmeberantasan korupsi.

Lalu apa yang bisa kita peroleh dari pengakuan dan pernyataan Taufik Hidayat yang sangat tajam bagaikan smesh bulutangkis yang tak bisa dikembalikan ini?

Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa apabila kita mengetahui dan terjerat dalam lingkaran korupsi dan penyuapan kita harus melapor ke pihak berwenang dan kita tidak harus takut kepada ancaman yang akan kita terima sesudah melapor  akan adanya indikasi korupsi tersebut karena adanya badan yang akan melindungi pelapor.

Dalam hal ini lembaga yang terkait adalah Kepolisisan, Kejaksaan, dan KPK, diharapkan koordinasi lembaga ini professional. Mengingat kembali hubungan yang kurang harmonis antara kedua lembaga ini terkait kasus sebelumnya (KPK dan Kepolisisan), mereka harus professional apabila ingin mewujudkan bangsa dan negara yang bebas dari korupsi dan suap.

Kembali lagi di bahasan awal, dibutuhkannya kooperasi antara saksi, kepolisian, dan KPK untuk membahas lebih lanjut indikasi permasalahan korupsi di tubuh Kemenpora dan PBSI.

Olahraga yang seharusnya sebagai tontonan yang nikmat dan bagus bagi bangsa Indonesia ternodai oleh korupsi dan suap hal dapat menjadi imej buruk bagi bangsa Indonesia dan cabang olahraga sendiri. Semoga kedepannya Olahraga dapat bersih dari sifat dan praktek korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun