Mohon tunggu...
Mutmainah
Mutmainah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keseimbangan Konsumen dalam Mengonsumsi Barang dan Jasa

16 Februari 2019   01:54 Diperbarui: 2 Juli 2021   13:24 1872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KESEIMBANGAN DALAM KONSUMEN

Dalam kehidupan sehari-hari kita telah melakukan sejumlah aktivitas ekonomi, melakukan sejumlah keputusan mengenai bagaimana mengalokasikan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik kebutuhan primer maupun sekunder. Bahkan dimulai dari bangun tidur kita sudah akan melakukan kegiatan ekonomi. 

Keputusan pengalokasian dana inilah yang membuat munculnya fungsi permintaan. Dalam ekonomi konvensional, konsumen selalu diasumsikan untuk memperoleh kepuasan dalam kegiatan konsumsinya dan selalu menginginkan tingkat kepuasan yang tinggi. Konsumsi merupakan kajian penting dalam kegiatan ekonomi. 

Perilaku konsumsi dan investasi adalah kunci penting untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat konsumsi akan menyebabkan kelangkaan pemenuhan kebutuhan, yaitu pemenuhan barang atau jasa yang beredar di masyarakat, sedangkan tingkat produktifitas tidak bertambah. Hal inilah yang menyebabkan perlunya keseimbangan konsumen untuk mencapai maslahah.

Dalam kehidupan seharai-hari konsumen juga harus mempertimbangkan maslahah dalam konsumsi. Maslahah konsumsi tediri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dengan sifat konsumen yang akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan kosumsinya.

Baca juga: BTS Meal, TPB, dan Perilaku Konsumen

Dalam kehidupan sehari-hari maslahah dalam mengonsusmi suatu barang yang diperlukan sangatlah penting. Jika suatu konsumen tidak mempertimbngkan manfaat suatu barang tersebut maka sama saja konsumen tidak mempertimbangkan keseimbangan dalam konsumsi. Jika membeli barang tidak ada manfaatnya, maka bisa menimbulkan pengeluaran yang tidak seimbang dengan pendapatan sehingga bisa menimbulkan kerugian bagi konsumen sendiri. 

Konsumen akan merasakan manfaat  ketika ia memenuhi kebutuhan fisik atau material, di mana barang tersebut dapat diambil manfaat untuk memenuhi kebutuhanya sehingga di sinilah konsumen bisa dikatan maslahah. Di sisi lain, konsumen akan mendapatkan berkah apabila ia mengonsumsi barang dan jasa dihalalkan oleh syariat agama Islam, akan merasa berkah apabila barang tersebut di peroleh dengan cara yang halal ataupun barang tersebut bukan barang yang dilarang dalam agama. 

Jika konsumen mengonsumsi barang/jasa yang dihalalkan oleh syariat agama Islam maka akan merasa tenang. Dan maka akan mendapatkan pahala, pahala di sinilah yang akan dirasakan sebagai berkah dalam mengonsumsi barang atau jasa. Sebaliknya jika barang ataua jasa yang dikonsumsi tidak sesuai dengan syariat agama Islam maka akan mendapatkan dosa, dan dosa inilah yang tidak mendatangkan keberkahan dalam kosumen, serta mendapat siksa Allah. Jadi, mengonsumsi yang haram maka akan mendatangkan keberkahan yang negatif yang hanya membuat hidup tidak merasakan kebahagiaan ataupun kenyamanan.

Contohnya ketika konsumen membeli alat elektronik seperti handphone,  jika konsumen menggunakan handphone tersebut untuk mengakses internet untuk berbisnis seperti jualan online yang lagi tren di masa kini maka akan mendapatkan penghasilan serta membawa ke hal negatif. Dengan hal ini handphone telah memberikan manfaat bagi penggunanya baik layanan informasi maupun kepuasan piskis, inilah yang merupakan maslahah dalam duniawai atau manfaat.  

Keseimbanagan konsumsi juga perlu diperhatikan bagi konsumen dalam melakukan jumlah aktivistas dalam kegiatan ekonomi. Dalam mencapai keseimbangan konsumsi konsumen perlu mengetahui keterkaitan barang yang satu dengan barang yang lain dan juga etikaa konsumsi.

Baca juga: Faktor Nostalgia dan Perilaku Konsumen dalam Mendaur Ulang Barang

Pilihan untuk konsumsi sangat dipengaruhi oleh keterkaitan antara dua barang dan prioritas konsumen. Secara umum  keterkaitan antara barang dibagi menjadi tiga yaitu subtitusi, komplementer, independen.

Yang pertama komplementer atau hubungan antara barang yang satu dengan barang yang lain berhubungan positif. Dalam hubungan ini masih dibedakan menjadi tiga yaitu hubungan komplementer sempurna di mana tingkat komplementer sempurna jika kosumsi dari satu barang mengharuskan konsumen membeli barang lain sebagai pelengkap barang yang pertama di beli. 

Contoh jika konsumen membeli jam dinding maka konsumen juga wajib membeli baterai supaya jam tersebut dapat diambil manfaatnya. Di sinilah komplementer sempurna terjadi karena ketika membeli barang yang satu juga wajib dibeli sebagai pelengkap.yang kedua ada tingkat komplementer Dekat, dimana tingkatan ini bisa digambarkan jika seseorang membeli barang yang satu maka kemungkinan besar orang tersebut akan membeli barang yang lain. 

Contoh seseorang yang mengonsumsi kopi kemungkinan besar juga akan mengonsumsi gula, namun tidak semua penikmat kopi juga akan mengonsumsi gula karena juga ada hanya sebagai penikmat kopi murni atau kopi hitam tanpa gula. Di sinilah kenapa bisa menjadi tingkat komplementaris dekat karna kebanyakan penikmat kopi juga akan menikmatay gula. Dan yang terakhir adalah tingkatan komplementaris jauh.

 Tingkatan ini terjadi karena hubungan kedua barang ini rendah. Contoh pemakaian sampo dengan conditioner, konsumen banyak memakai sampo tapi kemungkinan pengguna conditioner rendah.

Kedua subtitusi. Subtitusi bisa dibilang kebalikan dari komplementer yaitu hubungan dua barang tersebut negatif, maksudnya hubungan negatif yaitu jika barang konsumsi barang yang satu naik maka barang konsumsi yang lain akan turun. Hubungan negatif ini terjadi karna adanya penggantian antarbarang yang satu dengan barang  yang lain disebabkan oleh beberapa alasan.

Dalam substitusi juga ada beberapa tingkatan, yaitu substitusi sempurna di mana penggunaan dua buah barang tersebut bisa ditukar satu sama lain tanpa mengurangi kepuasan konsumen. Contoh pengunaan gula, konsumen tidak mempersalahkan asal usul dari  gula tersebut entah gula lokal atau gula impor, 

Mereka tidak mempermasalahkn karena mereka tidak bisa merasakan perbedaan dalam hal kepuasan yang mereka dapat. Yang kedua tingkatan subtitusi dekat. Di mana fungsi kedua barang tersebut mampu menggantikan satu sama lain, namun penggantian ini menyebabkan  perbedaan kepuasan yang akan diperoleh oleh konsumen. 

Contoh penggunaan sistem oprasi Windows dengan Linux. Kemudiyan yang terakhir tingkatan subtitusi jauh, yaitu di mana konsumen mengganti barang yang satu dengan yang lain hanya dalam keadaan tertentu. Contoh penggunaan nasi dan roti konsumen akan mengganti nasi dengan roti jika dalam keadaan yang mendesak misalnya sakit atau keadaan yang lain.

Baca juga: Mal Sepi, Perilaku Konsumen yang Tidak Terpuji, Tujuan Hidup, hingga Bayar Parkir tanpa Uang Tunai

Ketiga, independen di mana barang yang satu dengan barang yang lain tidak ada kaitannya. Jadi konsumen tidak perlu membeli barang yang lain. Contoh konumen membeli mobil maka konsumen juga tidak harus membeli sepdea motor karena kedua barang terseut tidak ada kaitannya.

Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada prinsip keadilan distribusi. Kepuasan konsumsi dalam Islam tergantung pada nilai agama yang diterapkan pada rutinitas kegiatannya, yang tercermin pada alokasi uang yang dibelanjakan.

Batasan konsumsi dalam Islam tidak hanya memperhatikan aspek halal atau haram saja, tetapi jugak memperhatikan baik, cocok, bersih, tidak menjijikKan, larangan bermegah-megahan. Begitupula batasan konsumsi tidak hanaya berlaku pada makanan dan minuman. Tetapi mencakup komoditas lainnya.

Empat prinsip konsumsi dalam Islam

  1. Keadilan, prinsip ini mengandung makna ganda mengenai mencari rezeki yang halal dan tidak dilarang agama sesuai fiman Allah SWT. Dalam Q.S. Al-Baqoroh ayat 173
  2. Kebersihan, prinsip ini mengatur bahwa makanan harus harus baik dan cocok untuk dimakan tidak kotor
  3. Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku konsumen agar menonsumsi makanan atau minumam tidak berlebihan seperti dlam firman Allah SWT. Q.S. Al-A'raf ayat 31
  4. Kemurahan hati, sebagaimana firman Allah SWT. Dalam Q.S. Al-Ma'idah ayat 96  

DAFTAR PUSTAKA

  1. Amalia,Diah.2013. vol 1. Keseimbangan konsumen dalam mikro ekonomi di http://www.academia,edu (di akses 16 februari)
  2. Mochlasin.2013.rekontruksi teori consumer equilibrium prespektif ejonomi islam di https://www.researchgate.net (di akses16 februari).
  3. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam.ekonomi islam,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2008
  4. Sadono,Sukirno,mikro ekonomi,Jakarta:PT Raja Grafindo,2013
  5. Sukarno,wibowo,ekonomi mikro islam,Bandung:CV Pustaka Setia,2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun