Banyak perangkat desa yang masih gagap teknologi, sehingga potensi besar desa dalam era digital belum tergarap maksimal. Kondisi ini menunjukkan perlunya investasi pada pelatihan digital sebagai kebutuhan mendesak. Dengan kemampuan teknologi yang memadai, desa dapat bersaing dalam dunia yang semakin terhubung dan dinamis.
Lebih dari sekadar menguasai teknologi, perangkat desa juga harus mampu menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas. Desa tematik yang ideal adalah desa yang mampu mengintegrasikan aspek tradisional dan inovasi modern secara harmonis, menciptakan keseimbangan yang memperkaya identitas lokal sekaligus merangkul kemajuan.
Sebagai contoh, Desa Kediri di Lombok Barat berhasil mengangkat produksi kopiah haji dengan motif khas Sasak menjadi identitas unik yang menggerakkan ekonomi lokal (Azizah, 2021). Tradisi lokal tetap terjaga, sementara inovasi modern memberikan nilai tambah yang signifikan.
Kesadaran kolektif masyarakat menjadi elemen krusial lain dalam keberhasilan desa tematik. Perangkat desa tidak bisa bekerja sendiri. Mereka membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat, termasuk kelompok marginal. Dalam hal ini, keterampilan komunikasi menjadi modal utama.
Perangkat desa harus mampu menyampaikan visi mereka dengan cara yang inklusif, melibatkan semua pihak dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini menciptakan rasa memiliki yang kuat di kalangan warga, yang pada gilirannya mendorong keberlanjutan program desa tematik.
Kolaborasi menjadi kunci keberhasilan lain yang tidak boleh diabaikan. Perangkat desa perlu membangun jejaring dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, sektor swasta, hingga komunitas global.
Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat sumber daya desa, tetapi juga membuka akses ke pasar yang lebih luas. Desa tematik yang berhasil adalah desa yang mampu menjadi pusat inovasi lokal, sekaligus kompetitor di tingkat global.
Pada akhirnya, keberhasilan desa tematik terletak pada kemampuan perangkat desa untuk bertransformasi. Mereka tidak lagi sekadar pelaksana tugas administratif, tetapi agen perubahan yang membawa desa menuju keberlanjutan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Amartya Sen dalam Development as Freedom (1999), pembangunan sejati adalah tentang memperluas kebebasan individu dan masyarakat untuk mencapai potensi mereka sepenuhnya. Dalam konteks desa tematik, kebebasan ini diwujudkan melalui pemberdayaan lokal yang inklusif dan berkelanjutan. Perangkat desa, dengan segala tantangannya, menjadi ujung tombak dalam upaya ini.
Dengan memahami potensi lokal, memanfaatkan teknologi, dan membangun jejaring yang kuat, desa tematik tidak hanya menjadi strategi pembangunan, tetapi juga cara untuk membuktikan bahwa desa memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional.
Era ini bukan sekadar tantangan, tetapi juga peluang untuk menunjukkan bahwa desa adalah pusat inovasi dan kreativitas yang mampu bersaing di tingkat global. Selama perangkat desa mampu menjawab tantangan tersebut, masa depan desa tematik di Indonesia akan semakin cerah.