Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

SK TPP Tak Kunjung Rilis: Menanti Kepastian di Tengah Spekulasi

14 Januari 2025   14:45 Diperbarui: 14 Januari 2025   17:38 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Menunggu kepastian (sumber: Gambar oleh Jan Vaek dari Pixabay)

Honor PLD yang dikabarkan akan naik menjadi Rp2.400.000 memberikan secercah harapan. Namun, kabar ini masih belum resmi, sehingga tidak mampu sepenuhnya menghapus kekhawatiran. Di sisi lain, terdapat lebih dari 500 TPP yang gagal mengunggah Standar Prosedur Operasional (SPO), menambah daftar panjang persoalan administratif yang perlu diselesaikan.

Ketidakpastian mengenai nasib Surat Keputusan (SK) Tenaga Pendamping Profesional (TPP) terus menjadi bahan perbincangan. Hingga kini, 14 Januari 2025, rilis SK yang sangat dinantikan belum terealisasi, menimbulkan keresahan di kalangan Tenaga Ahli (TA), Pendamping Desa (PD), dan Pendamping Lokal Desa (PLD).

Berbagai spekulasi bermunculan, mencoba menjelaskan akar permasalahan yang belum menemui titik terang. Ketidakjelasan ini memicu diskusi hangat di berbagai forum, mencerminkan kekhawatiran banyak pihak terhadap kepastian status dan keberlanjutan tugas para pendamping di lapangan.

Spekulasi pertama mengarah pada belum adanya Surat Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dalam struktur administrasi yang kompleks, peran PPK sangat krusial. Tanpa SK ini, segala keputusan administratif menjadi terganjal, menghambat berbagai proses penting dalam pelaksanaan program.

Hal serupa terjadi pada Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), yang kabarnya juga belum menerima SK. Situasi ini semakin rumit dengan perubahan nama kementerian dari Kemendesa PDTT menjadi Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal (PDT), menambah lapisan tantangan administratif.

Perubahan nama kementerian ini membawa dampak sistemik. Sekretaris Jenderal (Sekjen) dan beberapa pejabat penting lainnya katanya dimutasi ke kementerian lain, termasuk Kementerian Transmigrasi. Pergeseran ini memicu kevakuman dalam pengambilan keputusan di internal kementerian.

Situasi tersebut menggambarkan dampak restrukturisasi birokrasi terhadap program strategis. Dalam buku Bureaucracy and Development karya Fred W. Riggs (1964), restrukturisasi semacam ini diuraikan dapat menimbulkan implikasi serius, terutama pada efektivitas pelaksanaan kebijakan di institusi pemerintahan.

Proses penandatanganan Standard Operating Procedure (SOP) untuk TPP dikabarkan juga telah selesai, tetapi masih menunggu tanda tangan pejabat berwenang. Meski belum diresmikan, draft SOP ini memberikan gambaran awal mengenai perubahan besar yang akan diterapkan dalam sistem kerja TPP.

Setiap jenjang dalam TPP, seperti TA, PD, dan PLD, akan difokuskan pada bidang tertentu. Ada yang secara khusus menangani pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pemberdayaan masyarakat, serta ketahanan pangan, sesuai dengan peran masing-masing jenjang.

Pendekatan ini sejalan dengan strategi pemberdayaan berbasis kebutuhan lokal. Strategi tersebut diuraikan oleh Robert Chambers dalam Rural Development: Putting the Last First (1983), yang menekankan pentingnya menempatkan kebutuhan masyarakat lokal sebagai prioritas utama dalam pembangunan pedesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun