Sebuah studi oleh Nilsen dan Knudsen (2019) yang dipublikasikan di Journal of Disaster Risk Reduction menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki jaringan sosial yang kuat lebih mampu pulih dari bencana dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki dukungan semacam itu.
Pria itu mengakui bahwa salah satu kesalahannya adalah tidak segera menyesuaikan gaya hidup ketika pendapatannya turun drastis. Ia percaya bahwa situasi sulit itu hanya akan berlangsung selama beberapa minggu. Ketika kenyataan berbicara lain, tabungan yang ia andalkan semakin menipis.
Hal ini sejalan dengan pandangan Nassim Nicholas Taleb dalam bukunya, Antifragile: Things That Gain from Disorder (2012). Taleb menekankan pentingnya kemampuan beradaptasi dan melihat peluang di tengah ketidakpastian sebagai cara menjadi lebih tangguh.
Namun, pembelajaran sering kali datang dengan harga yang mahal. Bagi sebagian orang, kehilangan materi mungkin bisa digantikan. Tetapi bagi orang lain, kehilangan harga diri dan harapan jauh lebih sulit dipulihkan. Takdir, dalam hal ini, sering kali terasa sebagai sesuatu yang kejam.
Meski demikian, waktu sering kali menjadi obat. Apa yang dulu terasa seperti hukuman, lambat laun berubah menjadi pelajaran berharga. Banyak orang yang pada akhirnya mampu melihat hikmah di balik kejadian yang menimpa mereka. Dalam psikologi, konsep ini dikenal sebagai post-traumatic growth (pertumbuhan pascatrauma).
Tedeschi dan Calhoun (1996) dalam jurnal Journal of Traumatic Stress menjelaskan bahwa pengalaman traumatis akan membawa seseorang pada perubahan positif, termasuk peningkatan penghargaan terhadap hidup, penguatan hubungan sosial, dan rasa spiritualitas yang lebih dalam.
Pria itu akhirnya menyadari bahwa ia perlu berhenti memandang masa lalu sebagai beban. Ia mulai menerima bahwa keadaan memang tidak akan kembali seperti dulu, tetapi itu bukan berarti ia harus menyerah. “Sekarang, saya hanya ingin melakukan yang terbaik dengan apa yang saya miliki. Kalau saya ikut PKTD, mungkin itu awal baru bagi saya,” katanya.
Berbicara tentang takdir dan keikhlasan memang mudah. Sayangnya, ketika kita sendiri yang harus mengalaminya, segalanya menjadi lebih sulit. Rasa kehilangan, penyesalan, dan kekhawatiran akan masa depan adalah emosi-emosi yang manusiawi yang sulit terbendung.
Seorang filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche, pernah berkata, “Apa yang tidak membunuh kita, membuat kita lebih kuat.” Tetapi kekuatan itu tidak datang dengan sendirinya. Ia lahir dari proses yang panjang dan melelahkan.
Dalam konteks desa, program-program seperti PKTD sering kali menjadi penyelamat bagi warga yang kehilangan mata pencaharian. Lebih dari sekadar bantuan finansial, program semacam ini juga memberi harapan dan rasa percaya diri bagi mereka yang terpuruk.
Sebuah penelitian oleh Bappenas (2020) menunjukkan bahwa program PKTD tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial di desa-desa yang terdampak bencana.