Program Makan Bergizi Gratis (PMBG) merupakan salah satu program unggulan Presiden terpilih 2024, yang semula saat kampanye diberi label Program Makan Siang Gratis. Terlepas apapun nanti nama programnya,  ada banyak hal yang harus diperhatikan agar dalam pelaksanaanya nanti  sukses sesuai harapan.
Sesungguhnya program pemberian makanan gratis bukan hal baru, meskipun selama ini yang diberikan adalah makanan tambahan. Beberapa kegiatan masih dikalsanakan sampai sekarang misalnya pemberian makanan tambahan (PMT) bagi penderita gizi buruk, dan PMT Balita yang biasanya diberikan bersamaan dengan penimbangan balita di Posyandu.Â
Untuk siswa SD pernah diberikan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Â pada era Pemerintahan Presiden Soeharto dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah. Program tersebut hanya beberapa tahun berlangsung dan sekarang sudah tidak ada lagi. Dan mulai tahun depan PMBG akan dilaksanakan oleh Pemerintahan baru 2024-2029
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan Pemerintah agar PMBG dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan :
1. Perencanaan
a. Penetapan kebijakanÂ
Grand design PMBG selama 5 tahun masa pemerintahan  2024-2029 harus ditetapkan agar program memiliki landasan hukum yang kuat dan berkelanjutan serta didukung anggaran yang memadai selama masa program. Berkaca pada PMTAS, PMBG bisa ditetapkan dengan mengeluarkan Instruksi Presiden.Â
Selanjutnya bisa disusun kebijakan yang lebih detail dan rinci sesuai bidang/kementerian teknis terkait, misalnya Peraturan Menteri Keuangan untuk mengatur terkait  besaran alokasi anggaran serta mekanisme penyaluran, pelaporan dan pertanggungjawaban. Demikian juga dengan kementerian/lembaga negara lainnya yang berhubungan dengan pencapaian traget kinerja PMBG ini.
b. Penentuan tujuan dan sasaran
Berdasarkan informasi yang beredar di masyarakat, PMBG akan menyasar seluruh siswa sekolah Negeri dan Swasta dari SD, SMP hingga SMA/SMK di seluruh Indonesia. Jika benar ini akan direalisasikan, tentu membutuhkan biaya yang  sangat besar.  APBN 2024 untuk anggaran pendidikan yang ditransfer ke daerah adalah sebesar Rp346,6 T terdiri dari anggaran BOS untuk 43,7 juta siswa, BOP PAUD untuk 6,2 juta peserta didik dan BOP Pendidikan Kesetaraan 890,7ribu.
Merujuk pada jumlah siswa untuk anggaran BOS yaitu sebesar 43,7 juta, maka untuk PMBG adalah 43,7 siswa x 22 hari x 12 bulan x Rp15.000,00 sehingga butuh biaya sebesar Rp173,305 T/tahun. (semoga saya tidak salah menghitung, dan dengan asumsi Rp15.000,00 cukup untuk menyajikan makann bergizi dan 5 hari sekolah/minggu).
Melihat angka tersebut Pemerintah harus realistis. Jika tujuan PMBG adalah  meningkatkan kondisi kesehatan/gizi siswa, maka sasaran yang tepat adalah anak-anak yang kurang baik gizinya  diintervensi PMBG sehingga menjadi baik. Dengan demikian siswa yang sudah baik dan sangat baik tidak perlu lagi memperoleh PMBG.Â
3. Penyusunan Pedoman Teknis yang lengkap dan rinci
Pedoman teknis harus disusun secara rinci dan lengkap sehingga dapat menjawab 5W dan 2 H (why, what, when, where, who, how dan how much).Â
Dalam banyak kasus, pedoman teknis yang seharusnya dipegang, dibaca, dipahami oleh seluruh stake holder, utamanya adalah pihak sekolah atau siapapun nanti yang ditunjuk sebagai pelaksana utama, tetapi para pihak tersebut tidak tahu persis aturannya. Mereka hanya memperoleh informasi sebatas sosialisasi yang juga tidak begitu mendalam dan tidak menjangkau seluruh pihak terkait.
Dalam juknis harus bisa menjawab 5 W+2H sebagai berikut :
-Mengapa PMBG dilakukan, apa alasan dan tujuannya (why). Tujuan harus jelas dengan indikator yang terukur. Misalnya  terkait kondisi gizi/kesehatan siswa : tinggi badan, berat badan; terkait prestasi, tingkat kehadiran, tingkat DO, dll. sebelum dan sesudah PMBG. Dengan demikian  dapat dievaluasi tingkat keberhasilan PMBG.Â
-Apa sesungguhnya PMBG? (what). Apa menunya, jenis makanan apa yang boleh dan tidak boleh, soal hygienitas bahan, dst.;
-Kapan dilaksanakan (when)? Sarapan atau makan siang, berapa kali diberikan dalam seminggu, dst;
-Dimana dilaksanakan? (Where) Bukan hanya tentang dimana pemberiannya, tetapi juga dimana tempat memasak, dimana belanja bahan baku (jika salah satu tujuannya untuk menggerakkan ekonomi setempat, tentu belanja di super market/retail besar tidak dianjurkan), bahkan dimana sekolah bisa berkonsultasi seandainya terjadi permasalahan juga perlu dipikirkan; dst.;
-Siapa saja yang terlibat, melakukan apa dan bertanggung jawab kepada siapa? (Who). Sasaran program tentu yang utama, harus jelas kriterianya agar tepat sasaran. Kementerian mana saja yang terlibat mengingat untuk keberhasilan PMBG harus dilakukan lintas sektoral.Â
Pengorganisasian dan koordinasi  baik vertikal maupun horizontal harus jelas, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas. Termasuk siapa yang  menyediakan makanan? Rekanan/profesional/jasa catering, atau diserahkan kepada kelompok masyarakat setempat untuk mengelola? Siapa yang menjamin atau supervisi terkait keamanan, higyenitas, kandungan gizi dari menu makanan?, dst.
-Bagaimana (how)Â PMBG dilaksanakan? Bagaimana alur/mekanisme penyaluran, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan, bagaimana pengolahan makanannya, bagaimana distribusi makanannya, bagaimana cara mengukur indikator tujuannya, dst;
-Berapa banyak anggaran yang dibutuhkan (how much). Harus dihitung secara cermat dan teliti terkait jumlah sasaran, jumlah hari sekolah yang berbeda-beda, ada sekolah yang menerapkan 5 hari ada juga yang 6 hari, menentukan satuan harga yang tepat untuk menyajikan menu Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA) yang memadai, sehingga dapat mendongkrak gizi siswa. Jangan lupa untuk menyediakan biaya operasional untuk pelaksanaan PMBG agar lancar dan tidak perlu "memotong" satuan harga makanan.
2. Pelaksanaan
Jika pelaksanaan diserahkan secara swakelola ke sekolah (sebagaimana Dana BOS), maka harus dibentuk Tim di tingkat Sekolah dan/atau Desa/Kelurahan sehingga dalam pelaksanaannya bukan sekolah yang sibuk mengolah/menyediakan makanan, sebab Kepala Sekolah dan guru harus fokus mengajar.Â
Tim di Tingkat Sekolah dapat melibatkan Kepala Desa, Kader PKK Desa, Kader Posyandu, Bidan Desa/Puskesmas dan lembaga kemasyarakatan lainnya jika diperlukan. Masing-masing berperan dan bertanggung jawab sesuai kompetensi dan kewenangannya, dan satu lagi semua pihak yang terlibat harus membuat Pakta Integritas. Hal ini untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan pengadaan makanan bergizi.
Jika dilaksanakan oleh penyedia/rekanan, dengan asumsi anggaran tidak ditransfer ke sekolah tetapi langsung dari Kementerian atau Dinas Pendidikan berkontrak dengan penyedia, maka PPK harus betul-betul mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan penyediaan makanan bergizi ini, agar tidak terjadi kecurangan.Â
Lelang pengadaan harus dilakukan secara transparan, adil dan berintegritas mengingat nilainya yang sangat besar. Jika terjadi kolusi/supa Rp1000,00 saja per menu, jumlahnya sudah milayaran. Mitigasi risiko fraud/kecurangan harus betul-betul dirancang dan diimplementasikan agar dana PMBG tidak menjadi ladang baru korupsi.
Agar dalam pelaksanaan berjalan sesuai petunjuk teknis yang telah ditetapkan, perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan secara berkelanjutan oleh Instansi pengawas mulai dari Ispektorat Jenderal masing-masing kementerian dan/atau bekerja sama dengan Inspektorat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.
3. Pelaporan dan evaluasi
Pelaporan atas pelaksanaan PMBG harus dilakukan secara berkala dan/atau insidentil oleh sekolah terlepas apakah sekolah nanti sebagai pelaksana swakelola ataupun sebagai penerima manfaat saja jika penyedianya adalah rekanan. Sekolah harus melaporkan secara berjenjang sesuai  kondisi yang sebenarnya, baik pelaporan administratif maupun realisasi fisiknya.Â
Misalnya terkait jumlah murid dan frekuensi pemberian makanan. Apakah terjadi keterlambatan dalam pemberian makanan atau tepat waktu dan jumlah, apakah menu disukai siswa, apakah makanan sehat, apakah ada kondisi tertentu misalnya keracunan, dsb.
Jika sekolah sekaligus sebagai pelaksana PMBG/swakelola, tentu harus dilaporkan pula tentang pengelolaan keuangannya. Berapa anggarannya, berapa realisasi penerimaan, berapa realisasi pengeluaran/penggunaan dan tentu saja harus disusun pertanggungjawabannya.
Evaluasi hendaknya juga dilakukan secara berkala, baik menyangkut keuangan maupun pelaksanaan PMBG. Dengan demikian diketahui  kendala/hambatan dan dicarikan solusi untuk mengatasi kendala yang ada.
Evaluasi atas program, salah satunya dengan melakukan pengukuran indikator kesehatan/gizi secara berkala. Hal ini dapat dilakukan sekolah bersama dengan Dinas Kesehatan/RSUD Pemerintah/Puskesmas/Bidan Desa setempat untuk pengukuran tinggi dan berat badan siswa. Sedangkan untuk evaluasi atas dampak PMBG seperti kehadiran siswa, angka drop out, prestasi/nilai raport atau prestasi lainnya dan lain-lain dapat dilakukan oleh internal sekolah dengan supervisi berjenjang.
Jika seluruh tahapan dilaksanakan dengan baik, masing-masing pihak punya tujuan yang sama, mitigasi risiko program dan kecurangan di setiap tingkatan dirancang dan diimplementasikan dengan baik, serta dibarengi dengan integritas yang tinggi seluruh stake holder, bukan tidak mungkin PMBG berhasil mencapai tujuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H