Mohon tunggu...
Inamul Hasan
Inamul Hasan Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Literasi

Santri | Mahasiswa | Researcher | Traveler | Peresensi | Coffee Addict | Interested on History and Classical Novels

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dari Grab, untuk Mahasiswa-Santri "Misqueen"

25 November 2019   14:46 Diperbarui: 5 Desember 2019   12:27 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah seorang mahasiswa di salah satu kampus di Jogja. Saya tidak tinggal di kos-kosan, melainkan di sebuah pesantren mahasiswa yang dikelola oleh dosen saya sendiri. 

Kenapa di pesantren? Kebetulan, sebelumnya saya adalah seorang santri di salah satu pesantren di Sumatera Barat yang kemudian melanjutkan pendidikan S1 di Jogja melalui jalur beasiswa santri dari Kemenag RI. Salah satu syarat ketika telah mendapatkan beasiswa adalah menetap di pesantren.

Di pesantren sendiri, para santri biasanya makan di luar karena ada keterbatasan di pondok, yaitu tidak ada dapur. Toh, kalaupun ada dapur kita tidak bisa masak-masak, waktu untuk masak-pun sangat sulit dicari. Sebab, kita dipadatkan dengan jadwal mengaji dan kuliah di kampus. Makanya, untuk makan kita biasanya mencari di luar, seperti angkringan dan sejenisnya. Tidak yang mahal-mahal juga, sebab living-cost kita juga terbatas.

Beberapa tahun belakangan, teman sekamar saya mencoba untuk pertama kalinya aplikasi Grab, #AplikasiUntukSemua tersebut. Sejak saat itu, ketika malam hari ia sudah jarang kelihatan di angkringan. Cerita punya cerita, ternyata ia menggunakan layanan GrabFood yang terdapat di #AplikasiUntukSemua tersebut. Ia #SelaluBisa menyesuaikan makanan setiap kali ia memesan. Jika ngidam Nasi Padang atau geprek, ia langsung order tanpa pikir panjang.

Suatu saat, saya-pun penasaran. Saya lalu menanyakan, "Eh, gak mahal kamu beli gitu-gitu terus?". Dia menjawab, "Gak kok, biasa aja. Masih normal kok harganya". Saya tetap penasaran setelah menanyakan tersebut. Lalu, pada akhirnya saya download juga #AplikasiUntukSemua tersebut.

Setelah download, saya coba melakukan orderan GrabFood dengan membeli Nasi Padang. Memang agak lama, karena saya masih mempelajari fitur-fitu tersebut terlebih dahulu. Sebelum menekan order, ternyata ada tombol "tambahin promo". Oh, ternyata ini sebabnya teman saya sering melakukan order. Pantas!

Setelah saya paham, habis itu saya juga sering menggunakan Grab, karena #SelaluBisa menurutkan 'urusan perut' seketika. Mau makan apa, tinggal 'klik', tunggu, dan beberapa menit kemudian datang makanannya. Semudah itu, Ferguso!

Lama-kelamaan, Buk Nyai (biasa dipanggil "Ummi" oleh para santri) di pondok juga heran, "Kok driver Grab sering ke pondok pesantren, ya?" Pernah suatu hari --ketika Bu Nyai sedang menyapu halaman-- datang driver Grab ke pesantren, lalu bertanya kepada Bu Nyai, "Ngapunten, Bu. Ada yang namanya In'amul Has*n, di sini?" Bu Nyai menjawab, "Oh, iya. Ada-ada". Kebetulan, waktu itu saya melihat dari jendela, sedang memakai sarung soalnya. Segera saya keluar menemui driver Grab tersebut untuk mengambil orderan.

Setelah driver-nya pergi, lalu terjadilah obrolan seperti ini antara saya dan Bu Nyai:

"Pesan apa kamu tadi?"

"Ini...nganu... Nasi Padang, Umi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun