<
KITA DALAM PROSES BELAJAR
10% dari apa yang kita baca
20% dari apa yang kita dengar
30% dari apa yang kita lihat
50% dari apa yang kita lihat dan dengar
70% dari apa yang kita katakan
90% dari apa yang kita katakan dan lakukan
Vernon A. Magnessen
Dikutip dalam Quantum Teaching oleh Bobbi DePorter, et.al.
Mempertimbangkan hal tersebut di atas tamapaklah bahwa prosentase terbesar dalam proses belajar didapat dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Kita dalam proses belajar adalah 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Oleh karena itu, satu hal yang wajar apabila siswa SD akan lebih tepat apabila memperoleh pembelajaran yang melibatkan pengalaman langsung dimana mereka bisa mendapatkan proses belajar yang bernilai 90% yaitu dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Pembelajaran tersebut adalah pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu ditekankan pada tindakan nyata bukan pada konsep. Hal ini sesuai dengan kondisi belajar anak yang berada dalam taraf operasional konkret sehingga mereka akan lebih mudah belajar melalui benda-benda konkret atau benda-benda yang ada secara langsung. Senada dengan pernyataan J. Piaget bahwa anak merupakan individu yang aktif membentuk dan menyusun pengetahuannya sendiri pada saat menyesuaikan pikirannya sebagaimana terjadi ketika anak mengeksplorasi lingkungan dan kemudian tumbuh secara kognitif terhadap pemikiran-pemikiran yang logis.
Selain itu pembelajaran terpadu ini sesuai dengan hakikat perkembangan anak secara holistik dan karakteristik belajar anak. Anak usia SD (sebelum 8 tahun) belajar secara holistik atau menyeluruh dengan menggunakan mata, telinga, intelektual dan gerakan yang dilaksanakan secara bersamaan/menyatu. Pada saat anak melihat atau mendengar maka pada saat itu pula anak berfikir. Maka dari itu dalam pemberian pembelajaran sebaiknya jangan di kotak-kotak dalam bentuk mata pelajaran akan tetapi dalam bentuk terpadu khususnya bagi anak kelas rendah atau kelas I-III. Pembelajaran terpadu di Indonesia dikenal dengan pembelajaran tematik yang dilaksanakan di kelas rendah (kelas I-III). Pembelajaran tematik itu bagian dari pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai sentral. Dengan adanya pembelajarn terpadu di negara Indonesia dipakailah kurikulum tematik khususnya bagi kelas rendah yaitu kelas I-III sekolah dasar.
Karakteristik belajar anak juga tidak terlepas dari karakteristik perkembangannya. Anak-anak dapat bekerja melalui kerja kativitas dan perbuatan yang berhubungan dengan lingkungan anak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Bredekamp (1987) yang menyatakan bahwa belajar pada anak berlangsung melalui aktifitas kerja dan dengan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Vigotsky juga berpendapat bahwa anak mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi pengajaran dan sosial dengan orang dewasa (guru) dengan catatan orang dewasa (guru) itu menjembatani arti dengan bahasa dan tanda atau simbol, untuk menumbuhkan pemikiran anak ke arah pemikiran-pemikiran yang verbal.
Anak berbeda dengan orang dewasa atau lebih khususnya guru. Kepedulian guru dan atau kepedulian pendidikan yang diselaraskan dengan karakteristik anak sekolah dasar adalah kepedulian terhadap keterkaitan inter dan antar bidang studi yang diterapkan dalam pembelajaran terpadu ini. Oleh karena itu, guru hendaknya memiliki kemampuan dan dapat melaksanakan pembelajaran terpadu ini.
KITA DALAM PROSES BELAJAR
10% dari apa yang kita baca
20% dari apa yang kita dengar
30% dari apa yang kita lihat
50% dari apa yang kita lihat dan dengar
70% dari apa yang kita katakan
90% dari apa yang kita katakan dan lakukan
Vernon A. Magnessen
Dikutip dalam Quantum Teaching oleh Bobbi DePorter, et.al.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI