Hari ini Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dihadapkan pada dilema kontrak kerja. Sementara di sisi lain TPP sedang berjibaku di desa mengimplementasikan ketahanan pangan (minimal) 20 persen pada perencanaan desa, sesuai Kepmendes 3/2025. Masalah ini menimbulkan keresahan tersendiri bagi banyak TPP di Indonesia, sehingga mereka cenderung kurang konsentrasi dalam bekerja.
Dalam kondisi ini, muncul pertanyaan: apakah TPP menunggu hingga ada kejelasan dari pemerintah? Atau mengambil langkah inisiatif? Pertanyaan ini menjadi sangat relevan, mengingat tanggung jawab mereka dalam mendampingi desa tidak bisa ditunda.
Menunggu arahan dari pemerintah terkadang menciptakan jeda waktu yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Sebaliknya, mengambil inisiatif lebih awal mungkin membawa risiko, namun menunjukkan komitmen TPP dalam menjalankan perannya secara maksimal.
TPP mesti mampu menyeimbangkan antara kepatuhan terhadap regulasi dan keberanian berinovasi. Pendekatan proaktif yang tetap mengacu pada koridor kebijakan akan membantu memastikan bahwa pendampingan desa tetap berjalan tanpa melanggar aturan yang berlaku.
Menunggu Kejelasan: Pilihan yang Berisiko
Bagi sebagian TPP, menunggu keputusan dari pemerintah menjadi pilihan yang masuk akal. Harapan mereka, pemerintah segera memberikan arahan yang jelas terkait masa depan kontrak dan sertifikasi.
Namun, sikap pasif ini memiliki risiko besar. Proses pengambilan keputusan di tingkat birokrasi seringkali lambat. Sementara itu, waktu terus berjalan, dan batas waktu sertifikasi semakin dekat.
Di sisi lain, tanggung jawab TPP untuk mendampingi desa tetap wajib dilaksanakan. Penundaan dalam memastikan kontrak justru bisa memengaruhi kualitas kerja mereka di lapangan.
Haruskah Menunggu Surat Perintah Kerja (SPK)?
Bagi sebagian TPP yang lain, Surat Perintah Kerja (SPK) adalah dokumen yang sangat ditunggu. SPK sering menjadi penentu kejelasan kontrak, mencakup durasi dan hak-hak tenaga pendamping. Namun, apakah menunggu SPK adalah langkah yang ideal?
Dalam situasi mendesak seperti ini, bersikap pasif bisa berisiko. Menunggu terlalu lama tanpa proaktif mencari informasi bisa membuat TPP kehilangan momentum. Seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2020), keputusan yang diambil dalam ketidakpastian sebaiknya disertai dengan upaya mengurangi risiko, termasuk dengan mencari data tambahan.
Mengambil Inisiatif: Menjadi Proaktif
Sebagai alternatif, TPP dapat mengambil langkah proaktif untuk menghadapi situasi ini. Langkah pertama adalah segera mempersiapkan diri untuk memenuhi syarat sertifikasi yang diminta.