Mohon tunggu...
Inas Butsainah Nawadir
Inas Butsainah Nawadir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student of Public Health at Airlangga University

I am a public health student at Airlangga University who is interested in the world of health. I have an interest in reading books, listening to music, writing, and also learning many things.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Tantangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia: Cara Pencegahan dan Simbiosis Tenaga Kesehatan Masyarakat

17 September 2024   22:03 Diperbarui: 17 September 2024   22:21 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh Nyamuk Aedes Aegypti, penyakit ini lebih berbahaya dampaknya jika terserang oleh anak-anak. Virus dengue termasuk virus RNA untai positif dengan genus Flavivirius dari famili Flaviviridae. 

Hingga saat ini, tercatat ada 88.593 kasus DBD dengan 621 kematian di Indonesia. Pada 26 Maret 2024, kasus DBD di Indonesia mencapai 53.131 kasus dan kematian 404 orang. Kemudian, kasusnya kembali mengalami peningkatan sebanyak 60.296 kasus dengan angka kematian sebanyak 455 orang. Adapun, kota/kabupaten dengan kasus kematian tertinggi akibat penyakit DBD di antaranya, Kabupaten bandung dengan total 39 kematian hingga bulan April 2024 (Kemenkes RI, 2024).

DBD biasanya dimulai dengan demam tinggi sampai 40 derajat celcius selama tiga hari. Selanjutnya, pada fase demam turun terjadi penurunan trombosit secara drastis dan kebocoran pembuluh darah. Jika pasien mengalami hal ini, maka akan berakibat mengalami pendarahan dan syok karena banyak kehilangan cairan tubuh. Setelah fase ini, pasien akan melewati fase kritis dengan tanda-tanda, di antaranya sakit perut yang parah, muntah terus menerus, muntah darah, BAB berdarah, dan lain-lain.

 Ada dua faktor risiko DBD yang ditemukan, yaitu factor internal, factor eksternal. Factor internal meliputi factor kesadaran diri dan factor Riwayat DBD sebelumya. Factor kesadaran diri merupakan salah satu factor yang harus diperhatikan dan diwapadai lebih awal karena tidak ada yang mengetahui bagaiman daya tahan tubuh dan kondisi tubuh kecuali diri sendiri. Umumnya DBD terjadi karena kita tidak bisa merawat lingkungan dengan baik, seperti membuang sampah sembarangan, membiarkan sampah menumpuk hingga berhari-hari, dan tidak menjaga kebersihan tubuh. Adapun factor eksternal, yaitu perubahan iklim dan tinggal di daerah tropis, Penelitian menunjukkan bahwa suhu 28-32 derajat celcius dengan tingkat kelembapan tinggi, nyamuk Aedes tetap bertahan hidup .Tidak heran bahwa di Indonesia banyak dijumpai kasus DBD karena kelembapan dapat menjadi salah satu factor terjadinya DBD. 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Masruroh et al (2016) menemukan bahwa keberadaan vegetasi di dalam maupun luar rumah meningkatkan risiko terkena DBD hingga enam kali karena tanaman yang daunnya saling menutupi sehingga cahaya matahari tidak jatuh dan menyebabkan kelembapan tinggi. Tenaga Kesehatan masyarakat tentunya memiliki peran besar dalam penanggulangan penyakit DBD, misalnya memberikan edukasi dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kebersihan dan Kesehatan lingkungan kepada masyarakat. Selain mengedukasi masyarakat, tenaga kesmas juga bisa mengajak mereka untuk gotong royong di lingkungan sekitar. Selanjutnya, mengajak Masyarakat untuk menggunakan teknologi Wolbachia. 

Direktur dari Impact Assesment at the World Mosquito Program (WMP), Katherine L Andreas, menyatakan tentang intervensi Wolbachia yang dikembangkan oleh WMP. Wolbachia diyakini dapat memberikan proteksi lebih bagi Masyarakat terhadap DBD. Dengan demikian, teknologi ini bisa menjadi salah satu fasilitas kesehatan masyarakat. DBD merupakan penyakit yang berbahaya dan lebih berisiko pada anak-anak. Saat ini, kasus DBD di Indonesia sangat banyak dijumpai dengan angka kematian yang tinggi. Tenaga Kesehatan Masyarakat menjadi peran penting terhadap pencegahan DBD melalui edukasi, penyuluhan,gotong royong, dan penggunaan Wolbachia. Tidak hanya tenaga kesmas saja yang menjadi peran dalam kasus ini, tetapi masyarakat pun ikut andil dalam pencegahan kasus DBD.

 KATA KUNCI: DBD, Nyamuk, Wolbachia.

REFERENSI:

Martini Yanti Oroh, O. R. (2020). Faktor Lingkungan, Manusia dan Pelayanan Kesehatan yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue, pp. 36-37. 

Napitupulu, E. L. (2023, January 11). Teknologi Wolbachia Menjanjikan untuk Pengendalian DBD: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/01/11/teknologi-wolbachiamenjanjikan-untuk-pengendalian-dbd [online].(diakses tanggal 8 September 2024)

 Rokom. (2024, Juni 5). Ketika Demam Berdarah Kembali Merebak: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20240605/0545670/ketika-demamberdarah-kembali-merebak/ [online].(diakses tanggal 8 September 2024) 

T, d. M. (2024, May 1). Demam Berdarah: https://www.alodokter.com/demam-berdarah [online].(diakses tanggal 8 September 2024)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun