Hari itu adalah momen dimana kita bersepakat untuk mengakhiri perjalanan cinta ini lagi. Sangat berat rasanya. Tapi kita sepakat untuk kembali mencobanya. Rasa sesak menyeruak dalam hati saya. Namun dihadapanmu saya memaksa diri untuk tersenyum dan terlihat baik-baik saja. Tujuannya agar kau tak merasa khawatir dengan saya.Â
Ketika itu kau berkata, saya meminta untuk mengakhiri kisah kita ini sudah yang ke-seratus kali. Kamu benar. Dan tujuannya dari awal sampai sekarang masih sama, tak berubah. Meski begitu, sampai detik ini pula percobaan saya selalu gagal. Apakah barangkali memang Tuhan masih ingin melihat kita bersama? Ada rasa penyesalan namun juga saya tak bisa berbuat apa-apa. Barangkali memang jalannya seperti ini untuk semakin membuat kita percaya.Â
Penyesalan saya adalah saya tak memberikan kesempatan untuk kau menyampaikan apa yang kau rasakan jika kisah ini berakhir. Padahal kenyataannya kau masih cinta dan nyaman bersama saya. Kau bahagia. Dan saya bisa melihat kebahagiaan itu terpancar dari wajahmu. Dan permintaan saya yang ke-seratus ini lagi dan lagi selalu membuatmu jatuh sakit. Maafkan saya sayang. Saya memang egois. Hanya mementingkan diri sendiri. Tolong maafkanlah.Â
Selama ini pula jika saya meminta berhenti, kau lah yang selalu mempertahankannya. Jujur sedari awal saya meminta berhenti, adalah cara saya mencoba untuk menarik diri darimu. Tetapi rupanya cinta saya kepadamu lebih besar dari ego dan keinginan saya tersebut. Alhasil selang satu atau dua hari, saya pasti kembali kepadamu sayang. Saya tak tahu mengapa. Tapi yang jelas saya bahagia saat bersamamu.Â
Mungkin kamu akan menganggap bahwa saya plin plan, tak tahu diri atau sejenisnya. Saya yang minta berhenti, saya pula yang menginginkan kembali. Jika memang begitu, maka tak apa. Kamu berhak punya penilaian terhadap saya. Karena seperti yang saya sampaikan diatas, bahwa sebenarnya itu adalah cara saya untuk mencoba tetapi tak bisa.Â
Dan kemarin saya meminta kesempatan lagi untuk menjadi kekasihmu, kau memperbolehkannya. Terimakasih atas kemurahan hatimu sayang. Meski perasaan saya berkata ada sedikit yg berubah sebab kau terlihat cuek tak seperti biasanya. Saya jadi teringat perkataanmu waktu itu. Jika kamu sedang di mode begitu, artinya ada hal yang sangat penting dan harus kamu selesaikan serta tak ingin siapapun mengganggu. Maka untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, saya akan menunggu.Â
Lekaslah sembuh sayang. Sedikit banyaknya sakitmu adalah gara-gara saya. Sekali lagi saya minta maaf. Dari lubuk hati saya yang terdalam, tak ada niat untuk menyakitimu sama sekali. Sayang, saya merindukan dirimu yang ceria dan romantis. Saya akan menunggu waktu itu tiba. Dan saya tidak mau berjanji karena takut mengingkari lagi. Tetapi saya akan berusaha untuk senantiasa memperbaiki diri. Â
Saya akan belajar mencintaimu lebih baik lagi. Â Keterdiaman kita tanpa komunikasi selama dua hari kemarin, membuat saya merenung. Bahkan lebih dari dua hari saya menangis. Saya mencintaimu seperti seseorang mencintai langit. Ia bahagia kapanpun dan disaat kondisi langit bagaimanapun. Pagi, siang, sore, bahkan malam hari. Cerah, tertutup awan, mendung, bahkan badai sekalipun tak menyurutkan cintanya kepada langit. Begitu pula dengan cinta saya terhadapmu. Saya mencintaimu disetiap waktu dan dengan keadaan bagaimanapun. Saya bahagia mencintaimu. I love you more kekasihku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H