Mohon tunggu...
InaKirana Channel
InaKirana Channel Mohon Tunggu... Freelancer - Hai

jujur beropini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Haruskah Pupus Cita-cita Menjadi Atlet di Indonesia?

10 November 2022   19:54 Diperbarui: 10 November 2022   20:10 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebenarnya, aku tidak begitu mengikuti perkembangan dunia olah raga di negara ini. Bagaimana alurnya, bagaimana kehidupan para atlitnya, dan bagaimana plus minusnya untuk tiap cabang olah raga.

Namun, tidak juga pernah terlintas di dalam benakku sebegitu mirisnya jika menjadi atlit di negara ini. Aku belum pernah melihat langsung, aku hanya mendengar dari apa yang orang ucapkan.

Karena sebegitu seringnya aku mendengar hal negative, maka aku cari tahu sendiri dari membaca. Ya, ternyata tidak sedikit kok atlit-atlit Indonesia yang sudah mendapatkan prestasi di berbagai cabang olah raga. Malah salah satu atlit yang cukup dipehitungkan oleh negara lain.

Dalam hitung-hitunganku sebagai manusia yang penuh dengan kalkulasi hehe, seharusnya apa yang mereka dapatkan sebagai atlit ketika memenangkan sebuah pertandingan, sangat cukup memuaskan. Ya, bisalah untuk menggendutkan rekening tabungan.

Tapi yang membuat aku terkejut, ternyata banyak atlit-atlit lawas yang kehidupannya setelah tidak lagi menjadi atlit justru memprihatinkan. Banyak di antara mereka yang sudah menorehkan prestasi pada zamannya. Seharusnya ada pundi-pundi yang tersisa yang setidaknya bisa membuat kehidupan mereka di kala sudah pensiun akan baik-baik saja.

Aku bisa membayangkan, mungkin pada saat itu nama mereka banyak dielu-elukan sebagai sang juara. Pemerintah pun mungkin pada saat itu sangat membanggakan mereka. Dan tentu saja nama Indonesia bisa dikumandangkan di depan negara-negara lain ketika atlitnya terpilih sebagai juara.

Betapa sangat prestisius kehidupan mereka ketika menjadia tlit pada saat itu, pikirku. Dikenal, dibanggakan, dan tentu saja pundi-pundi keuangan mereka subur.

Lalu, salahnya di mana ? Kenapa tidak sedikit mantan atlit yang kehidupannya setelah pension justru miris. Apakah mereka tidak bisa mengatur keuangan ketika masih jaya ? Apakah atlit tidak mendapatkan keuntungan yang sama seperti ASN ketika sudah pensiun ?

Pantas saja begitu banyak orang-orang tedekatku yang mencibir ketika anak-anak lelakiku ikut club olah raga. Mereka berkata "Untuk apalah diikutkan club olah raga gitu. Nanti mereka keterusan suka lalu mau minta jadi atlit. Mau jadi apa atlit di negara ini. Gak ada duitnya".

Seram gak tuh mendengar hal itu. Seram-seram gemes gitu deh. Ikut club olah raga kan bukan berarti akan berkarir jadi atlit. Sama halnya sekolah hukum bukan berarti pasti akan menjadi pengacara, bisa jadi butuh pengacara , ups.

Kalaupun anak-anak akan memilih untuk berkarir menjadi atlit, ya aku rasa gak jadi masalah. Pelajari mengapa ada atlit yang bisa tidak merdeka finansial setelah pensiun. Apa yang salah ? Bagaimana caranya agar tidak terperosok ke lubang yang sama dengan mereka. Cari peluang yang lebih baik. Menjadi atlit bisa di mana saja. Ya, walaupun butuh effort yang lebih dan lebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun