Mohon tunggu...
Inas Amatullah
Inas Amatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sistem Informasi Universitas Airlangga

Information System Student at Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Di Balik Petualangan Bajak Laut: One Piece sebagai Cermin Ketimpangan Kekuasaan di Indonesia

26 Desember 2024   01:15 Diperbarui: 26 Desember 2024   00:59 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karya Eiichiro Oda, One Piece, bukan sekadar cerita tentang petualangan bajak laut. Di balik aksinya yang penuh fantasi, seri ini menyisipkan kritik tajam terhadap ketidakadilan, manipulasi kekuasaan, dan ketimpangan sosial yang dapat kita cermati sebagai refleksi kondisi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Lewat eksplorasi tema keadilan dan kekuasaan, One Piece menjadi cermin bagi bangsa ini untuk menilai dinamika sosial dan politiknya.


Di dunia One Piece, pemerintah dunia (World Government) berdiri sebagai simbol kekuasaan absolut yang sering mengabaikan penderitaan rakyat demi mempertahankan kepentingan kelompok elit. Pemerintah dunia memanfaatkan institusi seperti Angkatan Laut dan Cipher Pol untuk menekan pihak-pihak yang dianggap mengancam stabilitas kekuasaan mereka. Dalam beberapa arc, seperti Enies Lobby dan Dressrosa, kita diperlihatkan bagaimana pemerintah melindungi kepentingan elit sambil menutupi kejahatan sistematis, mulai dari pembantaian penduduk Ohara hingga eksploitasi di Dressrosa.

Jika kita tarik analogi ini ke Indonesia, kita melihat adanya kemiripan dalam pola kekuasaan yang sering kali memihak segelintir elit. Misalnya, kebijakan ekonomi yang disebut "pro-rakyat" terkadang justru cenderung menguntungkan korporasi besar. Proyek-proyek pembangunan besar sering mengorbankan hak-hak masyarakat kecil, seperti petani dan warga adat, yang menjadi korban penggusuran lahan. Situasi ini tidak jauh berbeda dengan bagaimana warga Dressrosa kehilangan hak-haknya akibat kekuasaan Doflamingo. Dari sini, One Piece mengajarkan bahwa perlindungan terhadap masyarakat kecil seharusnya menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan, bukan sekedar janji retorik yang kosong.

Selain itu, penggambaran kelompok revolusioner dalam One Piece, seperti Monkey D. Dragon dan pasukannya, mencerminkan perlunya kontrol dan evaluasi terhadap sistem pemerintahan. Bukan berarti kita membutuhkan perubahan yang ekstrem, tetapi ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola negara. Di Indonesia, kita masih dihadapkan pada isu-isu seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan lemahnya kontrol terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat. Hal ini menunjukkan pentingnya peran masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan.

Konsep Pirate King yang diusung oleh Luffy juga mengajarkan bahwa kepemimpinan bukan soal jabatan atau kekuasaan, tetapi soal keberanian untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan. Luffy tidak memimpin dengan cara memerintah orang lain; ia membangun hubungan yang setara dengan kru-nya, saling mendukung satu sama lain. Hal ini bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam memaknai kepemimpinan---bahwa seorang pemimpin bukan hanya tentang status atau popularitas, melainkan bagaimana ia memberdayakan masyarakat dan memimpin dengan keteladanan.

Pada episode lainnya, cerita di negeri Wano menawarkan kritik mendalam terhadap eksploitasi sumber daya alam oleh para pemimpin yang korup. Di Wano, kekuasaan Orochi dan Kaido tidak hanya menindas rakyatnya secara fisik, tetapi juga merusak lingkungan demi mendapatkan keuntungan ekonomi. Hal ini mirip dengan kondisi di Indonesia, di mana eksploitasi sumber daya alam seperti penambangan dan pembukaan lahan sering kali dilakukan tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan atau dampaknya pada masyarakat lokal. Kasus-kasus seperti deforestasi atau pencemaran lingkungan menunjukkan bahwa kita perlu lebih serius dalam menyeimbangkan pembangunan dengan perlindungan alam.

Namun, One Piece juga memberikan harapan bahwa perubahan selalu mungkin terjadi. Kaum yang tertindas di Dressrosa, Wano, dan Alabasta pada akhirnya mampu merebut kembali kebebasan mereka melalui keberanian, solidaritas, dan semangat juang untuk melawan ketidakadilan.

Melalui One Piece, kita diajak untuk merenungi bagaimana kekuasaan yang tidak diawasi dapat berubah menjadi alat penindasan. Indonesia, dengan segala potensi dan keragamannya, memiliki peluang besar untuk mewujudkan keadilan sosial dan pemerintahan yang benar-benar melayani rakyat.  Namun, ini hanya mungkin jika semua pihak---pemerintah, swasta, dan masyarakat---bersatu untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan kepentingan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun