TPP memerlukan kepastian, setidaknya ada surat edaran dari pejabat terkait yang memberitahukan akan keberlanjutan dan tetap bekerja sambil menunggu SK, SPK, dan SPT rilis, sehingga TPP memiliki sedikit kejelasan dalam bekerja.
Di tengah ketidakpastian ini, muncul kabar bahwa SK dan Surat Perintah Tugas (SPT) akan diterbitkan paling lambat 1 Februari 2025. Perekrutan PLD baru direncanakan berlangsung pada Maret 2025, dengan spesifikasi yang disesuaikan.
Meski demikian, belum adanya kejelasan membuat TPP berada dalam dilema: apakah harus terus bekerja tanpa SK, SPT, dan Surat Perjanjian Kerja (SPK), ataukah menunggu hingga semua dokumen tersebut dirilis?
Kondisi ini menuntut adanya ketegasan dan langkah nyata dari kementerian terkait. Program pemberdayaan desa tidak dapat dibiarkan terganggu oleh masalah administratif.
Sebagai garda terdepan dalam pembangunan desa, TPP memiliki tanggung jawab besar memastikan program berjalan sesuai rencana. Namun, bekerja tanpa dasar hukum yang jelas adalah pilihan yang sulit dan penuh risiko.
Dalam konteks ini, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk mempercepat proses administrasi. Kementerian perlu menunjukkan kepemimpinan yang kuat untuk mengurai simpul permasalahan ini.
Jika tidak, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh TPP, tetapi juga oleh masyarakat desa yang menjadi sasaran utama program pemberdayaan.Â
Sebagaimana diungkapkan dalam laporan World Development Report 2004: Making Services Work for Poor People, keberhasilan program pembangunan sangat bergantung pada efektivitas pelaksana di lapangan.
Bagi TPP, dilema ini memerlukan keputusan yang matang. Tetap bekerja tanpa SK, SPT, dan SPK berarti mengambil risiko hukum dan administratif.Â
Namun, menunggu rilis dokumen juga berarti menunda pelaksanaan program yang sangat dibutuhkan masyarakat desa. Pilihan ini tidak mudah, terutama ketika mereka dihadapkan pada ekspektasi masyarakat yang terus menanti hasil nyata.
Kondisi ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Administrasi yang lamban dan tidak responsif dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah.Â