Mohon tunggu...
Irenna M
Irenna M Mohon Tunggu... Penulis - human

master none

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Harga Sebuah Tawa

1 September 2022   19:20 Diperbarui: 1 September 2022   20:58 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

seruan angin beradu dengan tangisan bayi
ia terus mencari sesuatu
entah sang ibu atau sang ayah yang telah lama mati
mungkin saja ia ingin mengisi perut yang kelaparan
atau tempat berlindung yang aman dari kejam dunia

kakiku kembali melangkah
melupakan sesuatu yang telah lama bernaung dalam kepala
katanya orang akan lebih bahagia bila tak terlalu menghirau huru hara manusia

lalu,
kumendengar bisikan kereta tua tanpa ekor
menarikku ke imajinasi aneh dengan benang merah

kini,
aku bukan lagi aku di masa ini
tidak pula aku yang sesungguhnya di masa lalu

terus berjalan menelusuri celah dinding kamarku, kamar tetanggaku, bahkan kamar sempit yang tak memiliki makna apa-apa

sekat yang memsisah kotak-kotak kehidupan seolah-olah telah kehilangan fungsi, rusak
diam, mematung, tak semestinya

bingung
mengapa aku dikirim kamari?
di tanah gersang yang dulu dipenuhi hasil karya alam yang luar biasa

kawanan domba tertawa padaku
aku pun balas tak kalah kencang
kadang mengumpat dengan wajah melucu di sisa kewarasan

kami saling tertawa
kadang berakhir saling memaki
lalu ... kami tertawa lagi
melepas penat dalam kehendak

bagi kami ... hanya ini harga yang paling murah

para petani terheran memandang bergantian dari ujung jalan
bingung siapa yang lebih gila di antara kami

mata kami pun saling memandang
saling sapa layaknya bertemu kawan lama yang senasib, dan sepemikiran
cekikikan
cengengesan

para petani pun ikut tertawa
saling mengejek
terkadang berakhir saling tukar bogem mentah

ah ... sial.
andai bahagia bisa dibeli dengan harga murah
berbahagia dengan petani dan kawanan domba
mari kita lari dari dunia!
yang sudah lebih dulu, pergi menjauh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun