Mohon tunggu...
Inayatun Najikah
Inayatun Najikah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Lepas, Pecinta Buku

Belajar menulis dan Membaca berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Yang Di(ter)Hilangkan dari Idhul Adha

9 Juli 2022   21:35 Diperbarui: 2 Januari 2023   12:22 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sembari mendengarkan gema takbir yang sudah berkumandang diseluruh masjid dan mushola, saya membaca salah satu artikel dimedia. Judulnya adalah memaknai Idhul Adha dengan perspektif perempuan. Cukup menarik. Awalnya saya berfikir artikel ini akan membahas pandangan seorang perempuan tentang tradisi Idhul Adha yang ada dilingkungannya, ternyata bukan.

Idhul Adha identik dengan qurban. Oleh karena itu, apa yang dibahas artikel ini tak jauh-jauh soal berqurban. Penulis menceritakan bagaimana sejarah qurban selama ini ada yang sengaja telah di (ter) hilangkan dari yang sering kita dengar. Saya sendiri baru menyadari dan baru memahami jika selama ini apa yang saya dengar belumlah cerita secara utuh. 

Sejarah qurban yang hampir setiap tahun selalu diceritakan oleh khotib saat mengisi khutbah setelah sholat ied, rupanya hanya mengambil dari satu sisi. Yaitu sisi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Selalu dan selalu yang kita dengar adalah soal bagaimana kepatuhan Nabi Ismail yang rela disembelih oleh ayahnya atas perintah Allah melalui mimpi. Nabi Ismail tak ragu sedikitpun ketika sang ayah menceritakan mimpinya. Meski pada akhirnya kita tau bahwa yang disembelih Nabi Ibrahim bukanlah Nabi Ismail, melainkan seekor hewan. 

Pernahkah kita tau dibalik dialog Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ada pengorbanan lain dari dua orang perempuan? Ibunda Siti Hajar dan Ibunda Sarah. Keduanya yang merupakan istri Nabi Ibrahim. Mengapa cerita qurban hanya diambil dari sisi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail saja? Ada satu kalimat dari artikel tersebut yang saya kutip.

Peran perempuan dalam sejarah terkadang tak terlihat meski hanya permukaan. Struktur dominasi yang patriarkal menjadi figur yang berada di atas kemanusiaan. Sehingga perempuan merasa tereksploitasi dan terpinggirkan dalam sejarah yang lestari.

Sebegitu termarginalkannya seorang perempuan. Dalam artikel diceritakan bahwa pengorbanan Ibunda Hajar sangat luar biasa. Saya dan bahkan anda tau pengorbanan ibunda Hajar saat telah melahirkan Nabi Ismail kecil, mereka kemudian dihijrahkan pada tempat yang jauh.

Nabi Ismail tumbuh tanpa seorang ayah, dan Ibunda Hajar membesarkan putranya tanpa didampingi oleh suami tercinta. Tentu hal ini atas perintah dari Allah.

Ibunda Hajar dan Nabi Ismail kecil diasingkan di tempat yang sangat tandus dan hanya berbekal beberapa makanan dan minuman. Saat Nabi Ismail kecil menangis minta air, Ibunda Hajar melihat sebuah air di bukit shafa dan marwa. Ia mondar mandir hingga tujuh kali dari bukit shafa ke marwa hanya karena ia yakin ada air disana.  Namun semua hanya fatamorgana.

Karena usahanya yang gigih, Allah menggerakkan kaki Nabi Ismail kecil untuk menghentak ke tanah dan keluarlah air, yang sampai sekarang dinamakan zam zam.  Sumber air ini terus menyeruah dan tak pernah habis meski telah banyak diambil oleh orang-orang. Selain itu, pengorbanan Ibunda Hajar juga terlihat saat Nabi Ibrahim memberitahukan mimpinya kepada Nabi Ismail akan perintah berqurban, ia yang mengasah pedang hingga tajam agar tak menyakiti sang anak tercinta, Nabi Ismail nantinya. 

Lain halnya dengan Ibunda Sarah. Pengorbanannya tak kalah luar biasa dari Ibunda Hajar. Ia dengan rela dimadu dan menerima keadaannya saat Nabi Ibrahim mengaku bahwa ia adalah saudara perempuannya kepada Raja mesir. Tentu berat bagi Ibunda Sarah yang begitu mencintai suaminya, harus rela melihat suaminya berbagi kebahagiaan dengan perempuan lain. 

Itulah peran dari dua orang perempuan yang mungkin sengaja di (ter) hilangkan dari sejarah. Jika tak ada peran dan pengorbanan dari Ibunda Hajar dan Ibunda Sarah, tentulah tak akan ada yang namanya perintah berqurban. Semua terjadi atas kehendak Allah. Selamat merayakan hari raya Idhul Adha. Semoga kita senantiasa menjadi manusia yang mampu melihat tak hanya dari satu sisi saja. Semoga bermanfaat.

Sumber artikel : Mubadalah.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun