Topik permasalahan pada kasus adalah tentang motorik halus pada kelompok TK B anak usia 5 -- 6 tahun di TK DWP Glagaharum. Topik tersebut diangkat mengingat pentingnya kemampuan sensorik motorik halus bagi anak paud khususnya. Perkembangan motorik halus anak di pengaruhi oleh berbagai faktor sebagaimana di katakan oleh  Hurlock  (2019)  faktor-faktor  yang  mempengaruhi perkembangan  motorik  halus  pada  anak  antara  lain: Faktor  hereditas  (warisan  sejak  lahir  atau  bawaan), faktor  lingkungan  yang  menguntungkan  atau  yang merugikan   kematangan   fungsi-fungsi   organis   dan fungsi psikis, secara aktivitas anak sebagai subjek bebas yang  berkemauan,  kemampuan,  punya  emosi  serta mempunyai  usaha  untuk  membangun  diri  sendiri. Manfaat yang bisa diperoleh dari motorik halus pada anak usia dini, diantaranya a. Melatih kemampuan motorik halus, b. Melatih koordianasi mata dan tangan untuk melakukan kegiatan yang rumit, c. Meningkatkan kreatifitas, d. Meningkatkan kesabaran, e. Mengenal warna dan bentuk, f. Melatih anak untuk menyelesaikan masalah dengan permainan kolase. Dengan menyadari pengertian dan manfaat motorik halus  pada anak, maka penting bagi guru untuk menyikapi permasalahan yang ada. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi akar permasalahan, yaitu dengan memperhatikan metode pembelajaran serta media pembelajaran. Kemampuan pedagogik guru dalam merancang pembelajaran menggunakan metode dan media yang menarik dan melibatkan teknologi tentu akan sangat relevan dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Terkait kasus pemasalahan motorik halus pada anak kelompok TK B usia 5-6 tahun di TK DWP Glagaharum, didapati bahwa 7 dari 10 anak belum dapat mengkolase dengan rapi karena masih sering menggunakan media kertas. Penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dan media yang kurang menarik membuat anak mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan. Saat berkegiatan, anak -- anak tidak menempelkan media kertas pada pola gambar akan tetapi mereka langsung menaburkan kertas tersebut diatas pola gambar yang sudah diberi lem. Guru kurang menarik saat memberikan kegiatan. Demikian halnya dengan metode pembelajaran yang dilakukan juga masih berupa metode ceramah. Hal ini membuat anak kurang tertarik dan kurang bersemangat untuk belajar dan mengeksplorasi kegiatan sehingga mengakibatkan anak mengalami kesulitan untuk mengkolase dengan rapi.
Dengan bimbingan dosen dan guru pamong dapat menjawab kebutuhan untuk menyusun rancangan pembelajaran. Rancangan pembelajaran memuat metode pembelajaran yang inovatif juga menggunakan media yang menarik. selanjutnya pelaksanaan praktik lapangan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Tantangan yang dihadapi adalah pengadaan media dan bahan ajar yang diusahakan agar dapat maksimal untuk dieksplorasi oleh anak -- anak. Selain itu metode pembelajaran berbasis project yang baru diaplikasikan juga menjadi tantangan karena guru harus membatasi diri dalam memberikan penjelasan agar anak -- anak dapat lebih mencari solusi dari permasalahan yang ada. Guru diharapkan untuk menjadi fasilitator agar anak dapat mengalami proses pembelajaran mandiri dan bermakna.
Metode project based learning merupakan salah satu dari solusi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan motorik halus pada anak kelompok TK B usia  5 - 6 tahun di TK DWP Glagaharum. Â
Model pembelajaran Berbasis Proyek ini (Project Based Learning) adalah model pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar kepada anak. Anak langsung dihadapkan pada persoalan sehari-hari yang menuntut anak untuk melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan proyek yang diberikan. Hal ini tentu saja menjadikan model pembelajaran berbasis proyek ini lebih unggul dibandingkan dengan metode yang lain untuk dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak usia dini.Â
Pada hakikanya model proyek ini adalah model yang dapat menumbuhkan pemahaman bagi peserta didik yang didapat dari pengalaman dalam melakukan dan menemukan solusi secara mandiri. Jadi dalam hal ini model pembelajaran berbasis proyek ini tampak jelas adanya siswa yang aktif belajar disatu pihak. Guru hanya sebagai fasilitator dan pendukung, akan tetapi guru juga dituntut untuk kerja keras untuk mengorganisir pembelajaran menjadi proyek yang akan dilaksanakan anak (Aqib, 2016). Pada pembelajaran project based learning anak-anak dilibatkan dalam memilih topik - topik pembelajaran yang menarik perhatian dan ingin diketahui lebih dalam yang dilakukan secara individu maupun kelompok. Dengan penggunaan pembelajaran proyek anak merasa terlibat langsung sehingga pembelajaran lebih bermakana untuk anak, pembelajaran bermakna akan disimpan di memori jangka panjang. Selain itu, penggunaan media biji -- bijian juga menaruh peranan penting agar anak tertarik untuk melakukan kegiatan.
Â
Dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan literasi numerasi pada kelompok B (usia  5 tahun) dikatakan berhasil dengan penggunaan metode pembelajaran project based learning dan media biji -- bijian. Didapati 8 dari 10 orang anak telah dapat melakukan kegiatan kolase dengan rapi dan telaten. Dampak dari aksi yang dilakukan adalah:
Dengan menggunakan media biji -- bijian dapat menarik minat anak untuk melakukan kegiatan kolase
Dengan menggunakan metode project based learning, anak -- anak mendapatkan kesempatan untuk melakukan kegiatan dengan aktif dan peran guru hanya sebagai fasilitator yang membantu anak untuk mengeksplorasi, memilih dan menggunakan media yang telah disediakan sesuai dengan minat dan kreativitas anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H